SUARA PEMBARUAN DAILY, 3 Januari 2006
Bentuk Desk Khusus untuk Tangani Palu
[PHOTO: pembaruan/jeis montesori. DIJAGA KETAT - Polisi menjaga ketat lokasi
peledakan bom di Jalan Pulau Sulawesi, Palu. Gambar diambil Senin (2/1) siang.]
PALU - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diminta memperluas cakupan
pelaksanaan Inpres No 14 tahun 2005 tentang Penanganan Poso yang Komprehensif,
tidak hanya di Poso tetapi juga hingga ke Palu, bahkan di seluruh wilayah Sulawesi
Tengah (Sulteng) yang telah menjadi sasaran aksi-aksi terorisme.
Untuk menangani kekerasan di daerah ini, pemerintah juga diminta membentuk desk
khusus setingkat kementerian yang dapat mengurusi masalah-masalah penegakan
hukum serta pemulihan ekonomi yang terpuruk akibat konflik. Permintaan itu
disampaikan anggota DPRD Sulteng Marwan HM Ferry dari Fraksi Bhineka Tunggal
Ika, Karel Megati dari Fraksi Partai Golkar dan Direktur Yayasan Tanah Merdeka Palu
Arianto Sangadji sewaktu dihubungi Pembaruan secara terpisah, Selasa pagi, di
Palu.
Marwan yang juga wakil ketua DPW Partai Keadilan Sejahtera Sulteng menilai, Inpres
No 14/2005 terbukti cukup efektif menangkal persoalan-persoalan terorisme dan
kekerasan di Poso. Walaupun baru sekitar sebulan pelaksanaan Inpres itu, tapi
kekerasan di Poso mulai bisa teratasi, dan pelaku-pelaku yang diduga terlibat dalam
aksi terorisme telah ditangkap tanpa pandang bulu.
"Ini karena Inpres itu dibuat sangat tegas, sehingga aparat tidak tanggung-tanggung
melakukan tugasnya di lapangan. Jadi, menurut hemat kami, cakupan Inpres itu perlu
diperluas sampai ke Palu yang kini juga telah menjadi sasaran kebiadaban pelaku
terorisme," katanya.
Karel Megati yang juga ketua DPW Partai Damai Sejahtera Sulteng menambahkan,
tidak hanya di Palu tetapi sekaligus menyeluruh di daerah Sulteng. "Aksi terorisme
sudah menjalar ke semua daerah di Sulteng. Itu dibuktikan dengan ditemukannya
barang-barang bukti seperti bahan-bahan peledak di daerah-daerah kabupaten di
Luwuk, Ampana yang diduga disuplai untuk aksi-aksi teror bom di Poso maupun
Palu. Jadi kami minta Presiden SBY memperluas cakupan hukum Inpres No. 14/2005
hingga ke seluruh Sulteng demi penanganan komprehensif masalah terorisme di sini,"
tandasnya.
Arianto berpendapat, Inpres No 14/2005 sudah cukup baik tetapi masih perlu aparat
keamanan didorong untuk bertindak cepat, seperti menangkap siapa saja yang
terindikasi mengkorupsi dana bantuan pengungsi. "Soalnya dana-dana bantuan
pengungsi yang dikorupsi itu, yang diduga dipakai membiayai kekerasan di Poso
maupun Palu," ungkapnya.
Untuk menangani kekerasan di daerah ini, lanjutnya, pemerintah juga perlu
membentuk desk khusus setingkat kementerian yang dapat mengurusi
masalah-masalah penegakan hukum serta pemulihan ekonomi yang terpuruk akibat
konflik.
Pemerintah juga sudah saatnya merombak institusi intelijen secara total sesuai
tuntutan negara yang modern, demokratis, dan bukan lagi jadi institusi yang
menakutkan. "Jangan-jangan kasus ini bukan karena aparat intelijen gagal
mendeteksi kekerasan tetapi justru membiarkan kekerasan itu terjadi," katanya.
45 Saksi
Sementara itu Kepala Bidang Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri
Komisaris Besar Polisi Bambang Kuncoko mengatakan, dalam kasus ledakan bom di
Palu pada 31 lalu itu, Polri telah meminta keterangan 45 saksi. Sebanyak 18 saksi di
antaranya dimintai keterangann di tempat kejadian perkara. Sedangkan 27 saksi
lainnya adalah korban luka-luka akibat kejadian itu, sehingga Polri meminta
keterangan mereka di rumah sakit tempat mereka dirawat.
Bambang menyebutkan, satu dari 45 saksi itu, yakni M, masih diperiksa secara
intensif oleh Polri. "Ada yang mengatakan, dia ini sebagai pelaku. Sebenarnya belum
bisa disimpulkan sebagai pelaku sebab kami masih memeriksa M secara intensif,"
katanya.
Polda Sulawesi Tengah dan tim Mabes Polri, lanjutnya, masih melakukan olah
tempat kejadian perkara untuk mencari barang material lainnya.
Barang bukti yang sudah ditemukan di lokasi kejadian tuturnya, seperti gotri, bingkai
telepon selular Siemens, tas hitam berisi sepatu dan celana serta handy talky
bermerek Alinco.
Kapolda Sulteng Brigjen Polisi Oegroseno sewaktu dihubungi Pembaruan, pagi tadi,
menjelaskan, proses pengungkapan kasus bom di penghujung 2005 itu langsung
ditangani tim dari Mabes Polri."Jadi untuk mempermudah jalur birokrasi, maka
semuanya ditangani langsung Mabes Polri," katanya.
Saat ini, sambungnya, sedang dalam tahap pemeriksaan barang-barang bukti di
Laboratorium Forensik Mabes Polri dan hasilnya belum diketahui.
Di samping itu polisi masih memeriksa M, warga Kabupaten Tolitoli yang diduga
terlibat peledakan bom. Namun statusnya masih sebagai sebagai saksi, belum
ditetapkan sebagai tersangka. (128)
Last modified: 3/1/06
|