SUARA PEMBARUAN DAILY, 08 Oktober 2005
Irjen Pol Ansyaad Mbai: Teroris Dilindungi dan Dianggap
Pahlawan
JAKARTA - Sebagian kelompok masyarakat di Indonesia ternyata melindungi pelaku
dan tokoh serangan teror bom. Bahkan, kelompok masyarakat itu menganggap para
teroris itu sebagai pahlawan.
Hal itu disampaikan Ketua Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme, Kantor
Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Inspektur Jenderal Ansyaad
Mbai saat berbincang-bincang dengan sejumlah wartawan di kantornya, Jumat (7/10).
"Dr Azahari dan Noordin M Top, pentolan teroris di Indonesia, sulit ditangkap karena
ada kelompok masyarakat yang melindungi mereka. Bahkan, Noordin M Top
dinikahkan di Bangil, Jawa Timur," kata dia.
Namun, Ansyaad tidak mau menyebutkan kelompok mana saja yang melindungi dua
tokoh utama teroris itu. Hanya saja, dia mengingatkan, sesuai hukum yang berlaku,
kalau ada orang yang terbukti melindungi teroris akan ditangkap juga dan dianggap
sebagai bagian dari kelompok teroris itu.
Selain itu, media massa juga dinilai berperan besar dalam membesarkan
kelompok-kelompok teroris. Tanpa disadari, pers telah dimanfaatkan sebagai media
bagi para teroris untuk menyampaikan propaganda mereka.
"Beberapa stasiun televisi swasta, misalnya, menampilkan wawancara dengan
tokoh-tokoh teroris. Tanpa disadari, para teroris itu sebenarnya menyampaikan
propaganda mereka. Di Amerika Serikat dan beberapa negara lain, tidak ada media
massa yang menayangkan wawancara dengan tokoh teroris, termasuk stasiun
televisi Al-Jazeera," kata dia.
Menurut mantan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sumatera Utara itu, pelaku
peledakan bom Bali pada Sabtu (1/10) adalah kelompok Jamaah Islamiyah (JI).
Hanya saja, pelaku di lapangan adalah orang-orang yang baru direkrut. Dikatakan,
kelompok JI ini berkembang pesat. Hal itu terlihat dari munculnya orang-orang baru
setiap terjadi peristiwa ledakan bom.
"Kelompok peledakan bom Bali pada 2002 lalu sudah kami tangkap namun muncul
lagi bom di Hotel JW Marriot yang pelakunya berbeda. Kelompok ini pun sudah
ditangkap tapi muncul anggota kelompok baru yang meledakan bom di depan
Kedutaan Besar Australia," kata dia.
Oleh karena itu, menurut dia, upaya untuk melawan terorisme perlu dilakukan secara
bersama-sama oleh seluruh komponen bangsa. Perlu ada koordinasi yang baik di
antara seluruh insitusi pemerintah, tidak hanya institusi penegakan hukum, dan
partisipasi masyarakat.
Penegakan Hukum
Dari sisi pemerintah, dia mengingatkan perlunya penegakan hukum dan
pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme. Pasalnya, para tokoh teroris itu bisa
leluasa masuk ke Indonesia karena mereka dapat mengganti kartu identitas, seperti
KTP dan paspor, hanya dengan menyogok aparat.
"Selain itu, perlu ada pengawasan yang ketat terhadap barang-barang yang bisa
dirakit menjadi bom. Departemen Perdagangan dan Departemen Perindustrian bisa
juga berperan. Pupuk saja bisa digunakan sebagai bahan untuk membuat bom," kata
dia.
Upaya koordinasi di antara institusi itu tidak cukup tanpa ada bantuan dari
masyarakat. Masyarakat dapat berperan dengan membantu mengawasi lingkungan
sekitar mereka, terutama kalau ada hal-hal yang mencurigakan.
"Bom itu tidak dibuat di hutan. Bom dibuat di dekat kita. Di rumah kontrakan, atau
bahkan di rumah tetangga kita. Suatu peristiwa peledakan bom merupakan akhir dari
suatu proses panjang," kata dia.
Pada kesempatan itu, Ansyaad juga mengakui lemahnya sistem peringatan dini
terhadap kemungkinan aksi-aksi teror bom. Diakui, kemampuan intelijen Indonesia
saat ini berbeda dibandingkan pada masa orde baru. Hal itu seiring dengan
perkembangan politik di Tanah Air.
Oleh karena itu, dia berharap masyarakat, khususnya parlemen, lembaga swadaya
masyarakat, dan media massa, tidak secara langsung mencurigai upaya pemerintah
dalam memerangi terorisme, seperti melibatkan TNI.
"Saat ini, bantuan dari setan pun kita terima untuk memberantas terorisme. Sebab,
teror itu sendiri perbuatan setan. Apalagi harus diakui kalau aparat kepolisian saat ini
kekurangan personel kalau harus memantau keamanan masyarakat secara
keseluruhan," ujar dia. (O-1)
Last modified: 8/10/05
|