SUARA PEMBARUAN DAILY, 12 November 2005
Konsultasi Gereja se-Indonesia Minta SKB Dicabut
JAKARTA - Kasus penutupan gereja di Jawa Barat dan seputar kontroversi revisi SKB
dua menteri tahun 1969 dinilai oleh Gereja Indonesia sebagai akar penutupan tempat
ibadah. Oleh karena itu, Konsultasi Nasional Gereja-gereja se Indonesia yang
berlangsung dari tanggal 9 hingga 11 November 2005 di Jakarta merekomendasikan
agar SKB yang sedang direvisi itu ditinjau kembali dan dicabut karena bertentangan
dengan semangat UUD 1945 pasal 29 yang menjamin kebebasan beragama di
Indonesia.
Gereja-gereja perlu mendesak pemerintah untuk melindungi dan menjamin keamanan
beribadah umat baik ibadah keluarga maupun ibadah umum. Mendesak pemerintah
untuk menindak tegas secara hukum kelompok-kelompok sipil bersenjata yang
bermain hakim sendiri dengan mengatasnamakan agama.
Demikian salah satu rekomendasi Rapat Komisi III Konsultasi Gereja se Indonesia
yang berakhir di Jakarta, Jumat (12/11). "Kami juga meminta gereja juga perlu
introspeksi diri atas kehadirannya dan pelayanannya di tengah-tengah masyarakat
dengan tidak menimbulkan jarak dan kecemburuan sosial, terutama dalam hal
pergaulan sosial, juga kecenderungan mendiskreditkan gedung-gedung ibadah yang
mewah di tengah masyarakat yang bergumul dengan kemiskinan," ujar Panitia
Pengarah Konsultasi, Pdt Dachlan Setiawan.
Mengenai kasus Poso, forum merekomendasi agar gereja-gereja di Indonesia
pemerintah untuk segera membongkar jaringan pemasok senjata dan amunisi yang
selama ini ikut berkontribusi terhadap kekerasan di Poso, Sulawesi Tengah.
Sehubungan dengan itu maka diusulkan agar diadakan audit intensif terhadap
peredaran senjata dan amunisi yang beredar di wilayah ini.
"Gereja-geraja di Indonesia perlu mendesak Presiden untuk lebih tegas menumpas
jaringan eksekutor lapangan, pemasok senjata dan amunisi dan aktor intelektual yang
telah menteror dan membunuh masyarakat sipil tidak berdosa di Poso, Palu dan
sekitarnya," ujar Dachlan.
Sedangkan mengenai masalah Papua, gereja-gereja di Indonesia berperan dalam
mendukung suatu proses dialog nasional antara Jakarta dan Papua, dengan agenda
menyatukan perbedaan persepsi antara Jakarta dan Papua tentang sejarah integrasi
Papua dalam NKRI. Dialog dimaksud diharapkan dapat mencapai suatu komitmen
baru serta solusi yang adil dan demokratis terhadap masalah Papua.
"Kami juga mendesak pemerintah untuk menghormati dan mengimplementasikan
otonomi khusus Papua secara mendasar, komprehensif dan bermartabat serta
menghilangkan rasa kecurigaan yang berlebih-lebihan. Gereja juga menyatakan
secara bersama solidaritasnya dengan perjuangan rakyat Papua untuk menegakan
keadilan dan HAM di Papua," tukasnya.
Pesan Konsultasi
Dalam pesan konsultasi yang disampaikan kepada wartawan oleh Ketua Umum PGI,
Pdt Dr AA Yewangoe, Wakil Sekretaris Umum PGI, Pdt Weinata Sairin, Mth, Ketua
Panitia Konsultasi, ML Denny Tewu dan Panitia Pengarah, Dr Bambang Widjaya
dikatakan kepada seluruh umat Kristen di Indonesia, gereja menyadari dan berempati
dengan saudara-saudara yang mengalami tekanan. Tetapi, gereja sekaligus ingin
menegaskan bahwa proses tersebut merupakan ujian dan pendewasaan bagi
tanggungjawab iman dan politik.
"Saudara tengah berjuang pada garda terdepan bagi penegasan pluralisme sebagai
realitas subtansi Indonesia, dan bersama saudara terdapat banyak sekali kekuatan
yang memiliki semangat yang sama," ujar AA Yewangoe.
Ditambahkan, kepada pemerintah RI gereja menyadari betapa tidak mudahnya
mengelola negara majemuk seperti Indonesia ini. Meskipun demikian, masa depan
Indonesia sangat ditentukan oleh tindakan-tindakan yang mengutamakan kepentingan
bangsa dan bukannya kepentingan sekelompok orang belaka. "Sehubungan dengan
itu perlu dilakukan penegakan hukum dan tindakan hukum, bagi siapapun yang
berusaha untuk mereduksi dan mengingkari dan merusak kesepakatan bersama
untuk hidup sebagai suatu bangsa," ujarnya. (E-5)
Last modified: 12/11/05
|