SUARA PEMBARUAN DAILY, 22 November 2005
Tolak Revisi SKB Dua Menteri
JAKARTA - Sejumlah pemimpin keagamaan menolak rencana pemerintah yang akan
merevisi surat keputusan bersama (SKB) dua menteri tentang pelaksanaan
pengembangan dan ibadat agama oleh pemeluk-pemeluknya. Sebaliknya, mereka
justru mendesak pemerintah untuk membuat undang-undang yang khusus mengatur
tentang kebebasan beragama dan berkepercayaan.
Hal ini diungkapkan Ketua Badan Perjuangan Kebebasan Beragama dan
Berkepercayaan (BP-KBB), Merphin Panjaitan, kepada wartawan, di Jakarta, Senin
(21/11). Menurut informasi, Menteri Agama akan mulai mensosialisasikan revisi SKB
dua menteri tersebut dalam beberapa hari ke depan.
Soal kebebasan beragama dan berkepercayaan, lanjut dia, sebenarnya sudah diatur
di dalam UUD 1945 pasal 28 huruf (e), ayat (1) tentang kebebasan beragama dan
ayat (2) tentang kebebasan berkepercayaan.
Namun, yang terjadi saat ini justru sebaliknya. Semakin banyak ancaman, hambatan,
dan gangguan terhadap kebebasan beragama dan berkepercayaan. "SKB mengatur
soal-soal teknis rumah ibadah. Bagaimana kita mau mengatur hal tersebut,
sementara hak kebebasan beragama itu belum dijamin," ucapnya tegas.
Untuk itu, tuturnya, BP KBB mengajukan satu gagasan kepada pemerintah berupa
pembuatan Undang-Undang Kebebasan Beragama dan Berkepercayaan (UU KBB).
Undang-undang ini merupakan jaminan negara terhadap kebebasan beragama dan
berkepercayaan dari semua penduduk Indonesia.
Dasar acuannya, lanjut dia, adalah UUD 1945, Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia tahun 1948, dan perjanjian internasional tentang Hak Sipil dan Politik tahun
1966.
Jika gagasan ini disetujui, menurutnya, BP KBB bersedia membantu menyusun
rancangan undang-undang tersebut. "Kalau draf, yang buat kan pemerintah dan DPR.
Kami mungkin hanya akan membantu memberikan masukan saja," ucapnya.
Merphin juga mengingatkan bahwa agama mengatur hubungan antara manusia
dengan Tuhan. "Negara tidak boleh mengatur tentang hal ini. Itu urusan Tuhan dan
manusia!" tambahnya.
Sementara itu, pada waktu yang hampir bersamaan, Ketua Perhimpunan Wanita
Kristen Indonesia (PWKI), Patmi Simorangkir, mengecam aksi kekerasan yang terjadi
terhadap wanita Kristiani, seperti yang terjadi di Poso, Sulawesi Tengah, beberapa
waktu lalu.
Dia mendesak pemerintah bertindak serius menangani kasus ini. Menurutnya, apakah
karena wanita merupakan ibu dari generasi yang akan datang lalu dipilih menjadi
korban tindak kekerasan tersebut. "Kami sangat mengecam keras aksi pembunuhan
wanita-wanita kristen seperti di Poso," ucapnya. (PS/W-5)
Last modified: 22/11/05
|