SUARA PEMBARUAN DAILY, 22 November 2005
Penanganan Poso Perlu Dukungan Politik Presiden
JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diminta untuk memberikan
dukungan politik kepada aparat keamanan untuk menangani aksi-aksi kekerasan di
Poso, Sulawesi Tengah. Sebab, diduga kuat aksi-aksi kekerasan itu dilakukan oleh
kelompok terlatih.
Pendapat itu disampaikan Kepala Operasional Komisi untuk Orang Hilang dan Korban
Tindak Kekerasan (Kontras), Edwin Partogi dan Kepala Divisi data dan Riset Kontras,
Haris Azhar kepada wartawan di Jakarta, Senin (21/11).
"Dari catatan kami, aksi kekerasan yang terjadi di Poso memiliki karakter yang khas.
Para pelaku memiliki pengetahuan dan keahlian tertentu dalam melakukan aksi
mereka. Itu terlihat jelas seperti terjadinya penembakan misterius, peledakan bom
dan pemenggalan kepala," kata Edwin.
Melihat aksi-aksi pelaku yang terbilang rapi, diduga kuat dalang kerusuhan di Poso
memiliki kekuatan politik dan ekonomi yang besar. Oleh karena itu, dukungan politik
dari Presiden Yudhoyono terhadap aparat keamanan sangat dibutuhkan.
Apalagi, media massa telah memberitakan adanya kelompok tertentu yang
terorganisasi dengan baik yang melakukan aksi-aksi kekerasan di Poso. Aparat
kepolisian harus mengungkap secara tuntas kelompok yang memiliki nama sandi Tim
Bunga itu.
Menurut Edwin, berdasarkan kejadian akhir-akhir ini, sasaran aksi kekerasan di Poso
acak, yaitu dari kalangan Muslim dan Kristen. Hal itu menunjukkan kalau pelaku
hanya ingin menciptakan suasana kacau dan tidak aman di daerah itu.
"Pelaku menyadari kalau mereka sudah tidak bisa lagi memicu konflik horisontal di
antara umat beragama. Jadi, mereka hanya ingin menciptakan suasana tidak aman,"
kata dia.
Selain itu, Kontras juga meminta agar pemerintah melakukan evaluasi secara
menyeluruh terhadap operasi keamanan yang diberi nama Sintuwu Maroso. Peristiwa
kekerasan yang terus terjadi di Poso dan sekitarnya menunjukan kalau operasi itu
telah gagal.
Sementara menurut Haris, para pelaku kekerasan di Poso memiliki keahlian yang
sangat luar biasa. Mereka mampu menembak jitu, dapat mensurvei profil calon
korban, memiliki akses untuk memperoleh senjata api, amunisi dan bahan peledak.
"Aksi kekerasan yang terjadi di Poso itu mirip dengan peristiwa pembunuhan ala ninja
di Banyuwangi pada 1998-1999, pembantaian dukun santet di Ciamis, dan penculikan
oleh Tim Mawar Kopassus pada 1997-1998," kata Haris. (O-1)
Last modified: 22/11/05
|