SUARA PEMBARUAN DAILY, 29 Desember 2005
Massa Turun ke Jalan Peringati 7 Tahun Konflik Poso
PALU - Sekitar 500 orang yang terdiri dari kaum tani, buruh, aktivis mahasiswa dan
LSM se-Kota Palu, Sulawe- si Tengah (Sulteng), Rabu (28/12), melakukan aksi turun
ke jalan memperingati 7 tahun usia konflik Poso.
Dalam aksinya, massa menyatakan mendukung penerapan Inpres No. 14/2005
tentang penyelesaian masalah Poso secara komprehensif namun juga menuntut
pemerintah harus tetap membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) yang dapat
mengungkap semua kasus kekerasan dan korupsi di Poso yang telah mengakibatkan
penderitaan panjang bagi rakyat.
Aksi massa yang dikoordinir langsung Poso Center, koalisi 22 LSM untuk memantau
penanganan masalah Poso, mulai star dari taman gelanggang olahraga (GOR) Palu.
Dari tempat ini massa melakukan jalan kaki sambil berorasi di sepanjang jalan
melintasi markas Polisi Militer (POM), Korem 132/Tadulako, DPRD dan berhenti
persis di depan markas Polda yang berhadapan langsung dengan kantor Gubernur
dan Kejaksaan Tinggi Sulteng di Jl Sam Ratulangi, Palu.
Di depan markas Polda Sulteng, massa kemudian duduk dengan tertib di ruas jalan
raya tersebut, dan mengikuti orasi-orasi sejumlah pimpinan LSM di Palu.
Antara lain orasi disampaikan Koordinator Poso Center, Yusuf Lakaseng yang
menyatakan konflik Poso yang pecah tanggal 28 Desember 1998, telah
mengakibatkan lebih 1.000 orang meninggal dunia, 30.000 orang mengalami
gangguan jiwa, sekitar 17.000 rumah hangus terbakar dan sekitar 98 ribu jiwa warga
Poso hidup terlunta-lunta dalam pengungsian.
Ke Akar-akarnya
Kekerasan Poso katanya, tidak akan pernah berhenti jika tidak dibongkar sampai ke
akar-akarnya. Perlu ada TGPF untuk mengusut kekerasan Poso terutama yang
menyangkut masalah-masalah korupsi.
Korupsi dan kekerasan Poso, kata Yusuf, sangat berkaitan erat. Dana-dana bantuan
untuk masyarakat korban konflik Poso, telah menjadi sumber terjadinya korupsi yang
melibatkan para pejabat penting di daerah ini.
"Penangkapan/penahanan mantan Bupati Poso Andi Asikin Suyuti baru sebagian
kecil dari praktik korupsi dana kemanusiaan Poso yang lebih besar dan melibatkan
pejabat-pejabat penting lainnya di sini," katanya.
Pada kesempatan itu hadir pula Pastor Jimmy, Paroki Gereja Khatolik untuk wilayah
Poso-Morowali, dan ikut memberikan orasi.
Dalam orasinya, Pastor Jimmy menekankan kembali bahwa konflik Poso bukan
konflik agama, melainkan agama telah dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu
untuk menciptakan konflik dengan tujuan-tujuan tertentu di Poso.
Ia juga meminta eksekusi terhadap tiga terpidana mati kasus konflik Poso, Fabianus
Tibo, Dominggus da Silva dan Marinus Riwu ditunda, dan memberikan kesempatan
pada ketiganya untuk mengungkap secara terbuka siapa sesungguhnya dalam
kerusuhan Poso.
"Ketiganya hanya kambing hitam dari oknum-oknum tertentu yang menjadi dalang
kerusuhan Poso," katanya.
Orasi tentang kekerasan perempuan di Poso juga disampaikan Soraya Sultan dari
aktifis Koalisi Perempuan Sulawesi Tengah.
Dalam aksi itu, massa samaekali tidak mengagendakan untuk bertemu Kapolda atau
Ketua DPRD Sulteng. Tapi massa hanya menghabiskan waktunya berorasi dan
setelah itu bubar dengan tertib. (128)
Last modified: 29/12/05
|