Home | Contact Us | Back | Next

 

KISAH SEPEDA BALAP

Pada suatu hari di tahun 1995(?), saya mendapat pinjaman sepeda balap dari Mas Didik (Ketua PKS waktu itu). Niat baiknya adalah supaya saya bisa menghemat ongkos naik bus dari Asrama Cemara Lima, di mana saya tinggal, menuju Yayasan Gloria, di Kotabaru atau ke kampus, atau mengajar anak SMA yang ikut les privat.

Tentu saja saya sangat senang. Setelah mengambilnya dari rumah di mana Mas Harli tinggal dan membawanya ke tempat tukang sepeda untuk ganti ban dalam, pasang sandaran dan membeli gembok, sepeda itu siap saya pakai.

Rodanya yang kecil meredam gaya gesek terhadap jalan aspal dan membuat sepeda itu mampu meluncur dengan cepat mengantarkan saya ke mana saya ingin pergi. Sesampai di asrama, sepeda itu biasa saya kunci berdampingan dengan sepeda rekan-rekan asrama yang lain. Karena takut hilang, sepeda itu kadang-kadang saya bawa naik ke lantai dua dan saya gembok di sana.

Beberapa bulan sudah sepeda itu menemani saya.

Suatu hari setelah pulang kuliah, sepeda itu saya gembok di lantai bawah. Ketika saya menaiki tangga menuju ke kamar saya, seorang rekan yunior menyarankan,"Mas, sepedanya tidak dibawa naik saja? Nanti hilang lho Mas!" "Ah, sudah biasa di situ. Lagipula di situ kan banyak sepeda yang lain." Jawab saya.

Tetapi ketika menaiki tangga itu, tiba-tiba terbersit dalam hati saya untuk melakukan barter atas sepeda itu. Dalam hati, saya berkata kepada Tuhan," Tuhan, kalau sepeda ini hilang, sebagai gantinya, saya ingin 10 orang bertobat." Saya terus berjalan menaiki tangga dan menuju ke kamar saya. Sementara itu hati saya tidak merasa tenteram dengan hal itu dan saya pun berkata lagi,"Baiklah kalau begitu, sepeda itu boleh hilang asal ada satu orang bertobat!" Lapanglah hati saya, yakin akan jawaban-Nya.

Malam berlalu, tibalah pagi. Penghuni asrama geger dengan hilangnya sejumlah sepeda...termasuk sepeda saya. Mengetahui hal itu saya tahu bahwa Tuhan menjawab keinginan saya. Ketidakkagetan saya membuat teman saya heran,"Mas ini gimana sih, sepedanya hilang kok tenang saja," katanya. Teman-teman memburu sepeda itu di pasar-pasar sementara hati saya tidak sabar menantikan jawaban Tuhan.

Sore itu Johny, teman saya mengajak ke Kaliurang. Setelah bercakap-cakap dan menyampaikan Kabar Baik kepada beberapa orang di situ. Salah seorang berlutut, berdoa menerima Kristus! Saya tidak tahu di mana orang itu sekarang. Tetapi yang saya tahu, Tuhan telah menjawab doa saya dan Ia akan senantiasa menjawab doa anak-anak-Nya!

Note: Terima kasih Mas Didik atas sepeda balapnya. Maaf Mas Harli, sepedanya telah saya barter. [HN/02/01/04]

Copyright © 2003 - Hendro Nugroho