Kalau Anda pernah melihat bentuk negara Chile, mirip dengan lempengan bacon di menu makan pagi restoran kapal ini :-). Memanjang seperti bacon strip. Di baratnya terletak Samudera Pasifik, di utaranya ada Peru dan Bolivia, di timurnya bertetangga dengan Argentina. Anda juga semestinya sudah tahu bahwa batas di selatannya adalah Drake Passage, antara Cape Horn dan benua Antarctica. Panjangnya 'bacon strip' ini bukan main, 4300 km alias naik mobilpun gempor nyetir sejauh itu. Hanya lebarnya rata-rata cuma 175 km alias sejauh Jakarta Bandung, Toronto ke Belleville kalau Anda tetanggaku. Oleh karena ia memanjang dari utara ke selatan demikian, variasi iklimnya besar sekali. Dari mulai iklim gurun di Atacama di utara, ke iklim seperti Laut Tengah di tengahnya sampai ke iklim glacier dan alpine di selatannya, yang sudah kami amati sejak berangkat dari Ushuaia.
Karena saya tidak terlalu tertarik akan sejarah maupun politik negeri lain, kita lewatkan urusan dalam negeri Chile :-). Kalau Anda berminat, baca-baca sahaja dari Internet. Ada kesamaan atau kemiripan antara Chile dan Indo. Yakni berkuasanya diktator Augusto Pinochet bisa disamakan dengan Cing Eyang dimana setelah mereka rontok dari kekuasaan, ada 4 presiden yang relatif bersih dan yang memerintah bukan lagi pembantai manusia. Sekarang Chile diperintah oleh presiden cewek, Michelle Jeria, tak heran negaranya jadi semakin makmur :-). Jangan disamakan dengan Bu Mega tapinya penggemar film kartun Tom and Jerry doang :-). Sebelum saya dilempari batu oleh fans PDIP di milis ini, kita beralih ke dongengan mengenai Selat Magellan azha.
Dari Punta Arenas kapal balik kembali ke arah bawah meskipun semalam sudah melaluinya ketika datang dari arah Beagle Channel. Kita akan dibawa sampai ke Samudera Pasifik untuk selanjutnya masuk fjord-fjord di hari Kamis esok. Cuaca memang luar biasa sebab kata si Sahin, di dalam pelayaran lalu kapal ini tidak bisa mendarat di Punta Arenas lantaran tingginya ombak kencangnya angin sebab memang Selat Magellan selain luas sekali juga terbuka ke Atlantik di bagian Punta Arenas. Kemarin siang pun ketika mendarat dan terlebih ketika balik, kapal sekocinya cukup dibuai ombak setinggi sekitar 1 meteran. Untung kami sudah biasa naik canoe alias ombak segitu dengan kapal motor mah oke saja. Memang sejak dari dulu selat ini dianggap susah untuk dilayari oleh karena cuacanya itu. Itu sebabnya Amrik susah-payah membuat Selat Panama.
Keganasan Selat Magellan dipertontonkan kepada kami semua di pagi hari ini, Rabu 28 Januari ketika kapal mulai ajojing. Sedemikian sehingga tak pernah sejak berangkat dari Buenos Aires, ombak di laut setinggi ini, termasuk ketika di Cape Horn. Kecepatan angin 100 knot, sekitar 180 km/jam dan ombak setinggi beberapa meter, padahal kami ada di suatu selat. Namun ujung kedua daratannya tidak kelihatan saking lebarnya selat ini. Berkat sering canoeing Bang Jeha dan nyonya masih belum perlu makan obat poyeng dan masih bisa bermain bridge di pagi harinya :-). Kalau saya tak sebut, artinya kami engga jadi juara pertama tetapi buat prens kami se-ABS, cuma jadi juara II prens. Kecepatan angin tersebut terasa sejak malam harinya dimana cabin kami bunyi kereyat-kereyot dari suara kayu-kayuannya yang saling bergesekan. Ketika saya keluar ke gym untuk fitness, tak ada seorang manusia pun. Belakangan menjelang jamnya, barulah para langsingers, cewek semua, mulai nongol.
Siang harinya, rakyat sekapal yang norak termasuk kami berdua, berbondong- bondong ke luar kapal untuk menonton suatu glacier dari jarak dekat. Hal ini tidak ada di dalam jadwal atau suatu 'surprise' yang diberikan atas kebaikan hati kapten kapal, Oom Claus Andersen. Ia sengaja masuk ke suatu teluk dimana kita bisa melihatnya dari jarak dekat sekali, sekitar 500-an meter. Glacier bernama Skua atau Amalia Glacier ini termasuk glacier primitif sebab berwarna kebiru-biruan. Glacier yang kami pernah lihat di Alaska cuma berwarna putih dan kehijauan. Panjang Amalia sekitar 26 km dimana sudah menyusut 10 km-sejak Bang Jeha lahir :-). Dari jauh sudah terlihat bongkahan-bongkahan es yang mengapung disana-sini membuat pemandangan menjadi lebih mencekam. Bosan melihat glacier, sebab tak ada lagi pemandangan atau kegiatan menarik, ogut siesta, dabos nonton pilem klasik di TV, The Birdman from Alcatraz.
Di tayangan terdahulu saya sudah mengemukakan keokean dan ketidak-bagusan cruising dengan Royal Caribbean International. Di kapal Princess, banyak lukisan yang bagus-bagus yang memperlihatkan keindahan disana-sini. Ente ngerti ye :-). Di kapal ini payah banget mek. Lukisannya hamba tidak ngerti dimana bagusnya, bangsa lukisan abstrak a la Picasso. Masih mending melihat lukisan prenku anak Betawi Bang Herry yang sekarang jadi pelukis terkenal di Kanada dan digemari para fansnya. Tak heran, Bang Herry adalah langganan tetap Jeha Outfitter, kemana saya adakan trip ia selalu ikut. Sama seperti orang-orang semeja kami yang selalu ikut Royal Caribbean kemana juga.
Di kapal Princess selain kolam renang arus yang oke, kami suka bermain paddle tennis, bermain di lapangan dengan bola tenis dan tepokan seperti bat pingpong tapi gedean. Disini meja pingpong cuma ada satu dan setiap kami kesitu, ada saja yang lagi bermain. Sekali-sekalinya kami main, sudah bangsanya jam 11 dan enersiku sudah hampir sirna alias kalah 3-0 dari dabos. Itu sebabnya setiap ada bridge session, kami bermain. Melihat program esok sedikit lumayan sebab di siang harinya ada 'spinning class', yakni ngenjot sepeda statis. Meskipun kudu bayar $ 12 per orang, lumayan dah untuk membantu memperlembat ketambunan tubuh kami :-). Juga esok malam pagelaran di Aurora Theatre-nya berupa pertunjukan kelompok dari Tango Buenos Aires yang mestinya engga malu-maluin bangsa mereka. Semoga.