Apa nama ibukota Uruguay? Kalau Anda menjawab Montevideo tanpa menyontek tulisanku kemarin, ilmu bumimu kemungkinan dapat 9, 10 untuk gurumu :-). Jarak kota itu dari Buenos Aires dekat sekali, sekitar 200-an km ke timur menuju Lautan Atlantik. Negeri di pantai barat samudera ini, yang dikelilingi Brazil di utara dan Argentina di barat serta selatannya, juga merupakan jajahan Spanyol sehingga serba kuno. Menurut Mercer Human Resource Consulting yang sering menilai kualitas kehidupan warga kota sedunia, kota ini top di Amerika Latin, artinya dari Amerika Selatan sampai ke Tengah. Uruguay tidak terlalu luas sebetulnya, sekitar 400 km x 400 km, persisnya 176 ribu km persegi atau lebih besar sedikit dari Pulau Jawa doang. Ia hanya lebih besar dari Suriname atau negara terkecil kedua di AmSel. Ia nomor dua juga di seluruh benua Amerika, setelah Kanada, yang mengakui pernikahan sesama jenis. Padahal, seperti juga Kanada, jumlah Katolikersnya sekitar 50% penduduk. Sebab Uruguay juga memisahkan secara penuh antara urusan kaisar atau negara dengan Tuhan, istilahnya 100% sekuler.
Hanya 1,3 juta penduduk Montevideo dan terasa aman. Bisa juga karena ada puluhan polisi turis yang berjaga-jaga, di hampir setiap persimpangan jalan utama kota, tak salah karena tahu Bang Jeha akan mampir, ihik ihik :-). Bukan saja penduduknya tampak ramah sampai menawarkan mau engga dipotret duaan pakai kamera kami, juga polisinya minta dipotret bersama. Kecantikan dan kegantengan cewek cowoknya cuma kalah sedikit dengan Buenos Aires :-). Ya warga Amerika Latin kita tahu cantik dan ganteng, di Uruguay umumnya basteran Itali dan Spanyol dengan pribumi. Montevideo meskipun didirikan di tahun 1726 oleh gubernur Buenos Aires saat itu bernama Bruno de Zabala, baru berkembang mulai tahun 1860. Di tahun 1950 diktator militer dan kemelut ekonomi membuat perekonomian kota dan negeri ini menjadi amblas. Sepertinya perlahan-lahan mereka mulai oke lagi, tampak dari adanya Burger King dan McDonald disitu. Kemajuan suatu kota dan negara akan lebih jelas terlihat bila ada kantor IBM di jalan utamanya :-).
Ya, jalan kaki sekitar 2 jam keliling kota a.l. membawa kami ke daerah prestis atau paling terkenal, Plaza Independencia dimana terletak kantor IBM Uruguay. Sebelumnya kami sengaja mampir dulu di Catedral Metropolitana, gereja Katolik yang didirikan pada tahun 1790 dengan bentuk arsitektur neoklasik Spanyol, untuk komat-kamit berterima kasih ke Oom Han, Bunda Maria dan mendoakan Anda. Kementerian Turisme negeri ini boljug kerjanya sebab selain mengkaryakan poltur, polisi turis, begitu kami turun dari kapal, brosur dan peta cuma-cuma diberikan. Isinya self-guided walking tour, bermula dari dermaga di pelabuhan kapal cruise sampai ke kantor IBM (benar sampai ke Independence Square) untuk kemudian balik lagi. Di salah satu jalannya, Sarandi, bertebaran kios-kios dan meja pedagang ... barang-barang butut atau barang loak. Si bule bilangnya antique :-). Memang disitu bisa terlihat bor kayu yang dipakai kakekku dan kocokan telor era nenekku. Pokoknya untuk para manula, barang-barang yang dipajang dan dijual, bisa membuat kolektor barang antik, bernostalgia. Mpok Cecile tertarik kepada suatu sendok kecil aneh, sebesar sendok teh tapi ujungnya penuh lubang-lubang kecil. "Buat apa yah dear," tanyanya ke suaminya. "Kurasa buat ngaduk dan nyaring bubuk kopi," jawab saya. Belakangan ia ketemu salah satu nyonya penjualnya yang menerangkan fungsi sang sendok adalah buat dipakai penyedot minum teh alias ada sedotannya atau berbentuk sedotan.
Puas nonton engga beli, kami balik ke kapal untuk seperti biasanya habis "portaging", kali ini engga gotong canoe cuma bawa kamera, video dan GPS, nyemplung di kolam renang. Suhu di Montevideo oke banget, sekitar 23C alias nyaman tidak membakar tetapi menghangatkan tubuh. Matahari cerah, langit hampir tak berawan dan dimana-mana hijau royo-royo. Kontraskan dengan psiko kami yang sejak bulan Desember terus-terusan nyekopin salju di pemandangan kota yang serba putih, terkadang abu-abu alias es kotor bergaram disana-sini. Itulah sebabnya, take a break, pulkam atau jalan-jalan ke negeri tropis di Januari Pebruari adalah perilaku oke. Untuk Anda yang masih berkendala alias belum pensiun, camkanlah pepatah Bu Kartini, "habis gelap kan terbit terang".
Satu hal penting namun. Ikut kelas 'stretch and meditation' selama 30 menit dimana tiap posisi stretch dipertahankan dilakukan semenitan, membuat kita memang merenung bahwa tubuh perlu kita pelihara dengan baik. Kulihat orang yang fit semua di sekeliling kami, di luar ruangan untuk stretch, puluhan laki perempuan tua muda lelarian di atas 'threadmill' atau ngenjot 'bike exercise'. Semuanya agar supaya bisa ikut cruise terus dan makan kenyang 3 kali sehari tanpa diet-diet-an. Memang sedih banget kalau masih punya uang tetapi sudah tak mampu menikmati makanan atau pergi kemana-mana, terkendala karena sakit. Itu sebabnya tak heran kalau kita suka mendengar keluhan manula yang minta mati saja, bosan hidupnya di dunia :-(. Tak heran juga mengapa mayoritas penumpang cruise para manula. Pertama mereka tak usah masak dan membersihkan rumah seminggu sebulan :-), kedua setiap hari bisa menikmati hidangan 'all you can eat', jalan-jalan kesana-sini di setiap pelabuhan singgah dan di malam harinya ada atraksi skala internasional yang sering memang bagus seperti pertunjukan 'gaucho', sebutan untuk koboi Amerika Selatan tadi malam. Mereka mempertunjukkan cem-macem tarian, permainan musik dari mulai gendang sampai seruling hingga gitar dan kebolehan yang lain dari yang lain seperti mempermainkan tali dengan ujung bola keras yang akan berbunyi bila dihentakkan ke lantai untuk kemudian menghasilkan bunyi harmoni musik saat diperagakan oleh tiga empat orang secara serentak. Kalau sudah demikian, ongkos cruise kami per hari $ 500 menjadi serasa impas :-).