Cruise ke Amerika Selatan # 9

Sesudah 10 hari berlayar barulah tanah air beta disebut di dalam brosur kapal yang menerangkan tentang sejarah Punta Arenas, Chile. Alkisah pada tanggal 20 September 1519, 270 kelasi dengan 5 kapal dimana hanya sedikit dari mereka pernah berlayar hingga ke laut lepas, berangkat dari Sanlucar de Barrameda di Spanyol. Raja negeri itu, Charles I menugaskan Juan Sebastian Elcano sebagai navigator dan admiral Ferdinand Magellan, seorang kapten Portugis, untuk mencari jalanan melalui barat ke timur ke kepulauan rempah-rempah Indonesia. Setelah setahun mengalami badai, kelaparan dan kehausan, penyakit, desersi, kandasnya kapal, kekuatiran dan ketakutan, pemberontakan dan eksekusi, pada tanggal 21 Oktober 1520, navigator Juan mencatat koordinat di peta kapal, 52 derajat 30'13 lintang selatan, 68 derajat 28'54 bujur barat. Tak tahu pada saat itu sebenarnya, tapi Magellan baru saja menemukan jalanan baru dari Atlantik ke Pasifik.

Dengan hati-hati Magellan bersama Elcano mengemudikan kapal mereka melalui selat sepanjang 560 km tersebut, yang belakangan dinamakan sebagai Selat Magellan tanpa beliau tahu. Sebab dibutuhkan lebih dari 3 abad berikutnya untuk orang Spanyol maupun orang Chile sebelum mereka berhasil membuat Punta Arenas sebagai kota yang layak ditinggali. Tak lain tak bukan karena ganasnya iklim daerah ini. Kota itu menjadi tempat persinggahan yang penting bagi kapal di jalur Atlantik Pasifik untuk mengisi perbekalan maupun bahan bakar kapal berupa batubara. Kemudian lagi, dengan diternakkannya biri-biri disitu, industri wool menjadi maju. Punta Arenas juga menjadi pangkalan ekspedisi ilmiah ke Antarctic dan sekarang disinggahi Bang Jeha turis dari Kanada :-). Dengan dibukanya Selat Panama di tahun 1914, vitalitas Punta Arenas berkurang tetapi tetap menarik sebagai obyek turisme.

Masih meneruskan dongengan sejarah, Magellan yang berhasil untuk pertama kalinya muncul di Samudera Pasifik tersebut, apa daya, pada tanggal 27 April 1521, tewas di dalam pertempuran melawan orang Filipin yang ngeroyok mereka. Ia masih sempat memerintahkan semua anak-buahnya untuk kabur wae balik ke kapal dan meninggalkannya menghembuskan nafas di pantai Pilipin. Pada tanggal 6 September 1522 alias 3 tahun kemudian, Juan Sebastian Elcano si navigator yang setia berhasil membawa satu-satunya kapal dari 5 kapal awal, Victoria, berlabuh kembali di Sanlucar de Barrameda. Kumuh dekil kelaparan, dari 270 pelaut di atas, 17 orang selamat dan berhasil pulang pergi dari kampung mereka sampai ke Pasifik hanya dengan bantuan bintang sebagai alat navigasi. Padahal Bang Jeha sudah pakai GPS pun masih sering nyasar kalau canoeing :-).

Dari sejarah kita kembali ke saat sekarang, hari ini, Selasa 27 Januari 2009. Kapal tidak bisa merapat di dermaga sebab dibutuhkan minimum 10 meter dalamnya air untuk dasar kapal tak kandas. Karena kapal bergerak dan ada ombak atau turun naik, perkiraanku, kalau kedalaman pelabuhan kurang dari 20 meter, kami jadi mendaratnya pakai kapal sekoci lagi atau tender. Sebab pagi-pagi fitness aerobic, satu-satunya cowok di antara cewek (selalu mayoritas urusan fitness) saya jadi lupa mesti ambil karcis. Akibatnya kali ini dapat yang untuk sekitar jam 11:30-an. Setelah membaca cem-macem buku maupun lewat Google mengenai Punta Arenas, kemudian lagi melihat seperti apa keadaan dan letak kotanya, saya memutuskan 'self walking tour' sahaja. Ada satu tempat yang tadinya saya berminat kunjungi, Magallanes Forest Reserve. Tapi melihat keadaan geologinya maupun deskripsi brosur kapal, tidak bakalan lebih bagus dari Tierra del Fuego National Park kemarin. Lebih baik ongkos 2 x US$ 50 dipakai untuk cruise yang berikutnya, iya engga prens :-). Cita-cita kami adalah ke Kepulauan Hawaii dan Tahiti sebab Cecile belum pernah kesitu dan saya cuma baru ke Pulau Oahu.

Begitu tender sampai di dock, kami antri sedikit untuk melalui imigrasi Chile cukup dengan memperlihatkan formulir yang sudah diconteng di kotak 'no' 'no' 'no' nya, artinya kami engga (cari perkara) bawa segala macam benda terlarang maupun buah yang tak disukai orang Chile. Ya, kami masing-masing bawa sih buah tetapi itu tak perlu di-declare :-). Karena pikiran Bang Jeha yang memang suka ngeres, maka ia sangat mendukung cita-cita dabosnya untuk pergi mencari gereja guna berdoa. Chile bekas jajahan Spanyol, so pasti gereja Katoliknya banyak. Benar saja, baru jalan sekitar 2 blok, sudah kedengaran lonceng gereja, angelus atau jam 12 berdentangan berkali-kali. Mau masuk kesitu yang ternyata katedralnya, weladalah ditutup rek. Padahal menurut aturan sebetulnya gereja Katolik tidak pernah boleh ditutup dikunci. Rupanya banyak maling di kota ini sebab memang kotak kolekte atau sumbangan adalah sasaran emphug. Terbukti dari ketika kami mendekati sang katedral, seorang tukang minta-minta menengadahkan tangannya sambil meminta sedekah dalam bahasa Spanyol. Tidak punya mata uang Chile, pesos (1 US$ 600 pesos) terpaksa kami bilang pasaban.

Karena rasa berdosa, maka kami terus mengayunkan langkah 7 blok lagi ke arah timur untuk mencari satu lagi gereja Katolik, yang kesemuanya berada di bawah Ordo Salesian dengan bosnya dahulu St. Francis de Sales. Nasib sial kami alami sebab lagi-lagi gereja ini ditutup. Hari sudah menjelang siang alias perut mulai lapar. Makanan rohani tak diperoleh, terpaksalah makanan jasmani sahaja yang menjadi tujuan kami tuk balik lagi ke kapal sambil sightseeing dan ngaso di satu dua tempat, antaranya di alun-alun kota bernama Plaza de Armas dimana ada patung Admiral Ferdinand Magellan, jagoan tempat ini.

Selama 2 hari mendatang, selepas kami dari Punta Arenas yang memang merupakan suatu kota, antara lain karena banyak banget abri-nya :-) kapal tidak akan berlabuh. Ia hanya akan berlayar menelusuri Selat Magellan sampai ke Pasifik dan juga akan masuk ke Chilean Fjord. Geologi negeri ini memang istimewa dan akan hamba dongengkan di tayangan berikutnya. Chile adalah negara termakmur di Amerika Selatan, dengan penduduk cuma sekitar 16 juta dan sekitar 10 ribu dollar per kapita pendapatan setahunnya. Selain politiknya yang stabil, ia menempati peringkat atas dari seluruh negara Amerika Latin di dalam kemampuan bersaing, kualitas hidup, kebebasan ekonomi, rendahnya korupsi maupun tingkat kemiskinan. Hanya satu pengemis di depan katedral yang kami temui sehingga tidak bisa dijadikan patokan. Kota seperti Punta Arenas pun keliatan modern, padahal tidak ada gedung IBM maupun resto McDonald-nya. :-)

Home Next Previous