Hari ini, 21 Mei 2008 adalah hari di atas kapal karena makan waktu untuk ke Stockholm dari Copenhagen yang terletak di ujung barat daya Laut Baltic. Pagi-pagi, saya membereskan konfigurasi wireless di laptop ini untuk bisa berkomunikasi dengan wireless Crown Princess. Teknologi provider Internet mereka sudah semakin canggih sebab otomatis setiap kabin punya login ID, tinggal diaktifkan. Ongkos admin "nyambungin" US$ 3.95, one time access fee, dan setiap menitnya $ 0.75. Speed-nya rendah, sama seperti dial-up di kota yakni 48Kbps-an. Satu pengalaman khas yang tak pernah terjadi selama ini saya alami kemarin ketika mau membayar karcis kereta listrik di airport Copenhagen. Setelah menggesekkan kartu kredit VISA saya, walah mesinnya minta nomor PIN yang selain tak saya hapal, tak pernah saya perdulikan atau tahu. Ya, dimana- mana sampai pun ke FO-FO di Bandung, pakai KK tak pernah perlu PIN. Akibatnya saya mesti keluarkan debit card Bank of Montreal saya yang di Eropa ini menjadi Maestro transaction, sesuatu proyek di kumpeniku di Kanada nanti.
Pagi-pagi sehabis mengirimkan tayangan dan minum kopi sendirian, isteriku masih asyik tidur, saya pergi ke tempat fitness. Ceritanya di jam 7 pagi ada program rutin di kelab kebugaran, long lean and stretch. Weladalah, cuma Bang Jeha Anda yang nongol alias 3200 penumpang lainnya memilih tidur terus. Ada beberapa fitness freak yang lebih serius dan sudah berlari di atas treadmill sih. Ya, kata si Billy London, cruise director yang juga menemani kami waktu cruise bersama Princess ke Mediterranean, selain sebanyak itu jumlah penumpang kali ini, juga ada 1400 pekerja rodi atau awak kapalnya. Tidak seperti di kapal MSC ataupun Holland America dimana banyak banget Melayunya, di kapal ini mayoritas saya liat Filipinos. Tampang Jawi yang saya tegur di Horizon Court buffet dining room, ternyata anak Pilipin :-).
Kemarin saya katakan, usaha saya menulis tentang cruise dan mengirimkannya ke majalah Indonesia Media, publikasi imigran ex Indo di luar batang terbitan Los Angeles, sudah membuahkan hasil berupa semakin banyaknya Melayu yang ikut cruise. Kritik di komentar akhir perjalanan yang sering saya tulis bagi kumpeni cruise ini, terutama Princess juga sudah membuahkan hasil. Bukan saja bersama kami ikut cem-macem tukang nyanyi dan tari, tetapi juga geologist dan biologist serta pakar permainan bridge. Jadi setelah selesai makan pagi, saya dan Cecilia ikutan acara 'Twinkle Twinkle What That Star?' yang merupakan ceramah intro bagi mereka yang senang astronomi. Leluhur Anda semua, para pemirsa yang kuhormati, kecuali yang hijrahnya dari Afrika jalan kaki seperti nenek-moyang Pithecanthropus Mojokertensis atau orang Papua berambut kribo, mestilah berasal dari Assam sekitar Thailand di jaman purba. Yang pasti mereka memilih naik perahu dan karena belum ada GPS di waktu itu, tak kalah yakinnya, mereka pasti berpedoman kepada bintang di langit untuk mencapai Nusantara kita yang indah permai dulu, tapi sekarang penuh sampah. Itu sebabnya ilmu astronomi selalu menarik. Lah binatang saja bermigrasi dengan mempedomani bintang, kata si Jules Talarico, wong Amrik asal New Jersey yang memberikan ceramah.
Sedemikian padatnya acara pagi sehingga kami cabut pas Jules mulai menjelaskan satu persatu rasi bintang di langit, yang sering kami pantau memang bila melakukan interior camping. Kami lalu ikut ceramah teknik permainan bridge yang dipandu oleh seorang perempuan yang tampak jagonya, Barbara Nist namanya. Ia menjelaskan berbagai teknik bermain sebab memang itulah yang paling universil dari permainan bridge. Bidding system kita bisa lain-lain tetapi kalau sudah terjadi kontrak, semua akan membutuhkan teknik bermain yang oke punya. Nah, kemudian kami ikut pertandingan 6 meja, 12 pasang para peserta cruise ini. Tidak percuma Bang Jeha dan Empoknya suka bengkelai kalau sedang berpasangan :-), tak sia-sialah Dekan dan PuDek Akademi Bridge ServiamTO selama ini berusaha memasang kami berdua. Sebab kami menjadi juara kedua dengan score 48, dimana juara kesatu score-nya 49. Kami memang bermain cukupan bagusnya, isteriku boleh dibilang bermain gemilang mengingat levelnya baru pemula. Soalnya lawan-lawan kami dedengkot bridge, anggota ACBL (American Contract Bridge League) yang sudah bermain puluhan tahun. Bagusnya lagi dan itu menjadi pelajaran juga untukku, mayoritas pemain yang berpasangan campuran merupakan pasutri dan tak ada yang berkelahi :-). Thank you partner!