Tayangan saya berjudul 'The Hurting People' yang menceritakan pengalaman saya dan Cecilia camping rupanya disukai warga Net ini, tampak dari email pribadi maupun umum yang sempat kami terima. Terima kasih kembali. We love you too. Nah, sebagai encore atas applause beberapa di antara Anda dan karena yakin tayangan ini tidak akan diludahi, saya ingin membagi renungan saya yang umumnya saya lakukan bila kami camping dan saya kalah main Scrabble :-) :-).
Ya, bila hari mulai gelap dan bermain Scrabble maupun kartu sudah tidak asyik maka kami selalu mulai menyalakan api unggun. Entah mengapa, mungkin pengaruh nenek moyangnya yang tinggal di gua masih sangat kuat, Cecilia senang sekali bermain api unggun. Kalau ia tidak mengantuk atau cukup jatah kayu, sampai pagi pun ia sanggup melamun di depan api unggun. Sekali kami camping ke interior camp site di Bon Echo Provincial Park dan aduh aduh, jatah kayu bakarnya seabrek-abrek alias ada satu pohon cemara (pinus) tumbang. Asyiknya memasang api unggun dari kayu pohon cemara itu! Sudah mudah menyalakannya karena berminyak, wanginya bukan main, harumnya kayu cemara itu semerbak. Yang menambah asyiknya adalah mendapat kayu bakar kelas satu serba gratisan :-). Waktu bulan Agustus lalu kami mampir di Jerman dalam perjalanan ke Indonesia dan sempat selama 3 hari 3 malam dijalan-jalani oleh teman kami dari Stuttgart. Nah, kami melihat banyak sekali tempat camping sepanjang perjalanan tetapi semuanya ada tulisan atau gambar dilarang menyalakan api unggun. Sungguh kasihan orang Jerman, pantas ada yang lebih betah tinggal di Indonesia meski kapal terbangnya sampai mesti ditukar dengan beras ketan :-).
Karena senang menemani nyonya yang bahagia bermain api (sungguhan) seperti itu, saya jadinya ikut-ikutan melamun bersama dia. Terakhir waktu di Algonquin minggu lalu, saya katakan kepadanya, "Sayang aku tidak punga laptop nih, kalau engga, pengangguran begini, 10 tayangan sih jadi nih." Kalau Cecilia sedang bersusah payah mulai menyalakan api unggun itu, terkadang saya berpikir, kog manusia seperti itu ya. Bila kayu dalam keadaan basah, sukar untuk dibuat menyala. Bila manusia yang bersangkutan tiada semangatnya atau dalam keadaan terluka, sukar untuk menggiatkannya. Jangankan untuk berbuah. Kayu yang basah dan dinyalakan membuat asap api keluar seabrek-abrek alias membuat mata saya ikut pedih. Dibutuhkan banyak kerja keras dan usaha sungguh-sungguh sehingga akhirnya kayu dapat menyala. Demikian pun manusia, dibutuhkan banyak kesabaran menghadapi mereka yang tidak bersemangat untuk dapat tumbuh dan berbuah. Eh, romo-romo yang berkarya di paroki saya lihat manggut-manggut tuh. Beberapa jenis kayu seperti kayu cemara di atas, sekali menyala tidak perlu dikipasi lagi dan akan terus menyala sampai menjadi bara dan kemudian abu. Manusia pun ada yang seperti itu, memberikan dirinya untuk dinyalakan, menghangati sesamanya sampai menjadi bara dan abu. Kalau api sudah mulai menyala dan banyak kayu yang terbakar, saya perhatikan, akan lebih mudah bagi kayu-kayu yang lainnya untuk ikut menyala, tentu berkat panas disekelilingnya. Itulah komunitas, seperti di gereja, di Net, di keluarga dan pergaulan sosial lainnya. Insan Kristiani tidak dapat hidup sendirian, tidak ada namanya 'an individual Christian'. "Ah, aku sih asal ke gereja ikut Misa dan tidak bikin susah orang, cukup deh Bu," demikian ucap banyak para bapak kepada isterinya bila disuruh ikut Dewan Paroki, atau aktif di Lingkungan dan Wilayah. Nice try :-).
Bila Anda senang main api unggun terutama di Amerika Utara sini, Anda akan tahu ada kayu yang termasuk jenis 'softwood' ada yang jenis 'hardwood'. Jangan tanya kepada saya jenis pohon apa sebab ilmu bumi saya belajarnya kayu cendana, kayu rasamala, kayu tanjung, kayu jambu, kayu sawo, dan banyak kayu lainnya lagi yang sekarang menjadi nama jalan elite di Jakarta. Nah, kayu jenis softwood murah harganya, mudah terbakar tetapi cepat menjadi abu. Sebaliknya hardwood lebih mahal dan lebih berat, lebih sukar dinyalakan tetapi sekali terbakar akan tahan lama sekali sebelum menjadi abu. Kalau membelikan kayu untuk bermain apinya Cecilia, saya selalu beli satu kantong softwood dan satu kantong hardwood, dicampur begitu. Jadi pada saat mulai menyalakan, kayu softwood yang akan lebih banyak dipakai Cecilia dan nanti kalau api sudah membesar barulah ia memakai hardwoodnya. Ah, manusia pun seperti itu. Tuhan kan menciptakan kedua jenis kayu itu dan juga manusia yang 'soft' dan yang 'hard'. Dari segi positif, yang soft boleh disebut mereka yang mudah menggereja dan memanasi lingkungannya. Yang hard adalah yang sukar tetapi sekali aktif akan lebih hebat karyanya. Dari segi negatif yang soft adalah yang mudah terlukai, yang kurang tahan banting, yang sering kebingungan dan lalu melarikan diri atau menceraikan diri. Sebaliknya yang hard adalah yang teguh imannya, pejuang sejati, yang bila menghadapi krisis kehidupan yang dilihatnya bukan huruf bahaya melainkan huruf kesempatan dari aksara Cina untuk kata krisis. Yang soft adalah yang bertanya "why me?", yang hard bertanya "what You want from me?" Jangan Anda salah sangka atau cepat-cepat mengambil kesimpulan, "Ah si Anu masuk soft tuh, si Polan jenis hard." Karena istimewanya ciptaan Tuhan bernama manusia ini, kadang-kadang ia menjadi soft, di lain saat ia bersifat hard. Jatuh bangun begitu, saya pun merasa seperti itu dan di dalam renungan selalu bertanya, "what kind of wood am I now?" Jadi renungan api unggun memang suatu refleksi diri bagi kami.
Karena kita menggereja dan supaya api unggun kita pun bernyala dengan mudah kita membutuhkan kedua jenis manusia di atas. It is a fact of life. Seninya adalah bagi romo kepala paroki, atau ketua dewan paroki, Mudika dan yang lainnya untuk mengetahui caranya menyalakan api dengan bekal kedua jenis kayu tersebut. Bila Anda ingin ikut camping bersama-sama Cecilia untuk magang dan mengamati caranya menyalakan api unggun, silahkan mendaftar melalui saya :-). Camping season di propinsi Ontario sudah dimulai, kayu bakar berkelimpahan dan tiada larangan alias dipersilahkan bermain api-unggun sambil merenungi kehidupan. Salam dari Toronto kepada para kayu berbagai jenis.