Renungan Api Unggun IV

Cerita ringan canoe camping saya bersama isteri dan teman-teman ke cagar alam Killarney sudah selesai saya tayangkan. Seperti saya tulis di PCC itu, saya tidak sempat menghadiri Misa pada hari Minggunya alias "kehilangan" Sakramen Ekaristi meski bersama isteri saya menghadiri Misa di hari Jum'at, 1 Agustus. Renungan ini bukan saya maksudkan untuk berdalih bahwa Misa hari Minggu dapat digantikan dengan canoe camping tetapi ingin mengajak Anda, terutama bila Anda tinggal di pedalaman, katakan di Tembagapura, Irian, di Duri, Sumatera, atau di Soroako, Sulawesi dimana mungkin tidak sebulan sekali Anda sempat menghadiri Misa, untuk melakukan sedikit refleksi. Mungkin juga Anda tidak beruntung dapat menikmati api unggun seperti bila saya pergi kemping, tetapi kalau Anda bisa mengakses tayangan ini lewat hompej saya, akan saya pasang di sebelahnya suatu api unggun yang bernyala-nyala dan yang lelatu apinya berpercikan ke atas :-). Anggaplah api unggun itu api unggun Anda sendiri untuk merenung.

Kita semua tahu bahwa Misa terdiri atas 2 bagian utama, Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi. Melalui yang pertama, lewat bacaan dan terutama homili dari pastor/diakon kita mendapat "setengah" makanan rohani kita di Misa itu. Apakah salah satu sabda Junjungan kita yang terpenting? Ya, cintailah sesamamu, love your neighbour. Selama 3 hari 3 malam di akhir pekan lalu, meski saya tak berkesempatan mendengarkan bacaan maupun kotbah pastor, tetapi saya merasa berbahagia dapat mendengarkan "kotbah" kelima sesamaku di canoe camping kami. Lewat interaksi, diskusi, dialog, di antara manusia yang "seiman dalam alam" saya sungguh merasa bahwa "Liturgi Sabda" dapat kita terima bukan saja melalui Misa Kudus tetapi juga di dalam kehidupan sehari-hari. Saya sempat berdiskusi cukup mendalam dengan salah seorang rekanku mengenai keseimbangan hidup, bukan hanya untuk jor-joran mengejar sang dunia tetapi juga ingat akan 'love your neighbour', berkarya bagi sesama.

Seperti pernah saya bagikan di tulisan saya yang lain, Ekaristi Kudus bagi saya adalah menerima Tubuh dan Darah-Nya sendiri, tok. Saya tidak rewel-rewel mempertanyakannya, merenungkan dasar ayat-ayatnya ataupun meragukannya. Kata sementara orang, karunia iman, kata orang lain, mungkin, ndablek. Nah, dengan prinsip seperti itu, mana mungkin kekosongan tidak menerima Ekaristi dapat terisi, jangankan oleh satu canoe camping, sepuluh, seratuspun tak akan dapat menggantikannya. Tetapi di tengah-tengah api unggun di pulau kecil itu, saya tentu tidak mencari-cari Ekaristi maupun mengiming-iminginya, tetapi merenungkan dasarnya dimana Yesus sendiri pada hari Kamis Putih 2000 tahun lalu, menciptakan Liturgi ini. Saya memang tidak berada di suatu komunio atau dapat menerima Komuni Kudus tetapi saya merasa bahwa saya ada di suatu komunio yang kudus juga, enam insan ciptaan-Nya, kesayangan-Nya. Lalu saya sempat merenungi sebentar perkataan, "Ya Tuhan, aku tidak pantas Engkau datang ke padaku ..." Memang, sering saya merasa munafik dan hipokrit, ada orang yang tidak saya senangi di komunio di dalam gedung gereja yang sama, lalu, weleh- weleh kata Mo Mardi :-), saya pergi ke depan juga untuk menyambut Komuni.

Sungguh berat untuk merasa pantas menerima Ekaristi Kudus atau ingin menyatakan bahwa aku adalah bagian dari komunitas yang kudus. Apalagi hidup di tengah dunia yang penuh dengan tantangan dan seretan untuk berdosa. Wan Nawi sahabatku si gila buku sudah menyebutkan beberapa buku yang baik dibaca. Saya sedang memesan satu buku dari toko buku cyberspace, 'People of The Lie' karya siapa lagi kalau bukan Scott Peck :-). Saya ingin mengetahui, mengapa banyak orang yang jahat dan seberapa yang paling jahat. Saya juga ingin merenungkan, dimana saya ada di dalam "skala kejahatan manusia" dan bagaimana saya dapat menurunkan skala itu bila seandainya saya termasuk 'people of the lie'. Memang saya tidak mendapat bagian kedua dari Liturgi Misa di hari Minggu lalu tetapi di tengah kehangatan api unggun dan terutama kehangatan persahabatan dengan seluruh alam dan makluk ciptaannya, baik yang tidak berkaki, berkaki dua, yang berkaki empat maupun yang bersayap, saya merasakan persatuan dengan-Nya. " ... Tetapi berkatalah saja (melalui seluruh ciptaan-Mu), maka saya akan sembuh."

Killarney Park, 3 Agustus '97

Home Next Previous