Tidak cukup bepergian 5100 km dalam 12 hari mengunjungi pantai timur Kanada, akhir pekan kemarin, Thanksgiving Day, saya pergi lagi ke cagar alam Bon Echo yang jaraknya sekitar 550 km pp dari Toronto. Tujuan utama adalah melakukan camping canoeing terakhir untuk tahun 1997 ini. Peserta trip kali ini, selain ibu Admin P-Net dari Nepean bersama 5 teman-temin rombongan Ottawa, saya dan nyonya, juga satu keluarga muda dari Toronto. Ikut sertanya sang pasutri bersama kedua puterinya berumur 9 dan 8 tahun (yang lahir alias made in Indonesia :-)) membuat saya merenung menghadapi api unggun di malam hari.
Ya, meskipun baru pertama kali ikut canoeing (mereka pernah camping) penampilan atau 'performance' seluruh anggota keluarga muda ini sungguh tidak memalukan bangsa :-). Suami isteri sangat rajin dan antusias, anak-anak mereka juga sangat kuat sampai mampu 'hiking' mengikuti kecepatan langkah kami yang sudah biasa 'hiking'. Banyak dari antara "anak-lama", rombongan Ottawa yang berkata, "It is good to introduce nature to the kids when they are still young." Tentu saja. "So that when they grow up or become adults, they will be nature lovers." Belum tentu :-). Saya lalu jadi merenungkan pengalaman saya sendiri bersama Cecilia. Entah berapa kali kami pergi camping bersama anak-anak, sejak mereka masih anak balita, malah bayi bagi si bungsu. Tetapi menjadi pencinta alam, nature lovers, jauh dari kamus mereka :-). Mereka menjadi "anak kota" yang senang "hidup di depan televisi dan video games".
Bagaimana saya sendiri? Memang saya tidak pernah diajak camping oleh ayah ibuku tetapi mengalaminya lewat kepanduan. Namun meski ayah ibuku tidak kempingan atau pencinta alam, memang ada satu dua yang "diwariskan" mereka dan menjadi kesenangan saya sampai saat ini. Salah satunya ... ya betul, bersepeda :-). Sampai ayahku meninggal dalam usia 70 tahun, ia masih setiap hari bersepeda ke pasar, berbelanja sayur mayur untuk dimasak di hari itu. Satu dua tetangga yang melayat ke rumah ibuku sempat berkata kepada kami (saya di Jakarta sejak beliau sakit sampai dimakamkan), "Aduh tak disangka yah pak Effendi yang kelihatan begitu sehat kog bisa sampai terkena kanker." Memang ia senang berolahraga. Sampai umur 60 lebih ia masih bermain badminton. Waktu saya masih kecil, terkadang kami bermain bersama-sama. Cukup bagus teknik atau pukulannya sebab ia masuk klub badminton di jaman Belanda. Ibuku juga ikut bermain dan mereka berdua memang mendukung saya waktu saya mulai main badminton di usia 11 tahun. Kebetulan saya sempat masuk klub yang baik, PB (Perkumpulan Bulutangkis) Progress dimana Tan King Gwan, salah satu anggota tim yang memenangkan Piala Thomas pertama bagi Indonesia, bermain. Asyik sekhalei melihat King Gwan bertanding melawan para pemain jagoan lainnya. Sekali-sekali seorang pemain belum dikenal waktu itu, Ting Hian Houw yang belakangan hijrah ke RRC dan berganti nama menjadi Tang Hsien Hu, suka bermain di PB Progress. Yah, dengan "belajar" dari para pencinta badminton seperti itu, sampai sekarang saya masih senang bermain badminton.
Itu memang jalan hidup atau pilihan saya. Kembali ke kedua puteri cilik di atas yang membuat saya merenung di muka api unggun, apakah suatu ketika mereka akan mengikuti jejak para gurunya, "pemain canoe" alias pencinta alam ataukah mereka akan menjadi anggota klub PB (Pelungker Berat :-))? Entahlah. Time will tell. Semoga, sebab saya setuju dengan Bill Mason, mbahnya canoeist Canada, yang pernah berkata bahwa ia sangat terkesima (awestruck) dengan keindahan alam yang dapat dinikmati canoeist sehingga ia tidak habis mengerti, mengapa tidak semua orang di dunia ini senang canoe camping :-). Salam dari Toronto.