Renungan Api Unggun VI

"Peter, I couldn't find any electrical outlet or pole around my campsite. I checked it thoroughly and circled around my site." Itulah awal complain-ku ke Peter, bos di kantor cagar alam setelah daku menempati campsiteku. Ia menagihku lebih mahal $ 1.50 per malam, tadinya kukira $ 3 per malam, karena menurutnya campsite-ku memiliki fasilitas listrik. Dasar si pelit, karena pasti bahwa situs itu tidak memiliki colokan listrik, ya buat apa sebab perlengkapanku memakai minyak dan gas semuanya, maka saya kembali ke kantor untuk minta 'refund' :-). Si Peter percaya bahwa daku tidak akan memakai listriknya sehingga ia mengembalikan uangku tanpa banyak rewel. Merasa benar sendiri :-) saya malah menasihatinya untuk memperbaiki database record untuk situs itu agar tidak salah lagi memperlihatkan adanya fasilitas listrik.

Aduh aduh aduh, pada saat saya kembali lagi ke campsite dan memperhatikan keadaan, baru kusadari kebegoanku dan sepanjang api unggun lalu kulamunkan peristiwa yang sudah terjadi itu. Campsite yang kutempati itu adalah situs yang prima alias terletak di tepi pantai (danau). Di samping itu, sang situs merupakan campsite buat camp-trailer yakni mobil segede alaihim yang isinya lengkap. Trailer itu memiliki ranjang, dapur, ruang duduk, WC merangkap kamar mandi kecil, lemari es, heater, dst. Nah, karena besarnya trailer itu maka apa yang kuanggap suatu jalanan di sebelah kiri dan kanan campsite (selain di depan dan di belakangnya) adalah lataran untuk menaruh sang trailer atau mobil raksasa itu. Akibatnya, yang merupakan suatu campsite adalah satu campsite biasa buat tenda, plus satu sisi jalanan. Nah nah nah, di seberang "jalanan" campsite-ku memang kulihat sebuah tiang dengan stop kontak :-(. Artinya, bagi setiap dua situs kita syer satu tiang dan memang aku tahu sistim seperti itu.

Jadi itulah contoh bagaimana manusia yang mempunyai 'compassion', meski ia tahu ia benar dan daku salah, ia tetap mengembalikan uangku. Sama sekali tidak terpikir olehnya untuk membuatku malu dan memberikan "pelajaran". Ia menghargai "jerih payahku" ngotot dan untuknya, uang segitu tidak merupakan prinsip. Pantas ke dalam komputernya, ia masukkan suatu komentar yang kira- kira berbunyi bahwa daku sudah terlanjur memasang tenda (sukar pindah). Pengalaman kempingku bukan menjadi pengalaman THP (red: The Hurting People, salah satu serial tulisanku) meski memang uang yang dipersoalkan relatif kecil sekali. Itulah intinya hubungan harmonis antar manusia, tepa slira dan saling menghargai. Masih banyak lamunanku beberapa jam di muka api unggun, sementara cukup sekian karena, salam dari Toronto.

Grundy Lake, 3 September '99

Home Next Previous