"Fee fi fo fum, I smell opor ayam so yummy yum," kata si Rudy anak P-Net yang nekad naik mobil 2000 km pulang pergi dari Pittsburgh ke cagar Bon Echo untuk ikut kempingan bersama daku dan Cecilia di akhir pekan lalu. Memang jelas sekali, Rudy adalah anak Indonesia sinting yang pertama kalinya, mengendarai mobil sejauh itu, dari Amrik ke Kanada, hanya untuk kemping 2 malam, dimana malam yang pertama ia tidur di pelataran parkir untuk kanu ke Joeperry Lake karena ia tiba di pagi hari. Masih kurang kegilaan bermobil 8 jam mengebut dari Pittsburgh, ternyata ia baru pernah kemping seumur hidupnya kemarin dulu itu.Untuk menambah rekor ketidak-warasannya, kempingnya adalah 'canoe camping' di saat sebilyun nyamuk dan lalat hitam sedang berpesta-pora di Bon Echo.
Ya prens sadayana, kalau Anda melihat tubuh atau kulitku yang tidak tertutup baju, tangan, kaki, muka, kepala dan leher, Anda akan melihat sedikitnya 150 jumlah bentol oleh-oleh menjadi donor darah di cagar Bon Echo. Memang kami salah perencanaan. Biasanya awal Mei suhu masih dingin alias belum musim nyamuk. Tetapi karena tahun ini, musim semi alias suhu hangat tiba lebih awal di propinsi kami, bulan Mei adalah bulan bego untuk kemping, kecuali Anda sekelas dengan Rudy dan kami berdua. :-) Tak heran, waktu kami tiba di kantor cagar Bon Echo, berbeda beberapa belas menit dengan J. dan T., kedua teman kami dari Ottawa, hanya rombongan kami yang akan canoe camping di seluruh cagar itu. "It is really buggy?," tanyaku masih berpengharapan kepada si nona pegawai kantor cagar alam. "Yes, they are there," jawabnya meyakinkan. Kuduga ia hanya mau menjual 'bug jacket'-nya agar laku tetapi karena harganya tidak begitu mahal, 20 $ termasuk pajak, maka kubeli dua buah. Belakangan, setelah memperhatikan mengapa tetap saja bentol-bentol bertebaran, baru kulihat bahwa si nyamuk jenius, mampu membor penyedot darahnya menembusi sang jaket. Ya, itulah pengalaman pertama yang akan senantiasa berkesan bagi kami, menjadi santapan nyamuk dan lalat hitam selama kempingan kali ini. Kataku kepada teman-temanku yang heran ada orang segila daku, "It is worth the trip, now I appreciate more the comfort of my home where there are no mosquitoes and black flies all year round." Semua mengangguk.
Seperti Anda maklum, meski sedikit terlambat, kemping keduaku di tahun '99 ini adalah dalam rangka merayakan HUT pernikahanku dan Cecilia yang ke 24. Kebetulan alias tidak direncanakan, hari-hari itu sedang gelap bulan dan diberkahi oleh-Nya dengan langit yang cerah terus, selama 2 malam kami dapat menikmati pertunjukan ruang angkasa-Nya berupa bintang sejagad di planetarium alamiah itu yang diselang-seling oleh lewatnya meteor dari waktu ke waktu. Suhu memang sempurna sekali, sudah tidak terlalu dingin dan juga tidak panas sekali, pasti tidak sepanas di Texas seperti dialami si Yadi yang sedang mangkal di Lubbock. Kemping di Texas memang tidak perlu penggorengan sebab sekali kita pecahkan telor dan taruh di atas batu, kita mendapat telor ceplok alias telur yang sudah matang :-). Jadi anggap saja bentol itu adalah bagian dari paket hadiah-Nya, terutama bila Anda masih ingat prinsip kami berdua, 'It is part of the deal' di dalam tayangan berjudul yang sama yang pernah kutulis untuk Paroki-Net.
Selain kami berempat yang tiba hari Jum'at siangnya dan si Rudy yang katanya kapok ikut kemping dengan Bang Jeha dan empoknya :-), ada satu keluarga lagi yang ikut juga. Bila Anda masih ingat cerita kempinganku berjudul 'Killarney, A Must To See', keluarga T. dan A. juga berasal dari Indonesia dan mempunyai 2 anak yang masih kecil-kecil, namum sudah cukup oke untuk mendayung dan mengemudikan kanu. Karena masih harus bekerja hari Jum'atnya, mereka baru tiba di pelataran parkir sekitar jam 10 malam. Berhubung peraturan berubah, yakni di satu campsite hanya boleh 6 orang maksimum kemping, maka kami mengambil dua campsite. Nah, campsite dimana kami berkumpul adalah yang terletak di seberang pulau di sisi lain sehingga meski T. sudah meniup peluit sesuai perjanjian, bunyinya tidak kami dengar. Mungkin juga suaranya hanya sayup-sayup sampainya dan terkalahkan oleh segala macam suara burung malam (nocturnal song birds) dan kodok Bon Echo sehingga tidak kami dengar. Namun demikian, sekitar jam 11 malam, antara lain bertujuan mengantarkan T. yang meski cewek, ingin tidur sendirian di campsite yang satunya, kami menurunkan kanu ke air dan mulai mendayung. Ketika pandangan sudah terbuka ke arah apa yang namanya 'put in', tempat meluncurkan kanu di pinggir danau di seberang pulau, kami melihat cahaya lampu. Ah, tak salah lagi, pasti T. dan A. yang bersiap untuk berkanu ke tempat kami. Cepat-cepat kami mendayung dan karena kami menyisiri pulau alias tidak mendayung di tempat yang dalam, J. yang mendayung di haluan menjerit, "Stop!" Kaget sekali daku yang sedang mendayung di buritan alias menyetir kanu sebab perahu sedang melaju.