Pengalaman Canoe Camping XVII

Untunglah meski usia sudah bau tanah, kata anak-anak yang kurang ajar di P-Net ini, saya masih cukup gesit alias mampu bereaksi cepat, hasil latihan badminton setiap minggu. Begitu mendengar jeritan J. untuk stop, langsung dayung kubalikkan arahnya alias itulah cara "nge-rem" sebuah kanu. Berdua mendayung balik dan karena letak batu karang itu masih lumayan jauhnya alias tidak persis di depan jidat kami, kanu berhenti beberapa sentimeter sebelum menghantam karang. Cecilia menyorotkan lampu kepalanya dan benar saja, karang sepanjang beberapa meter dan sebesar alaihim menjogrok di muka kami sambil "bertolak pinggang" :-). Hanya orang sinting yang mendayung di tengah malam gelap pekat dan untunglah bukan hanya daku yang sinting alias kami menjadi orang yang "normal" semuanya :-). Masih sekali lagi sebelum mencapai tepian dimana ada lampu itu kami hampir ringsek menabrak karang. Yang kedua kali ini kami sempat mencium sang karang karena J. baru mampu melihat dan berteriak setelah jarak kanu dengan batu dekat sekali. "Dek," bunyi kanu mencium batu. Tidak apa-apa, paling lecet atau gores doang kanu kepunyaan si J. itu dan kami meneruskan perkanuan.

"Hellooo, T.?," jeritku ketika kami sudah mendekati lampu, mengira kami sudah berada di dermaga atau 'put in'. "Hiii, could we not light a fire?," balas pihak sana bertanya. "Wah, bukan si T. dan A.," kataku di dalam hati tapi kog mereka berkata seperti itu. "It is OK as long as you light it inside the fire pit," kata J. temanku. "Did you blow whistle earlier?," tanya mereka lagi. "Yes, why?" "Oh, we thought that the whistle was blown as a reminder to not light a fire," terdengar suara lega dari pihak sana. Pantas mereka kayanya ketakutan waktu kami baru sapa, rupanya mereka mengira kami "hansip cagar Bon Echo" dan mungkin waktu T. meniup peluitnya, mereka sedang mau menyalakan api, tak salah lagi :-). Meski tidak berjumpa dengan T. dan A., kami mensyukuri atau lega akan keputusan mereka untuk tidak nekad mencoba berkanu mencari campsite kami di malam buta dan gelap seperti itu.

Alhasil, sesudah menurunkan satu penumpang T., salah seorang guru kanu kami waktu 3 tahun lalu kami mulai berkanu kemping, kami bertiga balik kembali ke campsite yang letaknya di ujung pulau. Obrolan dilanjutkan tentunya di tengah api unggun yang mudah sekali menyalanya karena keringnya keadaan hutan di propinsi Ontario saat-saat ini. Di luar pengetahuan kami saat itu, tetapi baru kami ketahui keesokan harinya, si Rudy tak-waras :-) sedang berkeliling nyasar mencari tempat parkir Joeperry Lake. Kalau Anda percaya bahwa anak ini tidak berdusta, katanya ia sampai jam 12 tengah malam dan nyasar alias berkeliling di sekitar cagar Bon Echo sampai jam 2 pagi. Entah kepada Santo siapa saja ia berdoa, pada saat sudah hampir putus asa dan akan tidur di pinggir jalan, ia menemukan lapangan parkir itu. Memang, bila seseorang sudah lelah, baik ia sedang melakukan pendakian gunung, ataupun mencari tempat parkir, kemungkinan keputusan yang diambil akan salah dan terkadang fatal. Ia memang nekad sekali. Sebetulnya ada tanda di depan campground yang ia masuki itu. Suatu panah menunjukkan 'Joeperry Lake' dan panah lainnya ke 'Hardwood Hill Campground'. Jalanan masuk ke campground sebetulnya ditutup tapi si nekad Rudy, ia turun dari mobilnya dan ia buka "palang pintu" sang campground. Dapat Anda bayangkan kalau di dalam campground itu satu keluarga beruang tengah kemping juga :-). Apa yang ia tulis di Paroki-Net sebelum ia berangkat, tayangan terakhir, dst. akan menjadi kenyataan :-). Malam itu kami lewati secara terpisah, 5 peserta termasuk pahlawan kita si Rudolf Rudy tidur di pelataran parkir dan kami berempat yang sudah kenyang berkanu keliling danau di sore harinya alias cukup lelah, beristirahat di campsite.

Home Next Previous