(Sehati Sepikiran)
Tadi pagi, karena semua otot tubuh rasanya sudah pulih dari "siksaan" akhir
pekan lalu, maka saya mulai naik sepeda lagi ke kantor. Tidak terasa, tanpa
ingin memecahkan rekor apa-apa, ketika saya mematikan 'bike computer' saya,
tertera kecepatan rata-rata 22.1 km per jam padahal tidak pernah selama ini
saya bisa mencapai kecepatan lebih dari 21 km-an. Tidak lain tidak bukan jasa
dari canoe camping yang kami lakukan di 'Labour Day' week-end yang bagi saya
dan Cecilia cocok benar arti kata itu bagi kami. Kalau Anda masih ingat, saya
pernah bercerita kan, seorang tante teman kami di Toronto, bila mendengar
kami akan pergi camping selalu berkata: "Aduh, cari susah." Bila ia melihat
tingkatan "cari susah dan sengsaranya" kami berdua waktu itu, saya yakin ia
akan nangis menggerung-gerung dan membentur-benturkan kepalanya ke batang
pohon cemara yang tak terhitung jumlahnya di Algonquin. Ya, labour atau karya
kami bukan main. Seperti Silvana katakan, yang namanya "istirahat" bukanlah
duduk atau diam-diam saja, tetapi menaruh beban dan kembali lagi untuk
mengambil benda apa saja yang masih tertinggal. "Istirahat" kami adalah jalan
balik tanpa beban itu. Masih mengenai beban, selain canoe 60-70 pound dan
ransel puluhan kilo per orang, masih ada 2 lunch pack atau tempat makanan
yang beratnya juga minta ampun. Bila mendaki gunung, saya biasa membawa tas
PPPK yang besarnya sama seperti lunch pack itu dan saya gantungkan di leher
saya karena di punggung sudah tergantung ransel. Kalau medannya berat suka
saya tumpangkan di atas ransel tetapi biasanya saya kuat membawanya digantung
di leher. Nah, lunch pack di atas juga sering saya gantungkan di leher, hanya
beratnya aujubilah alias saya taksir sekitar 10 kg per pack. Soalnya makanan
yang dibawa kami adalah "gourmet food" alias makanan-makanan lezat untuk
ukuran makan di dalam hutan maupun di alam raya. Contohnya: Cecilia membawa
makaroni panggang, Teresa membawa pasta dengan jamur cina, Craig sweet potato
dengan ikan sejenis salem, dsb, dst. Jadi itulah sedikit gambaran beban kami
dan kerja keras yang harus dilakukan sepanjang hari sebelum bisa beristirahat.
Selain canoe camping ini bagus sekali untuk melatih fisik kami semua, juga psikis kami dilatih pula, bagaimana saling bekerja sama antara 6 "teman baru" di dalam suasana yang sering tegang. Namun dasar kami semua sehati di dalam mencintai alam atau "hobby edan" ini, baru beberapa jam kami saling ngobrol, kami sudah tahu bahwa inilah sahabat-sahabat yang sejati. Di tengah camping, kami sudah menjadi seperti kakak adik saja. Cawan dan tempat minuman kami pakai bergantian tanpa canggung. Demikian pula pada suatu saat saya tidak mempunyai handuk untuk mengeringkan tubuh sehabis mandi di air terjun, saya dipinjamkan handuk oleh Ahmet yang sudah ia pakai. "Au naturel' juga tidak perlu kwatir. Craig seenaknya berganti pakaian hanya dengan peringatan 'don't look!'. Demikian pula saya tiru dengan tenang. Anak Betawi mana ada kemaluannya, oops, malunya. Ya engga? :-). Meski kami sudah sering dan berpengalaman berpetualang, namun ada saja setiap saat hal-hal baru yang dapat kami pelajari satu sama lain. Tentu bagi saya dan Cecilia, pelajaran kami yang utama adalah bagaimana mendayung (paddling) canoe. Untuk ini kami merasa beruntung karena mendapat 3 guru berpengalaman, Sil, Craig dan Teresa. Di akhir perjalanan di danau yang paling akhir, Teresa bertanya kepada saya: "Who taught you that style of paddling?" Saya ragu-ragu menjawabnya, saya katakan: "Why?". Ia berkata: "It is very efficient." Oh, baru saya lega dan saya jawab: "Silvana." Ia berkata bahwa ia sendiri tidak melakukan paddling seperti itu yakni setelah dayung dipakai untuk mengayuh sampai selesai, dibawa kembali dengan posisi sehorisontal mungkin dan dengan enersi sekecil mungkin. Katanya lagi: "That style will be very useful when it's windy." Saya hanya menganggukkan kepala saja. Teresa sendiri mengajarkan saya disiplin yakni jumlah stroke tangan kanan dan kiri (ya mengayuh dayung bergantian kanan kiri) harus sama jumlahnya. Soalnya saya tangan kanan jadi cenderung untuk lebih tahan lama disisi itu dan bila memakai tangan kiri, jumlah strokenya tidak akan sebanyak yang di kanan. Jadi ia menyuruh saya menghitung jumlah stroke saya agar sama dan malah sedikit dilebihkan di tangan kiri supaya kedua tangan saya mendapat beban yang sama. Craig bukan hanya mengajarkan saya segala teknik mendayung bernama pry, draw, swipe, j-stroke, tetapi ilmu kehidupan. Contohnya, di akhir perjalanan, jumlah bentol di tubuhnya sama dengan padatnya manusia yang tinggal di pulau Jawa. Ratusan bekas gigitan nyamuk. Mengapa? Karena ia tidak suka tubuhnya diolesi dengan 'Deep Woods Off' (berisi zat kimia bernama Deet) atau cairan kimiawi untuk penangkal nyamuk. Jadi ia membiarkan saja tubuhnya menjadi donor darah nyamuk Algonquin. Ya, cara hidupnya saya lihat adalah cara naturalis atau alamiah seperti itu, demikian pula makanan yang ia pilih untuk masuk ke dalam tubuhnya. Memang makanan yang kami bawa ke dalam hutan itu, selain gourmet food, saya merasakannya sebagai makanan yang sehat terbukti dari "ampasnya" yang mudah sekali keluarnya :-).
Bukan saja kami cepat saling menyesuaikan diri satu sama lain karena jelas sama "edannya" tetapi sepanjang 4 hari 4 malam itu kami tidak pernah kehabisan bahan atau cerita untuk ditertawakan. Obrolan kami dari pagi s/d malam penuh dengan kelakar, canda dan gelak tawa yang terkadang terbahak-bahak karena lucunya. Craig saya kira merupakan top joker di antara kami berenam. Karena saya merasa para pengikut canoe camping ini adalah pencinta alam sejati dan juga orang yang "tahan banting", 'rugged people' kata Teresa, maka kalau sampai terjadi kesalah-pahaman dengan lekas kami saling memaafkan alias tidak diambil di hati. Juga terlihat dari banyak hal-hal yang kami nikmati bersama, baik pemandangan alam maupun pemandangan hewan, bahwa kami sehati dan sepikiran. Mendengar bunyi loon dan melihatnya di tengah-tengah danau merupakan sumber kegembiraan kami bila lelah mendayung. Bila seorang berkata 'wow' karena kagum akan sesuatu boleh dibilang yang lainnya akan ikut ber-wow. Memakan buah raspberry liar (ini pasti boleh dipetik dan dimakan :-)) merupakan sumber pemulih dahaga dan lapar kami sebab sering-sering makan siang baru dapat kami lakukan pada jam 2-3 sore! Melihat matahari terbit atau terbenam, juga terbitnya bulan, di tengah-tengah hutan dan danau yang luas itu, merupakan salah satu puncak pengalaman yang membuat perjalanan "cari susah dan sengsara" ini, well worth our time. Bila Anda senang menikmati pemandangan danau, Algonquin dengan ratusan atau ribuan danaunya kalau yang kecil-kecil juga dihitung, adalah "surga". Luas cagar alam ini sekitar 7700 km persegi, jadi cukup luas untuk tidak menjumpai orang di tengah jalan, kecuali terkadang satu dua canoeist lainnya yang hendak menuju arah berlawanan dari kami. Kalau kami melakukan hiking di trail-trail yang jumlahnya puluhan di Algonquin, di log book di awal trail, kami selalu melihat banyak orang dari Eropa, terutama Jerman, yang pergi mengunjungi. Mengapa sedemikian populernya bagi orang Eropa? Saya kira karena luasnya itu dan juga pemandangannya yang semlohay dan slekdut (Yohanes, boleh tidak istilah itu dipakai untuk non-manusia :-)?). Seperti Silvana pernah bagikan di salah satu tayangannya, biasa-biasa saja kalau kita mau camping 'au naturel-an' di Algonquin dan tidak ada papan larangan untuk itu. Tak heran kami sempat bertemu dengan 'contoh soalnya', yang akan saya ceritakan di tayangan berikutnya.