(Au Naturel, Back to Nature, Mendekati Sang Pencipta)
Yohanes Riono yang katanya mau "pensiun" 10 hari karena akan bertanding volley
ternyata masih terus nongkrong. Rupanya ia menunggu-nunggu tayangan ini karena
dikiranya ini "kelas stensilan", maklum ia sangat menggemarinya :-). Salah
besar, meski memang di hari terakhir kami mencari camp site di suatu pulau, eh
ternyata pasangan yang sedang berenang 'au naturel-an'. Kata Teresa kepada saya
karena kami sedang di satu canoe (ia yang mulai melihat): "I think they are
skinny dipping." "Oh yeah," kata saya sambil memfokuskan mata saya. "You are
right", kata saya lagi. "Let's go and camp there." "Okay, let's ask if they
mind sharing their camp site." Singkat kata, yang cowok tidak berkeberatan,
yang cewek yang tidak begitu semlohay dan slekdut berkeberatan, alhasil kami
tidak jadi ikut 'au naturel-an' dengan mereka. Kalau tidak jalan cerita ini
akan melenceng ke yang disenangi si Yohanes :-). Back on track. Ya, pengalaman
melihat pemandangan alam yang aduhai, dari mulai danau dan sungainya yang
jernih-jernih, pohon-pohon cemara yang sebagian sudah berumur ratusan tahun
(Cecilia, Ahmet dan Craig harus bergandengan tangan untuk memeluk batangnya),
tanah yang sangat empuk karena tertutup guguran daun cemara puluhan tahun,
air riam, jerung dan air terjun, berbagai jenis rawa, sampai ke matahari dan
bulan dan bintang yang bergemerlapan di waktu malam, bagaimana kami tidak akan
mengagumi Sang Pencipta semuanya itu? Ditambah pengalaman membawa beban yang
berat dan banyak, yang serba melelahkan dan membuat saya merasa betapa lemahnya
saya, semakin membuat saya kagum akan Dia. Diberikan cuaca yang betul-betul
sempurna selama 4 hari 4 malam, bagaimana saya tidak merasa amat berterima
kasih boleh diundang ke "teater terbuka" produksi Beliau sendiri?
Seperti beberapa kali saya bagikan kepada Anda, bila saya pergi camping berdua Cecilia, sering kami merenung di muka api unggun, terutama bila perut sudah kenyang dan 'marshmallow' sudah dipanggang. Pada canoe camping ini, setiap pagi dan setiap malam kami menyalakan api karena dibutuhkan untuk masak. Kami hanya membawa satu tabung gas kecil, untuk kalau perlu memanaskan atau memasak makanan siang. Selain itu, semua keperluan memasak dilakukan dengan api unggun. Kayu pohon cemara yang sudah tumbang atau runtuh seabrek-abrek banyaknya sehingga tidak bakalan mengalami kehabisan kayu. Karena tiada hujan dan kayunya cukup kering, mudah sekali menyalakannya. Tim canoe camping kami ini banyak tukang masaknya dan rajin-rajin lagi. Hampir semua masakan disiapkan dari scratch alias memotong-motong bahan, memberikan bumbu-bumbu dan baru dimasak. Itulah sebabnya saya menyebutnya gourmet cooking dan memang betul enak hasilnya. Pokoknya kalau kami membuka restoran disitu, baru Mercantile Club di Jl.Thamrin saja sih lewat alias kalah deh :-). (Soalnya koki Mercantile Club itu saya rasa tidak akan tahan dibawa masuk hutan dan lalu diminta memasak seenak masakan kami.) Seperti saya katakan, menu makanan kami juga sangat sehat, alamiah begitu. Banyak fibre atau seratnya karena banyak memakai sayuran. Sup sering sekali dimasak dan dihidangkan untuk menggantikan cairan tubuh yang keluar menjadi keringat. Daging juga banyak variasinya (hanya kami tidak membawa daging kambing karena ada yang tidak suka :-)). Yang lebih hebat lagi, tidak pernah ada makanan yang terbuang karena salah seorang dari kami adalah 'sweeper' alias tukang menghabiskan makanan, dan ia benar "professional". Beruntung memang mempunyai anggota seperti itu karena saya sering suka merasa bersalah kalau harus membuang makanan.
Seperti Anda semua maklum, beberapa di antara warga P-Net melontarkan saran untuk melakukan cyber-retreat lewat P-Net. Sambil menunggu atau menonton terbentuknya tim dan bagaimana nanti pelaksanaannya, bagi saya, salah satu retreat yang membuat saya dekat dengan Dia adalah berada di tengah-tengah alam ciptaan-Nya. Itulah solo-retreat saya. Saya yakin bahwa banyak para pencinta alam yang setuju dengan saya bila saya katakan bahwa melalui alam ciptaan-Nya, kita dapat lebih mengenal-Nya dan dengan demikian menjadi dekat dengan-Nya. Waktu saya melihat moose, yakni binatang sebesar kerbau, yang sedang asyik dan adem-adem ayem saja meneruskan makannya meski kami, 3 canoe dan 6 orang datang mendekatinya, saya banyak merenung. Ia tidak curiga bahwa kami akan melukainya, membuatnya susah dan sengsara. Ia merasakan bahwa kami adalah bagian dari alam. Mengapa demikian? Karena ia tidak pernah berpengalaman buruk disusahkan dan disengsarakan "makhluk aneh" yang dilihatnya itu. Demikian pula halnya dengan manusia yang masih kanak-kanak, yang hidup di dalam dunia seperti moose. Aman dan terlindung dari segala macam mara-bahaya. Hanya sayangnya, begitu si anak mulai menjadi dewasa, ia mulai belajar, dari dirinya sendiri, dari lingkungan pergaulannya, dari orang lain yang mengajarinya, bahwa ia harus hati-hati, bahwa dunia tidak seperti yang dikiranya, bahwa banyak yang dapat membuatnya susah dan sengsara. Itulah bagi saya peralihan dari "surga" ke "neraka". Moose di cagar alam Algonquin hidup di dalam suasana surga, kita semua tidak lagi. Namun dengan berkesempatan menengok "surga" itu seperti apa, sedikit banyak kita dapat tahu, bahwa tidak mudah untuk mencapai kembali keadaan dan suasana seperti itu. Di dalam hal canoe camping kami, dibutuhkan tubuh yang fit, sehat dan segar, kondisi fisik dan psikis yang prima, untuk dapat menikmati semua yang telah saya, Cecilia, Silvana dan teman-teman lainnya nikmati.
Nah, begitu juga bila kita ingin agar jalan kehidupan yang sedang kita tempuh ini mau menuju "cagar alam surgawi". Kita kan sedang berjiarah, berjalan bersama-sama untuk suatu ketika, semoga, mencapai tujuan yang kita ingini. Banyak yang harus kita persiapkan dan lakukan seperti juga saya dan yang lainnya telah melakukannya bagi persiapan canoe camping. Apakah kita memutuskan untuk membawa yang perlu-perlu saja, agar tidak kram di jalan dan tetap selamat sepanjang jalan? Di dalam kehidupan, apakah kita ingin jor-joran dan "membawa" atau mengumpulkan harta-harta duniawi, pangkat-pangkat dan gelar, kekuasaan, dsb? Ataukah cukup seadanya, mungkin kalau tidak kuat tidak perlu gourmet food tapi supermie dan sup sayur-sayuran saja? Apakah kita cukup bahagia di dalam karya kita di dunia, sebagai awam atau rohaniwan, karena kita tahu bahwa suatu ketika toh harta itu harus kita tinggalkan pada saat kita mesti "melapor"? Kemudian, di tengah-tengah perjalanan sendiri, apakah kita saling bantu membantu seperti apa yang telah dilakukan oleh semua anggota tim canoe camping trip kami ini? Apakah kita menyisihkan sedikit dari waktu kita sehari-hari untuk membantu teman-teman, anggota keluarga kita, handai taulan? Masih banyak pertanyaan yang dapat saya lontarkan (I miss your questions Mo Mardi :-)) tetapi saya yakin Anda dapat menambahkannya sendiri dan mengerti maksud dari paragraf terakhir saya di tayangan ini. Karena tadi pagi saya lihat Silvana juga sudah merencanakan hanya membuat 3 tayangan, maka tayangan ketiga ini merupakan akhir atau oleh-oleh dari canoe camping trip saya. Di jalur umum saya sangat berterima kasih kepada Silvana, dan Craig, dan Teresa yang telah mengundang saya dan Cecilia ikut di dalam canoe camping trip mereka, yang telah mengajarkan kami berdua banyak hal-hal yang baru di dalam hidup ini. Tak lupa, saya juga berterima kasih kepada-Nya karena telah memberikan saya beberapa teman baru, meski Ahmet tidak lama lagi akan berpisah dan kembali ke Turki. Terima kasih Tuhan Engkau telah memperlihatkan pertunjukan serba luar biasa di teater terbuka produksi-Mu sendiri dan mengundangku secara khusus.