Pengalaman Canoe Camping IV

Seharusnya judul tayangan ini adalah 'Pengalaman Camping Canoeing' dengan alasan yang akan saya jelaskan nanti. Seharusnya lagi, bila saya menepati janji kepada diri sendiri, saya tidak akan menulis sampai tahun depan. Tetapi karena janji itu bukan sumpah Palapa-nya patih Gajah Mada dan juga Noordin Salim kira-kira mengatakan: "Janji macam apa pula itu" alias janji sintingan mungkin :-), maka saya melanggarnya deh. Memang ternyata proyek di kantor saya yang mestinya sudah berjalan penuh tertunda sebentar sehingga saya masih mempunyai sedikit waktu untuk menulis dan belum bekerja siang malam.

Nah, di akhir pekan Thanksgiving ini, saya bersama Cecilia, Silvana dan Craig (untuk yang belum/tidak mengenal tim ini, bacalah tayangan PCC I-III) pergi ke cagar alam Bon Echo di propinsi Ontario, Canada. Kali ini kami tidak melakukan canoe camping tetapi camping canoeing. Apa bedanya? Yang pertama adalah kami masuk ke pedalaman atau hutan di cagar alam dengan canoe melalui danau dan sungai lalu memasang tenda untuk beristirahat. Yang terakhir adalah kami hanya berkanu (pinjam istilahnya Harris, tidak tahu apa ini sudah masuk ke dalam bahasa Indonesia yang baku) dan masuk ke pedalaman selama seharian untuk lalu kembali ke 'base camp'. Jadi yang pertama jelas lebih berat karena segala peralatan dan perlengkapan harus dibawa serta. Yang jenis terakhir lebih santai karena cukup untuk membawa makanan siang hari dan pakaian a la kadarnya. Banyak pengalaman berharga dan yang membuat saya merenung selama berkanu di akhir pekan itu sehingga tangan saya menjadi gatal untuk menulis atau bercerita kepada Anda sekalian. Banyak pengalaman 'wah wah wah' melihat keindahan alam di sekitar beberapa danau di cagar alam Bon Echo sehingga saya merasa "diperintahkan" Dia untuk membagikan pengalaman retret alamiah itu kepada Anda.

Sebagian di antara Anda saya tahu pernah mengalami tinggal di negeri 4 musim dan juga mengetahui betapa indahnya pohon yang berganti warna sebelum daunnya gugur di musim rontok. Bagi mereka yang belum pernah mengalaminya, usahakan untuk tidak laporan dulu kepada Santo Petrus sebelum Anda melihatnya :-). (Kecuali Anda merasa yakin seyakin-yakinnya St. Petrus akan memperlihatkannya kepada Anda.) Nah, yang paling menyolok keindahannya adalah warna-warni daun pohon maple yang jumlahnya seabreg-abreg di propinsi Ontario ini. Seperti pernah saya katakan, nuansa warnanya dari mulai kuning ke jingga ke merah ke ungu. Variasinya bukan main sehingga bila "video card" Anda hanya mempunyai kemampuan melihat 16 atau 256 warna alias hanya setara dengan CGA atau VGA, anda hanya akan mengucapkan 16 atau 256 kali 'tsk tsk tsk'. Tetapi bila Anda mempunyai kemampuan "SVGA", pastilah ribuan kali Anda akan mengucapkan kekaguman hati Anda melihat suguhan keindahan pemandangan warna-warninya pohon maple tercampur dengan warna hijau pohon cemara di sana-sini. Seperti juga pernah saya katakan, daun pohon maple yang bercabang utama tiga, bagi saya mencerminkan Tritunggal Mahakudus, Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus. Sepanjang hari melihat keindahan pohon maple yang akan gugur daunnya, membuat saya juga merenungkan keindahan-Nya. Seperti juga pohon maple yang "bersedia" untuk sebelum gugur menyuguhkan keindahan, demikian pula saya merasakan kasih-Nya yang melalui Putera-Nya telah berkorban bagi kita semua. Di dalam suasana Thanksgiving, saya lalu merasakan terima kasih yang bukan main bagi Sakramen Ekaristi yang diberikan-Nya sebelum Ia meninggalkan kita dan gugur di kayu salib. Itulah suasana hati saya di awal perjalanan.

Rute berkanu yang kami tempuh selama kira-kira 6 jam dan jaraknya 21 km, melewati tiga danau besar dan satu danau kecil. Ada 4 portage yang relatif mudah, hanya satu yang panjang yakni sekitar 1.5 km. (Maaf untuk yang tidak mengerti 'portage' silahkan membaca tayangan saya 'Why Portaging?' yang saya tulis bulan lalu melalui Website P-Net.) Di akhir pendayungan di danau besar yang pertama, terjadi "malapetaka". Pada saat hampir mencapai daratan, Cecilia isteri saya, tidak sabar untuk loncat ke daratan padahal kanu belum merapat sekali. Akibatnya ia tercebur ke air danau Mazinaw yang cukup dingin karena merupakan danau yang paling besar (sekitar 10 km panjangnya dan salah satu danau terdalam di Ontario). Nah, seluruh pakaiannya yang berlapis-lapis (karena suhu juga sudah dingin dan kalau malam mendekati 0 derajat) menjadi basah. Craig menawarkan ia dan Silvana untuk mendayung ke 'base camp' kami untuk mengambil pakaian kering bagi Cecilia. Tentu "tidak lucu" karena jaraknya cukup jauh. Akhirnya kami saling membuka lapisan pakaian kami masing-masing dan membagikannya kepada Cecilia. Jadi ia lalu memakai celana, baju dan jaket pinjaman dari kami bertiga. Itulah "contoh soal" sependeritaan sepenanggungan yang bagi kami para pencinta alam, dengan senang hati akan kami lakukan bagi satu dan lainnya. Jadi "malapetaka" di awal perjalanan itu lalu menjadi bahan lelucon dan gurauan kami dari waktu ke waktu. Apalagi suatu ketika saya hampir terpeleset dan jatuh ke air juga. Kata mereka, ini baru peristiwa, peristiwa baru kalau suami isteri "solider" dan dua-duanya kecebur. Juga Cecilia dianggap lebih semangat untuk "berenang" di air yang dingin dibandingkan dengan satu dua di antara kami yang "gila air". Kalau menasihatkan Cecilia untuk hati-hati, Craig lalu berkata: "I don't have any more spare clothing Cecilia."

Pengalaman atau "disaster" yang kedua adalah gara-gara saya. Ini terjadi di awal portage yang kedua pada saat rakyat sudah siap-siap untuk menikmati santapan siang. Pada saat saya sudah mengeluarkan kompor gas, supermie goreng dan bakso ayam dari ransel saya, saya terkejut. Masya malaikat! Panci untuk memasak air ketinggalan. Lalu bagaimana kami bisa merebus supermie itu? Sekali lagi solideritas "orang-orang edan" berempat ini muncul lagi. Supermie lalu kami buka dan taruh di atas piring sambil ditaburkan bubuk bumbunya di atas mie kering itu. Untuk yang senang pedas ditaburkan juga bubuk sambelnya. Ya, itulah hidangan makan siang kami, mie kering tanpa bakso-baksoan yang dimasaknya langsung di perut :-). Perjalanan kami teruskan dengan cukup puas karena perut, yang penting, sudah terisi, tidak perduli dengan supermie kering seperti itu. Kami lewati danau kedua, Kishkebus maupun danau ketiga bernama danau Shabomeka (nama ketiga danau di atas adalah nama dalam bahasa Indian suku Algonkian) tanpa kejadian yang "aneh-aneh" lagi. Nah, pengalaman yang paling mengharukan hati saya karena keindahannya terjadi di danau ke empat, danau terkecil bernama Semicircle. Namanya saja sudah lain dari yang lain, 'setengah-lingkaran' dan dalam bahasa Inggris lagi. Danau ini relatif kecil, tidak sampai 1 km panjangnya dan bentuknya memang mirip setengah lingkaran. Ada apa di danau ini? Seperti saya katakan, pemandangan di atas air bukan main indahnya karena pohon berwarna-warni kan. Namun, di danau ini pemandangannya menjadi luar biasa. Mengapa? Air danau yang kecil ini yang akibatnya relatif sangat tenang, membuat pemandangan di atasnya terpantulkan! Jadi pemandangan yang ditatap mata kami menjadi dua bagian, di atas air dan pemandangan dari "cermin" air danau. Itulah mungkin yang dikatakan orang pemandangan "4 dimensi". Bukan main pokoknya dan sukar dilukiskan dengan kata-kata. Kami berputar-putar di danau yang kecil ini, seolah-olah tidak mau pergi dan juga mengambil beberapa foto (yang pasti tidak akan seindah yang kami pandang).

Pemandangan keindahan alam ciptaan-Nya di danau Semicircle itu membuat saya banyak merenung. Bilakah diri saya, mampukah saya, untuk suatu saat menjadi seperti air danau itu, memantulkan keindahan-Nya kepada orang di sekitar saya? Pernahkah saya berbuat sesuatu bagi sesama saya, sehingga saya seolah merupakan cerminan kasih dan kemurahan-Nya? Ataukah sering sekali "air danau" saya bergejolak dan beriak sehingga pemandangan indah-Nya tidak tampak sama sekali melalui diri saya? Lebih mudahkah bagi saya untuk menjadikan "angin ribut di danau" saya sehingga orang lain ketakutan dan tidak pernah akan mampu apalagi melihat keindahan dan cinta kasih-Nya melalui diri saya? Itulah pertanyaan yang melanda saya setelah melihat pemandangan bukan main di danau Semicircle. Seperti saya singgung di atas, nama danau itu bagi saya juga memberikan makna tertentu. Setengah-lingkaran bagi saya berarti tidak penuh atau sempurna seperti lingkaran. Di lain pihak, setengah-lingkaran berarti ia tidak tertutup, tidak eksklusif atau terbuka bagi yang ingin masuk.Seperti halnya wadah Paroki-Net ini yang terbuka bagi semua orang tidak perduli apa agama dan kepercayaannya, untuk saling berdiskusi dan belajar dari pengalaman satu sama lain. Ya, itulah yang saya lihat bahwa saya harus terus berusaha untuk menjadi seperti danau Semicircle. Setengah-lingkaran alias tidak menutup diri saya dari mendengarkan orang lain, 'accomodating' istilah bahasa Inggrisnya. Berusaha menjadi "danau yang kecil dan tenang airnya" sehingga mampu membuat apa-apa yang indah dari-Nya, terpantulkan oleh diriku.

Akhir pekan Thanksgiving memang diperuntukkan agar kami penghuni negeri Canada ini dapat menyadari dan memperoleh waktu untuk bersyukuran atas segala karunia-Nya yang boleh kami terima selama setahun berselang. Semoga semuanya itu, apalagi bila kita merasa mendapat banyak kelimpahan, mampu membuat kami menjadi warga negara dan warga dunia yang dapat dijadikan contoh warga negara lainnya. Semoga kita semua, warga P-Net, dari waktu ke waktu juga dapat menjadi cermin kasih-Nya di lingkungan kita masing-masing, baik di keluarga maupun di masyarakat tempat kita hidup. Akhir kata, ingin saya bagikan syair dari lagu yang saya nyanyikan bersama Cecilia dan Silvana di camping trip kami kali ini.

Thank you Lord for saving my soul.
Thank you Lord for making me whole.
Thank you Lord for giving to me.
Thy great salvation, so rich and free.

Trima kasih o Tuhanku, 'tuk keslamatan jiwaku.
Hatiku menjadi suci, kar'na dosaku diampuni.

Oktober '96

Home Next Previous