Mengunjungi Negeri Leluhur I

"China"! Satu kata yang singkat, padat, membawa seribu nuansa dan persepsi. Bila itu kita sebutkan kemana kita akan pergi, ketika ditanya prens tetangga sobat-sobit kita, niscaya semuanya akan manggut, tak perduli kepalanya hitam atau bule. Tak lain karena semua sadar bahwa negeri itu sudah menjadi sumber budaya dan peradaban, maupun manusia yang tinggal di jazirah Asia Timur sampai ke Tenggara. Mereka tidak akan mengajukan pertanyaan blo'on seperti misalnya kalau kita bilang kita mau mendaki Gros Morne Mountain, "Ngapain loe manjet gunung 700 meter?" atau lebih parah lagi, "Ada apaan di Newfoundland?" Karena banyak sekali manusia di dunia yang ingin mengunjunginya, apalagi kalau selama ini si doi kesengsem akan film maupun cerita silat, maka bisa diharapkan pertanyaan selanjutnya adalah berapa lama dan berapa ongkosnya. Kalau lalu kita memberikan jawabnya dan mereka berkata murah banget, tahulah kita bahwa atau si penanya pernah ke RRT atau gandrung mengunjunginya sebab sudah tahu harga.

Trip yang diselenggarakan oleh ICAA, Indonesian Chinese American Association, suatu paguyuban di Los Angeles, memang murmer banget. Ongkos untuk selain mengunjungi 4 kota, Beijing, Shanghai, Suchou dan Hangchou, juga termasuk biaya kapal terbang dari Los Angeles - Beijing p.p., biaya montor mabur Beijing - Shanghai bolak balik, transportasi darat, biaya masuk ke tempat hiburan, maksudku atraksi buat turis, makan sekenyangnya 3 kali sehari, menginap di hotel bintang lima, dst., cuma US$ 725. Dengan iklan trip 8 hari 7 malam, memang harga tersebut tidak bisa dilawan di seluruh dunia oleh agen perjalanan dari manapun. Namun, hanyalah mereka yang ikut baru dapat mengerti mengapa biayanya bisa meriah demikian. Tak lain sebabnya karena malam pertama kami lewati di antrian 'check in' di bandara Los Angeles Terminal 2, yang kami lakoni dari mulai jam 9 malam dimana pesawat baru lepas landas jam 1:40 pagi. Malam kedua perjalanan ini terjadi di atas kapal terbang karena pesawat melintasi batas tanggal internasional alias tahu-tahu arloji ngeloncat sehari, dari 31 Maret menjadi 1 April. Becanda prens, tetapi seriusan ongkos trip kami ini murah banget. Soalnya paguyuban nirlaba ICAA, bukan saja tidak mengambil untung sama sekali, juga ada warganya yang berpengalaman di bidang travel dan menjadi relawan, bekerja untuk trip ini tanpa digaji.

"Happy Birthday", kata petugas imigrasi PRC, People's Republic of China menyapa isteriku sambil tersenyum sedikit. Tak kami sangka sama sekali ia memperhatikan tanggal lahir doi dan mau mengucapkan met ultah. Kan bayangan kita, kesan membaca koran dan majalah, memirsa TV dan tayangan Internet, punggawa suatu "republik rakyat" itu kaku, dingin, berwibawa. Kaga tahunya bisa ramah juga. :-) Ya, sedikit banyak kunjungan kami ke negeri leluhur ini adalah hadiah ultah Bang Jeha kepada nyonyanya yang sudah berumur 35, eh 55 tahun di pagi hari itu. Anda yang sering membaca dongengan saya tahu betapa ia dikasihi Penciptanya. Nah, suatu surprise luar biasa terjadi di malam harinya. Kami diundang oleh pejabat RRT setingkat menteri urusan hoa-kiau atau orang yang kakek moyangnya berasal dari Tiongkok, untuk jamuan kenegaraan. Sahaya tidak becanda rek, sungguh terjadi. Kalau Anda tidak percaya, saya masih menyimpan kartu nama para pegawai kementerian urusan hoa-kiau ini. Tempat jamuan adalah di gedung mereka yang merangkap suatu hotel mewah banget, Prime Hotel di Wangfujing Street. Tidak usah disebutkan lagi bahwa hidangan 10 jenis masakan yang disuguhkan untuk si Empok Cecilia, lain dari yang lain, hampir semuanya belum pernah saya lihat, boro-boro makan. Cerita rinci dari pertemuan atau jamuan itu, baiklah tak saya lanjutkan sebab sudah menjadi rahasia negara alias tak menyangkut kisah kunjunganku ke negeri leluhur :-). Sampai berjumpa di kisah selanjutnya. ... (bersambung) ...

Home Next