Pengalaman Cruise II (Puerto Rico - St. Thomas)

16 Desember 2001

St. Thomas adalah salah satu dari tiga pulau di kepulauan US Virgin Islands, dua yang lainnya adalah St. John dan St. Croix. Charlotte Amalie di pulau St. Thomas menjadi tujuan kami setelah berangkat dari San Juan, Puerto Rico. BTW prens, kemarin kami sempat kaget melihat rumah maupun apartemen di kota San Juan. Semua balcony-nya dipagari besi, anti maling dan rampok, lebih gawat dari di Melayu. Rupanya pemerintah Amrik di kepulauan mereka ini tidak bisa melindungi warganya. Atau mungkin saja Puerto Rico adalah "pulau tiri" yang tidak termasuk ke dalam sejarah kemerdekaan RI, eh Amerika Serikat :-). Konon pulau St. Thomas ini pun boleh dibeli oleh Amrik pada tahun 1917 seharga 25 juta dollar dari Norwegia. Di kota nan indah inilah bermarkas para bajak laut di abad 18 di bawah pimpinan si Blackbeard dan si Drake.

Begitu kapal memasuki perairan St. Thomas tadi pagi, arlojiku mati, seolah-olah mau mengatakan, 'forget about the time, relax and enjoy yourself'. Memang dunia atau lingkungan kapal ini serba eksklusif. Kalau Anda senang akan makanan enak, restorannya menyediakan 'gourmet food', makan 3 kali sehari dengan menu a la carte. Artinya Anda duduk di meja makan, dilayani oleh beberapa pelayan, dari yang mulai juragan pelayan sampai ke para asistennya. Belum show-nya setiap malam. Jadi bukan saja kita akan lupa dengan waktu, kita pun lupa perut yang bisa semakin buncit setiap harinya. Tidak usah heran ketika kutimbang beratku di kelab kebugaran kapal, sahaya sudah naik 1 pound. EGP lach yauw urusan buncitnya perut, kuteruskan dongengan ber-cruise. Bukan saja Anda bisa ajojing diiringi 'live band' anak-anak Caribbean, Anda juga dapat berjudi hingga pulang tinggal pakai kancut doang :-). "Pak R (nama prenku BR) itu mainnya di kasino doang Pak," kata si Didi yang meski baru kukenal beberapa menit sudah jadi spionku. Memang pertama kali saya berkenalan dengan BR di suatu acara kemping, ia sedang berjudi :-).

Hari ini Cecilia agak teler di pagi hari sebab baru jam 3 ia bisa tidur katanya. Tetangga di cabin sebelah menyalakan TV sampai pagi, cukup kencang kedengarannya sebab kekedapan suara cabin di cruise agak bego. Mungkin deck 10 lebih oke tetapi deck 9 mestinya lumejen sebab tadi oom kapten kapal lewat di kamar ketika saya sedang ngobrol dengan Ida. Katanya, oom kapten kamarnya di deck lantai yang sama. Akhirnya baru menjelang siang kami keluar jalan-jalan di sekitar pelabuhan. Kota ini, kowarannya adalah 'the duty free capital of the world'. Puluhan toko perhiasan, permata mutu-manikam sampai ke arloji berharga puluhan ribu dollar merk Choppard yang hanya mampu dibeli anak Indonesia temannya si Bie :-). Mungkin benar juga reklame tersebut sebab Cecilia dititipi rum oleh prennya si Bu Tien van Toronto. Kami biasa membeli rum merk Meyers buatan Jamaica tapi kata Bu Tien kalah dengan merek Mount Gay buatan Barbados. Kata Bu Tien lagi ia dibelikan di Barbados 15 $ US tapi kami beli cuma 7.95 $. Jadi memang murah sekali. Meyers seliter coba Anda beli di toko duty-free Pearson Airport Toronto, paling tidak 15 $ US dan di Charlotte Amalie cuma 7.50 $, setengah harga bo.

Malam ini 'formal dinner' alias ke ruang makan mesti pakai jas. Karena pasti makan seabreg-abreg lagi, maka sore harinya sahaya dan Cecilia ikut acara fitness di kelab kebugaran. Kalau 'fitness centre' perusahaanku di Toronto sudah oke sekhalei, di cruise ini beberapa kali lipat banyaknya jumlah mesinnya dan kehebatannya. Si noni yang menjadi pemandu fitness tak kalah fit dan bahenolnya :-). Mana pakaiannya juga tidak banyak sehingga Bang Jeha terus memberikan perhatian penuh akan instruksi-instruksinya. Cuma memang fitness 45 menitnya cukup berat. Untunglah kami berdua gaek yang aktif alias suka berenang, bersepeda, jalan kaki dan berkanu di musim panas. Kalau engga, malu-maluin anak Indonesia, eh Kanada deh. Banyak yang berhenti tidak sanggup ikut sampai ke akhir acara.

Nah, kejadian di sekitar meja makan kami di ruang makan malam ini lumayan menarik untuk didongengkan. Belum kuceritakan kepada Anda bahwa kepala pelayan untuk meja kami, seorang anak Turki yang aksennya rada medok. Karena selain sahaya juga beraksen dan biasa mendengar bahasa Inggris bukan 'native speaker' maka saya dan Cecilia sih oke-oke azha. Hanya malam ini kepala pelayan kami kedodoran di dalam melayani wong Amrik dan menurutku membuat satu dua blunder yang bisa membuatnya jeblok di akhir cruise nanti. Sudah kukatakan semalam kepadanya bahwa wong Amrik kalah ramahnya dengan anak Kanada dan ia manggut banget sambil mensyer ke-THP-annya melayani wong-wong Amrik. Hari ini, 5 orang di meja kami dari Amrik semua, 3 dari Texas dan 2 dari Florida. Si Texan sudah pernah sekali ikut cruise tapi si Floridan dan isterinya, sudah 11 kali. Jadi sudah tahu banget "haknya" :-). Si kepala pelayan kami, satu dua kali mengucapkan kalimat yang menurutku tidak ada gunanya dan engga pas untuk si Amrik, misal 'does that make you happy?' sambil menunjuk ke hidangan yang sedang disantap si bule. Entah, saya juga bingung ia belajar bahasa Inggris dimana dan mengapa ia berkata demikian. Ketika belakangan kunasihati dia per japri, agar hati-hati dan lebih sensitif dalam berdialog, ia berkata bahwa ia berusaha untuk ramah. Kukatakan bahwa si Amrik bingung, tidak senang ia berkata demikian. Sampai terjadi sesuatu yang lebih 'disastrous'. Ia menanyakan nama semua yang duduk di meja dan sialnya, si Florida tidak ada di dalam daftarnya. "You are not here," katanya dengan maksud dikau tidak ada di daftarku. Si Amrik cowok tersinggung. "Yes I don't exist." Ternyata ia diantar ke meja yang bukan mejanya, salah senomor. Lebih celaka lagi ketika ia lalu "menginterogasi" apakah si Amrik cowok dan cewek tidur sekamar, apakah nama mereka sama, dst. Jelas, performance-nya malam itu bakal dinilai buruk oleh si Amrik makanya kunasihati dia sedikit. Ia berkendala di dalam berbahasa Inggris. Jelas sekali dari caranya bertanya dan kalimat yang dipakainya. Kujanjikan bahwa Bang Jeha akan memberinya rating numero uno agar terjadi keseimbangan andaikan si Amrik memberinya nol. Tidak mudah berkomunikasi dengan manusia yang lain bahasa dan budayanya, saya sudah mengalaminya dan dapat menempatkan diriku di si kepala pelayan. Semoga ia dapat memperbaiki kemampuan berbahasanya di dalam waktu mendatang. Sampai kisah berikutnya.

Home Next Previous