17 Desember 2001
"I will call my sister so she can meet you by the pier," kata C teman kami anak Antigua sebelum kami berangkat. Ya, ia adalah salah satu dari anak pulau, 'island people' mereka menamakan dirinya, yang kami kenal. Sebagai mana halnya anak pulau-pulau Indo yang ramah, anak-anak dari kepulauan Karibia juga ramah-ramah. "It is not necessary, we will do our own sight-seeing," kata Cecilia kepada C akhirnya. Soalnya C dan adiknya baru kematian ayah mereka jadi kami tak tahu suasana hati adiknya, apakah oke untuk menjadi 'tourist guide' mendadak begitu. C juga meminjamkan kami buku berjudul 'Antigua and Barbuda, Paradise on Earth'. Biasa, prosmotsi. :-) Memang turisme adalah salah satu sumber penghasilan 80 ribu anak pulau dimana setiap harinya beberapa ribu turis mampir. Saya jadi teringat prenku Wanny yang baru jadi turis coklat ke Tator, Tanah Toraja dan menjumpai ada 0 wong bule karena terjadi "promosi" negatif dari Indonesia sejak kerusuhan demi kerusuhan menimpa tanah air kita semua.
Santa Maria de la Antigua adalah nama pulau ini yang diberikan oleh Oom Chris Columbus sendiri ketika ia ber-"cruise" dan mampir dulu di Antigua pada tahun 1493. Seratus lima puluh tahun sejak kedatangan si Chris, wong Inggris mulai berdatangan menghuninya sampai sekarang. Pada waktu itu, sumber ekonomi utama adalah gula dan rum sebagai "hasil sampingannya". Oleh karena beratnya mengerjakan kebun tebu beberapa ratus tahun lalu, diimporlah manusia alias budak dari Afrika oleh Inggris guna mengerjakan kebun tebu dan pabrik gula mereka. Jadi mayoritas warga Antigua adalah anak-anak hitam meskipun penduduk aslinya dulu adalah Indian suku Arawak dan Carib. Antigua kemudian memperoleh kemerdekaannya dari Inggris pada tahun 1981. Pulau seceplikan ini, 20 km kali 15 km, konon mempunyai 366 pantai dimana beberapa 'de la au naturel' :-). "Clothing is optional," kata buku si C menceritakan Hawksbill Beach dan beberapa pantainya. Dengan posisi lintang utara 17 derajat doang, tak heran Antigua hangat suhunya sepanjang tahun sehingga mengundang orang untuk buka- bukaan wae. Hari ini suhu sempat mencapai 30C sehingga terasa bak keliling kota di pulau Jawa dan Bang Jeha maunya menyebur bugil saja :-). Negara yang sumber penghasilan utamanya dari turisme, tak mungkin akan melakukan 'sweeping' ataupun menodong turis yang datang. Oleh karena itu, saya dan Cecilia merasa aman sekali ber-nego(siasi) dengan seorang supir taksi untuk tour keliling pulau. Tadinya kami mau ke salah satu pantainya tapi kupikir-pikir lagi, mana bisa menang pantai mereka dari pantai Pangumbahan-ku :-). Meskipun tak ada wong bugil, ada puluhan kuya tidak pakai baju mendarat setiap malamnya :-). Jadi kami setuju untuk ikut tour si Christopher (namanya) dengan ongkos 15 $ pp. Ia menjanjikan pergi ke beberapa tempat melebihi tour yang diselenggarakan cruise line dengan tarip 40 $. Sama seperti tulisan di brosur cruise 'vehicle with air conditioning not guaranteed', baru mau berangkat, AC van-nya si Chris jebol. Oya, ada 9 peserta tour pribadinya dengan van berkapasitas 12 orang. Semuanya wong bule Amrik dan ada satu anak pulau dari tampangnya, bini si bule. Memang mayoritas peserta cruise adalah Caucasian, anak Asia-nya bisa dihitung dengan jari tangan, anak Negronya malah jauh lebih banyak. They know how to enjoy life more than all of us :-). Nanti kudongengkan kenapa menurutku anak Asia tidak suka ikut cruise. Berangkat ceritanya tour si Chris dan di perhentian pertama, mampir di kampungnya. Disitu sudah menunggu adiknya yang ia telepon pakai HaPe. Canggih juga supir kita ini sebab ia ngaku bahwa ia 'moon-lighting'. Sehari-hari, mulai jam 2 siang ia bekerja di airport di bagian security. Pagi-pagi begini ia ngobyek dan hari ini dapat 9 x 15 $ untuk kerja ekstra 3 jam di bawah matahari, bukan rembulan :-). Menurutnya, gaji pegawai di Antigua sekitar 750 $ sebulannya. Lima enam kali moonlighting, gajinya dobel, tax free :-). "I work hard man, very hard," katanya dalam aksen Antigua yang cukup asyik didengar. Saya percaya sebab pinter banget ia menjual tour-nya. Mula-mula, untuk menarik kami, ia katakan ia sudah mempunyai 2 peserta (yang tak jelas) ada dimana. "I will start at 10 o'clock from there," katanya menunjuk suatu pojokan. "You don't have to pay till we come back," katanya meyakinkan bahwa ia tidak akan "main gila". "What happened if you don't have enough people?," tanyaku mengujinya. "I will start as soon as we have 8 people," katanya sedikit menyingkir dari pertanyaanku. "What happened if we don't have 8 people by 10?," tanyaku lagi. "I will have them," katanya yakin. Semenit kemudian ia mendapat satu bule dan isterinya, seorang anak pulau, dengan menunjuk kepada kami berdua sebagai referensi. Beberapa menit kemudian ia sudah menggaet lagi kelompok bule yang lainnya yang melengkapi jumlah 9 orang pesertanya. Ia tidak serakah seperti kenek opelet di Betawi atau calo angkot Cisarua-Bogor yang bukan saja menunggu sampai penuh, tapi akan memasukkan 15 orang ke dalam van 12 orang, ketiga yang terakhir diberi bangku dingklik di setiap baris :-). Oya, berkat bantuan adiknya yang punya bengkel las-ketok tidak pakai magic, sekering kompresor AC-nya diganti baru, mobil si Chris jadi adem lagi. Tour model kere ini merupakan win-win. Kami peserta senang sebab sudah menghemat beberapa puluh dollar dibandingkan ikut yang dari cruise line. Kami membantu secara langsung perekonomian anak negeri ini. Si Chris juga lihay alias ia membawa kami berhenti di satu dua tempat prennya yang berjualan minuman keras maupun tempat souvenir. Tapi memang tempat yang kami kunjungi tempat bersejarah. Sebetulnya cuma itu modal turisme di pulau ini, matahari dan sejarah, tak kurang tak lebih plus tentu keramahan dan keamanan. Kapan tanah air kita bisa disinggahi lagi oleh turis dari mancanegara, itu mungkin pertanyaan kita semua. Kalau Antigua yang seceplikan saja mempunyai 366 pantai, entah ada berapa juta pantai di Indonesia. Bila Radiance of the Seas akan mampu melabuhinya? Walahualam, kita tanyakan saja kepada daun pohon kelapa yang syukurlah masih melambai mengundang datang suatu ketika, kalau-kalau umur kita masih panjang. :-) Sampai kisah berikutnya.