Pengalaman Cruise VI (St. Lucia - Barbados)

20 Desember 2001

Hasil ngerumpi di sekitar meja makan di cruise ini memberikanku banyak info. Salah satunya adalah, hati-hati di Barbados! Mestinya dapat kita maklumi karena pulau ini adalah yang terbanyak penduduknya dari semua pulau di Caribbean Islands. Pulau seluas 20 km x 30 km ini hanya 2/3 luas St. Lucia yang kami kunjungi kemarin, tetapi penduduknya 260 ribu orang, hampir 2 kali lipat St. Lucia. Sehabis snorkeling kemarin Cecilia bertanya kepadaku, setengah ngomong ke diri sendiri, "Kenapa ya tempat turis di Indonesia tidak bisa sebersih kaya di St. Lucia?" Jawabku, "Manusianya seabreg-abreg." Ya, begitu daerah (dengan potensi) turisme menjadi terkenal dan sangat mudah dikunjungi, lenyaplah keindahan dan kebersihannya. Ditambah dengan manusia tidak berdisiplin dan kampungan yang menjadi turis, amblaslah keasriannya. Mungkin Anda masih ingat dongengku ketika menjalani trail dari Cibodas ke Cibeureum di pendakian menuju Pangrango beberapa tahun lalu. Bukan saja sepanjang jalan penuh sampah seperti botol air dan dos styrofoam, di beberapa tempat manusia keturunan monyet tersebut pada berak di pinggir jalan :-(.

Barbados dengan ibu kotanya Bridgetown adalah pulau paling timur dari seluruh pulau di Karibia. Akibatnya ia menjadi paling dekat dengan jazirah Amerika Selatan karena bentuk kepulauan Karibia melengkung ke arah tenggara. Jauhnya dengan Venezuela hanya tinggal 400-an km lagi. Namun demikian, bukan orang Spanyol yang mendudukinya lebih dulu seperti Venezuela tetapi wong Inggris. Akibatnya, selain bahasa resmi yang dipakai adalah Inggris, nama jalannya pun berbau Inggris semua, mirip dengan di Singapur, Hong Kong dan Toronto jadinya. Misalnya Princess Alice Hwy, McGregor Rd., Cumberland St. salah satu jalan di kotaku yang masih kuingat karena waktu dikirim IBM untuk 'look and see' sebelum jadi imigran, saya suka ke suatu toko mainan anak-anak disitu.

"Alpha alpha alpha in front of cabin 512," begitu bunyi pengumuman dari pengeras suara kapal kemarin. "Pasti ada emergency," kataku ke Cecilia. Betul memang karena hasil koneksi dengan si Ida cabin attendant kami,ia menjelaskan bahwa itu kode untuk medical emergency. Bravo bravo bravo adalah kode untuk kebakaran, oscar oscar oscar kode untuk orang yang kecemplung atau menyeburkan dirinya ke laut karena engga tahan sama mertua :-). Seriusan prens, kata Ida memang pernah ada yang nyemplung mau bunuh diri. Kapal selalu stop kalau tahu ada yang nyebur begitu. Demikian juga, sesuai dengan kode etik atau undang-undang dunia maritim, kapal harus berhenti bila melihat benda terapung yang "mencurigakan" sebab mungkin saja si John atau si Jane yang yacht-nya kelebu dan butuh bantuan. Anda pengemudi mobil mungkin tidak tahu bahwa sebetulnya ada undang-undang lalulintas di Kanada ini yang mengharuskan Anda berhenti bila ada yang meminta pertolongan di tengah jalan. Salah satu pasal dalam 'highway traffic act' kita. Tetapi karena sekarang besar risikonya menjadi 'the good Samaritan' maka polisi tidak pernah memberlakukannya.

"Time to put it on," kata seorang kolegaku yang kukenal dari kelab kebugaran kapal sambil menunjuk ke arah perutnya. Ya, kami bertemu dengannya di ruangan makan buffet Windjammer tadi pagi. Saya berkenalan dengannya di salah satu session berjudul 'Shape Up Step Up' yakni program memakai platform setinggi sekitar 20 cm untuk dasar semua gerakan. Kuat sekhalei dia, maklum masih muda belia dibanding sahaya :-), karena ia tambahkan satu level lagi platformnya menjadi sekitar 30 cm. Ia dan saya dua-duanya cowok yang ikut program step up itu, sisanya cewek semua. "No wonder women live longer," katanya, "Look at us men, we are just lazy bums." Saya hanya mengangguk mengiakan sebab ia memang benar, cewek lebih tinggi kesadarannya untuk menjaga tubuhnya. Kalau saya memperhatikan piring makanan yang dibawa cewek langsing, boleh dipastikan isinya atau sarat dengan sayuran dan buah, atau hanya seupil, maksudku dikit. Mana engga mau langsing :-). Hampir selalu, kalau ketemu cowok gembrot, boleh dijamin di atas piring makanannya ada setumpuk sosis dan donut :-). No wonder indeed. Untunglah isteriku masih sering eling kalau sedang atau sehabis makan. Satu-satunya saat dimana ia "mata gelap" banget dan akibatnya perutku juga ikut amblas kedepan alias buncit adalah ketika kami di awal tahun ini pulang kampung. Segala makanan dijornya tanpa kira-kira. Duren sepohon, eh sebuah habis disikatnya. Kalau ditanya, pasti durennya keciiil katanya :-).

Setelah exercise pagi ini dan makan pagi secukupnya doang, kami bersiap-siap untuk ke kota, downtown istilahnya. Tidak jauh, cuma 2 km-an alias jatah untuk jalan kaki. Namun prens sadayana, isteriku sudah jadi anak Kanada alias tidak tahan lagi dengan suhu 30-an C dan lembab di Bridgetown ini. Jadi belum lama tiba di kota, baru sejam berjalan, ia sudah merengek minta pulang ke kapal. Soalnya, memasuki beberapa 'department store' maupun toko, jarang yang pakai AC, paling-paling kipas angin, "kampungan" banget :-). Pasar ikannya pun mirip dengan Pasar Ampera di kompleks perumahan kami waktu masih tinggal di Kayu Putih, Pulo Mas. Serba terbuka, beratap sederhana dan dari batu doang. Jadi, tidak lama mencari angin panas di kota, kami kembali ke kapal untuk berlindung di kapal ber-AC. Payah banget ya si Empok Cecile, padahal 2 hari lagi akan jadi "putri salju" kembali, maksudnya siap-siap shovel snow di tengah suhu minus belasan derajat. Barulah ia akan mendambakan kehangatan Bridgetown di pulau Barbados.

Kembali ke kapal, acara yang paling asyik setelah bermandi-peluh di luar adalah berenang di kolam renang yang airnya sejuk. Itulah yang kami lakukan bolak balik duaan wae sebab kolam renang menjelang siang, tidak ada yang renangi kecuali dua anak norak dari Kanada ;-). Yang lain menikmati pantai benaran di pulau, anak Jawa dan Betawi di pantai bohongan azha, sudah bosan dengan suhu yang panas :-). Di pinggir kolam ada pizza bar dengan cem-macem jenisnya. Kutegur pelayannya karena tidak pasti anak Pilipin atau Melayu. Ternyata anak Sumbar, pantes tulang pipinya agak menonjol. Namanya Benny katanya dan kubilang, sebetulnya anak Asia di kapal ini dengan tulang pipi menonjol, mestinya anak Indo. Ia mengangguk dan menunjuk kepada seorang yang sedang melipati handuk kolam renang. "Dia juga anak Indonesia Pak," kata Benny dan belakangan dari pelat nama yang kubaca, benar namanya bermarga :-). Seorang awak kapal agak bule menghampiri kami ketika sedang ngobrol dengan Benny. "We are talking in our mother language," kataku ke dia supaya ia tidak merasa dicuekin. "I know, you sit on table 478." Aje gile, kataku dalam hati, rupanya berita Bang Jeha dan Empoknya yang dari Melayu dan sudah kulo-nuwun dengan puluhan awak kapal masuk di "surat kabar gosip" cruise ship ini :-). Sekian dulu dongeng hari ini, saya mau mencari tahu ada gosip apa lagi yang beredar mengenai kami berdua di kapal ini :-).

Home Next Previous