Athens, Athina dalam bahasa Yunani adalah kota yang sarat dengan sejarah, budaya dan ilmu pengetahuan termasuk ilmu psikologi :-). Nama Agora yang mendasari agoraphobia, ketakutan akan keramaian ternyata berasal dari suatu daerah pasar di dekat Athens. Rupanya dari jaman dahulu kala, sudah banyak manusia yang menghindar dari pergaulan karena takut bertemu dengan sesamanya, padahal konon orang Yunani di Athens baik-baik ramah-tamah. Karena mereka bangsa pedagang maritim maka mereka perlu ngerumpi dengan bangsa tetangga supaya jualannya laku. Dengan demikian mereka berpola pikiran terbuka, toleran seperti Anda-anda :-), dan cincai-an model pedagang di Glodok kalau Anda tawar ketika ia baru buka. Bangsa Yunani dari dulunya sudah toleran karena mereka butuh imigran, eh pendatang yang mempunyai cem-macem kepiawaian. Baik para artis, petani, pelaut, maupun buruh kasar. Mereka diberikan KTP tanpa ada kolom agamanya, diberi hak politik dan azasi sehingga mereka menjadi setia kepada kota Athena.
Nama kota itu sebetulnya adalah nama dewi laut bangsa Yunani. Kuil pemujaan bagi Athena terletak di Acropolis yang merupakan suatu bukit di atas kota. Kuil utamanya, bangunan marmer terindah disitu bernama Parthenon, adalah kuil untuk memuja Athena si Perawan (arti dari parthenos). Selain itu ada kuil Athena Nike, ya merek sepatu Anda, yang berarti Athena si Juara. Bila Anda senang menonton sandiwara, masih ada satu bangunan reruntuhan teater bernama Dionysius yang berkapasitas 17 ribu penonton, lebih besar dari Istora Senayan dan merupakan teater tertua di Yunani. Teater Dionysius ini, yang merupakan teater terbuka, dipugar dan dipakai untuk pagelaran cem-macem seni modern.
Kita tinggalkan sedikit dongengan sejarah di atas dan kita lanjutkan dengan kisah nyata Bang Jeha beserta nyonya ikut city tour Athens dan ke Acropolis. Sebelum ikut cruise ini saya berkesempatan survai selama 2 bulanan, meminjam beberapa buku yang tersedia di perpustakaan Toronto mengenai seluruh kota yang akan disinggahi kapal. Jadi saya sudah tahu atau sadar, mana kota yang cari penyakit untuk kita lakukan tour sendiri selama sehari atau kurang pada saat kapal berlabuh, mana yang bisa kita pergiin dhewek. Kecuali Anda mahir bahasa Yunani, that looks like Greek to me indeed :-), sukar dah untuk bepergian sendirian di dalam tempo terbatas.
Memang ada beberapa pilihan kendaraan umum dari terminal kapal cruise di Piraeus untuk ke Athens maupun Acropolis tetapi copet yang kemungkinan lebih jago dari copet Toronto, berkeliaran prens. Ketika kami pulang seusai tour dan makan di restoran kapal kembali, nyonya bule di sebelahku mensyer pengalaman dikerjain oleh supir taksi. Padahal naik taksi p.p. ke kota sudah sekitar 40 Euro atau sama dengan ongkos ikut city tour (per orang). Dengan risiko masih bisa dikerjain oleh copet dan lalu nyasar ketika jalan-jalan sendirian, untuk kota asing seperti Athena, ada baiknya Anda ikut guided tour sahaja kalau berniat kesana.
Satu kesan dominan kalau saya mengunjungi kota atau tempat kuno seperti Acropolis ini adalah: sedih. Ketika baru saja keluar dari terminal kapal dan menuju bis di lapangan parkir, saya hampir kejengkang melihat ada sekitar 100 bis barangkali yang antri disitu. Sebab bukan saja ada kapal Grand Princess kami berkapasitas 2600 orang, juga ada kapal Royal Caribbean, Brilliance of the Seas dan satu kapal cruise gede lainnya yang sedang berlabuh dan mengirimkan turis ke Acropolis. Padahal semuanya cuma mau melihat batu berumur yah 2500-an tahun dah. Padahal tidak kekurangan batu tua lumutan di Melayu, en toh tidak ada kapal cruise yang bersandar di selatan kota Jogjakarta atau di pelabuhan kota Semarang. Bayangkan dampak perekonomian dari ribuan turis sehari yang bukan cuma datang untuk melihat batu, tetapi juga makan dan minum serta tidur. Indonesiyahhh, dikau emang payahhh, bisanya pada berantem mulu :-(.
"Apakah Parthenon itu emang indah Bang Jeha?," tanya Anda penasaran. Sungguhan biasa-biasa azha prens, batunya ya marmer sih, yang ditumpuk-tumpukin doang. Untuk saya pemandangan alam seperti Niagara Falls, jauh lebih mencekam dan akan lebih saya bela mati-matian untuk melihatnya, ketimbang Parthenon. Oke dah, relief dan pahatan serta ukiran di batu pualam tersebut memang kelihatan lebih nyeni, dibandingkan dengan yang di Candi Borobodur. Tapi engga ada adegan ML (make love) seperti relief di candi-candi kite :-) (yang sebentar lagi bakal ditutupin kain barangkali kalau RUU Porno sudah goal di DPR RI). Ketika Bang Jeha minta difoto oleh da bosnya dengan latar belakang patung yang ada si "ujangnya", weladalah petugas ngusir dan bilang engga boleh motret bersama orang :-). Payah yah orang museum tersebut. Singkatnya prens sadayana, kalau Anda sedang mengumpulkan duit buat jalan-jalan dan cuma bisa di tanah air kita, kaga usah lah ke Acropolis, ke Candi Borobudur azha, mumpung masih berdiri, tidak rubuh terkena gempa. Bai bai lam lekom, sampai kisah berikutnya.