Dua Malam Tanpa Api Unggun

Dua malam tanpa api unggun adalah biasa-biasa saja untuk Anda yang bukan orgil dan pelamun kelas berat seperti Bang Jeha. Tetapi, untuk saya bila kemping ke interior (istilah untuk hutan di Kanada) lalu tidak bisa melamun di muka api unggun, sama seperti makan pagi engga pake nasi :-). Ya, bukan saja si Bebeth yang masih "berperut Melayu", untuk berfungsi secara normal saya pun perlu makan nasi di pagi hari. Itu sebabnya, hampir bisa dipastikan, bila kami pergi kemping bersama, salah satu jadwal makan pagi adalah bubur ayam Cecilia :-).

Sebetulnya, menyimak bahwa berhari-hari sebelum kami cabut kemping tgl 10 Agustus kemarin, hujan tak turun-turun di seluruh selatan Ontario, ketambahan panasnya aujibilah, saya sudah menduga akan adanya larangan campfire itu. Informasi terkini dari situs Web cagar Algonquin memastikan bahwa para campers ke interior tidak boleh memasang api unggun. Itulah sebabnya kuwanti-wanti agar sohib kempinganku membawa minyak (naphta) yang cukup maupun cadangannya sebab kami hanya bisa menyalakan api kompor doang alias illegal untuk memasang api unggun. Masih untung; ya banyak Jowonya yang ikut di kempingan kali ini, termasuk Mbak Ayrini yang sudah ga bisa berboso Jawi lagi gara-gara kawin ama anak propinsi terbaru di Indo, konon, Banten :-). Masih untung, kata anak Jawa, kami cuma kemping 2 malam, bayangkan kalau kemping 20 malam, kantong sampah yang harus kami bawa pulang (dan portage alias digondol berhari-hari) alamat akan 10 kantong :-) sebab sampah tidak bisa dibakar sama sekali. "Sucks eh," kata anak Kanada. Ya, inilah pertama kalinya kami ke interior di dalam hidupku, engga boleh ngelamun di muka api unggun, tapi di depan kompor doang :-).

Komposisi tim kempingan Bang Jeha kali ini, jangan ngadu ke yang punya cagar alam, 10 orang alias illegal :-). Sebab di satu permit untuk kemping hanya boleh berjumlah 9 orang. Jadi sudah kuajari si Oom J yang melakukan booking, untuk tanpa berkedip, ngibul ketika ditanya nama-nama para peserta. Si Eddy yang kebetulan Oom J belum tahu nama keluarganya, ditilep. Selain Eddy, anak Semarang yang seperti sarjana tukang cuci piring kita, Indratmo :-), juga makan bangku kuliah di Suroboyo, ikut pula prennya sekubangan, Tikno. Mas Tikno pun lahir di Semarang dan sempat sekolah di sekolahan bergajul, SMA Loyola :-), kembali kuliahnya di Surabaya. Jadi itulah jenjang karir anak-anak yang lahir di Semarang, sekolah terakhir di Surabaya, pindah ke Kanada, bernasib sial kenal Bang Jeha -> menjadi tukang cuci piring :-). Komposisi kempingan 10 orgil illegal ini jadinya delapan Melayu, keluarga Wijaya dan Bang Jeha serta Empoknya, Mas Eddy dan Tikno, ditambah dengan 2 bulek, Oom J dan prennya M anak Cape Breton, suatu pulau yang indah sekhalei di propinsi timur Kanada, Nova Scotia, terutama cagarnya yang bernama Cabot Trail.

Perjalanan menuju cagar Algonquin, 320 km dari rumah ogut ke access point nomor 9 Rock Lake berjalan sangat lancar, berkat sudah ikut Misa paginya Bang Jeha dan Mpok Cecilia sebelum berangkat, sebagai penyilih "dosa" ga akan sempat ke Misa hari Minggu-nya :-). Nah, yang menjadi mangsalah alias kwalat adalah peserta Katotelek yang lainnya, yang pada madol sehingga meski katanya Oom J dan M akan tiba jam 1, sejak kami tiba jam 2 siang sampai capek menunggu sejam, masih belum nongol juga. Cukup mengenal J alias doi bukan Melayu berjam-karet, kataku dalam hati, atau ia mengalami musibah di jalanan atau ia berak-berak :-). Soalnya, di pagi hari, ia sempat menelepon Cecilia, minta dibawakan sedikit beras sebab persediaann habis padahal menunya 'lentil and rice' karena dari kritikan Melayus di kemping yang lalu, sup lentil lebih enak dimakan dengan nasi :-). Jadi sekitar jam 3 kucabut dari tempat peluncuran kanu menuju kantor cagar untuk bertanya ke si noni, apakah J menelepon mengabarkan sesuatu. Begitu mendekati kantor, hatiku lega karena melihat kanu kepunyaannya bertengger di atas bo'ilnya di tempat parkir. Begitu masuk kantor, mataku langsung melihat mencari cewek yang paling dekat dengan doi :-). Ya, saya belum pernah bertemu dengan M dan mengenal J selama ini, seleranya mirip dengan seleraku :-). Bukan hanya di dalam menonton 'g-string girls' :-) tapi terlebih dalam memilih calon gandengan seumur hidup. Jadi saya ingin melihat "koleksi"nya terakhir, apakah konsisten. Jangan bilang-bilang ke doi, kali ini ogut agak kuciwa :-). M tidak secantik yang kubayangkan, gadis ndeso a la Priangan :-) dengan wajah manis 'innocent' :-). Ya, Oom J di dalam emailnya ke daku ketika memaklumatkan ceweknya itu, mengemukakan 'she is a Nova Scotian'. Kusudah mempunyai gambaran bahwa biasanya, anak- anak propinsi Timur Kanada lebih lugu, ramah, dibandingkan dengan yang dari Ontario :-). Hal yang terakhir ini sih oke, M memang ramah dan sebetulnya teu jore-jore teuing teh, hanya sekali lagi, bukan selera si ) anak Betawi :-). Sama seperti Bebeth yang keliru dengan Cak Indratmo dan Oom J, kukira M agak gemuk, manis gaya ndeso, ramah dan rupawati :-).

Seperti kusinggung di atas, selain M, ada dua 'rookies' Eddy dan Tikno yang kemakan prosmotsinya si Bebeth dan meski seumur idup ga pernah ngedayung, ikut cabut kemping bersama Bang Jeha dan para prensnya. Berkat kebaikan hati Bebeth yang meminjamkan cem-macem perbekalan doi, kecuali CD tentunya :-), Eddy dan Tikno engga terlalu sengsara banget sih :-). On second thought, perhaps if they bring your CD Bebeth, their fate and ours will be different as I will tell you later in this series. Hanya sayangnya Beth, dikau tidak mengajarkan Tikno bagaimana caranya memakai Thermarest sebab ia tidur di atas Thermarest gembos, pentilnya tidak diketahuinya harus ditutupnya lagi :-). Dasar ia tidak/belum punya "bos" kaya daku yang suka ngajarin :-).

Menyambung cerita pertama, seperti kukatakan, salah satu keasyikan kemping di interior, terutama untuk Melayus yang pelit, eh hemat, adalah memasang api unggun. Bukan saja kita dapat bernostalgia luar-dalam sebab kakek-nenek moyang kita sebelum beradab alias pakai baju, kerjaannya juga ngelamun di muka api unggun pating telanjang :-). Setiap kita melempar kayu gratis sepotong dua potong ke api, semakin kita merasa oke karena bukan boleh beli alias termasuk di dalam camping fee :-). Namun, meskipun adanya larangan bermain api unggun, tetaplah para rookies kali ini, si Eddy dan Tikno terus ketawa-ketiwi. Meski sepanjang kempingan otot bahu mereka menjerit minta perlop :-), mereka ga kapok katanya. Maklum eksekutip elit :-), otot mereka selama ini hanya dipakai untuk menghitung sudah berapa banyak bertambah, eh berkurangnya dana mereka di bank. Mungkin Tikno yang suka menulis dan Eddy yang sering nanya :-), mau mensyer gimana rasanya sebagai pengacara, PENGangguran bAnyak aCARA di Kanada alias imigran gres, ikutan kemping a la Bang Jeha. Apakah seperti yang diperkirakan dan diharapkan, atau keperjok dikadalin si Trisna atau segumbirah si Bebeth :-).

Seperti kusinggung kemarin, lamunan para peserta, bila sedang bersamaku menunggu masaknya air panas untuk kopi hanya bisa dilakukan di muka kompor. Memang terasa betapa kering kerontangnya kayu-kayuan di sekeliling campsite kami, betapa mudahnya untuk membuat kita masuk koran menjadi orang Indonesia pertama yang membakar hutan Kanada :-). Ya, kalau Melayu membakar hutannya dewek sih sudah bukan berita kan. Siapa yang tak kenal Bob Hassan. Ayrin sempat tergoda untuk membuat "campfire" kecil-kecilan tetapi langsung secara sangat ramah-tamah, kebiasaan anak Kanada :-), Oom J menasihati doi. Soalnya kulihat Oom J mencek peraturan yang harus dipatuhinya dan anggota kemping kami sebelum permit atau ijin kemping dicetak. Setelah selesai membaca termasuk tambahan larangan bikin api unggun, kecil maupun gede, ia lalu menanda-tangani secarik kertas itu. Ini yang membedakan anak Kanada dengan anak Indo. Kukatakan, kalau peraturan atau yang kemping Melayus semua, kuberani jamin, asap akan mengebul dari mana-mana. Teringat ogut akan generasi KAPPI yang membakar seluruh rumah peristirahatan kepunyaan PPA (cagar alam) Cibodas di Kandang Badak di lereng Pangrango :-(. Anak Kanada yang sejak kecil diajarkan untuk mematuhi peraturan, apalagi yang sudah ditanda-tanganinya, secara disiplin tidak ada satupun yang tergoda untuk mulai memasang api unggun. Mereka juga tahu, melanggar peraturan akan ada konsekwensinya, kekecualian untuk kemping ber-10 di satu permit :-). Hmmm, tapi jangan-jangan Oom Han yang sudah memberikan konsekwensi alias kami jadi kwalat :-) gara-gara melanggar aturan ini. Why? Sabar dong mek, masih akan panjang kan dongenganku ini. Sementara, itu lamunan awalku di depan kompor. Kukembali ke awal trip kami ini, hari Jum'at 10 Agustus.

Belakangan baru kami mengetahui sebabnya Oom J terlambat adalah gara-gara ceweknya si M yang doi akui sendiri. Ponakannya di kampung mendadak terkena infeksi berat, hanya karena terluka di motorboat. Napasnya sempat berhenti persis seperti mertuaku setahunan yang lalu. Diagnosa tepat dari dokter yang juga terjadi ketika mertoku semaput, membuat M dan J dapat pergi kemping bersama kami. Ya, di pagi Jum'at itu, M menelepon sedulurnya untuk memastikan bahwa sang keponakan tersay sudah tidak berada dalam bahaya maut, panasnya sudah reda dan antibiotiknya bekerja baik serta efektif. "There is no way I will go camping and enjoy myself if mu nephew is still in danger," kata M lagi kepada kami. Sudah kukatakan, anak ndeso Kanada, ga beda-beda banget yach dengan kita orang Timur. Bang Jeha dan Empoknya juga sempat meng-cancel rencana leha-leha naik cruise ketika mertua dan enyak dinapasi oleh mesin. Masih akan banyak kesempatan ikut cruise ataupun kemping, hubungan dengan sedulur lebih penting dari semuanya.

Sebelum sahaya pergi ke kantor untuk menunggu J atau mencek apakah ia oke sang canoe yang kusewakan untuk Eddy dan Tikno muncul. Sebetulnya, kanu kepunyaan Opeongo Outfitter itu sudah dari setadi ngejogrok di tepi danau. Namun, selain kutak-tahu, sang pegawai perusahaan penyewaan kanu itu tentu ingin daku memberikan cem-macem info plus jaminan kartu plastikku, agar bila kanu ada apa-apa, Bang Jeha yang bisa "digorok" :-). Ketika proses bayaran sudah selesai, barulah si bulek menunjukkan ogut, kanu yang mana yang sudah ku-book. Ketika kuhampiri dan kuangkat, entengnya memang meyakinkan, 48 lbs doang :-). Kuyakin Tikno yang sudah kucek bahwa spirnya masih ada, mampu mengangkatnya. Kutidak-sangka ia hesbats sekhalei di dalam mencari alasan untuk tidak menggotong kanu :-). Ini juga nanti dongengnya ya prens. Satu lamunan lagi, rupanya peluang berbisnis untuk Jeha Outfitter semakin terbuka. Betapa tidak, sekitar 5 perusahaan penyewaan kanu kutelepon sebelumnya dan BTW, mereka di luar kota semua alias ga bisa ngobrol-ngobrol tapi telepon interlokal :-). Tidak ada satupun yang servisnya sehesbats Jeha Outfitter. Kalau tidak bayaran untuk delivery-nya ga kira-kira, boro-boro deliver orang ke campsite :-), kemahalan rental-fee-nya, atau kanu mesti digotong sendiri di atas mobil atau mereka hanya mau deliver ke satu access point saja. Kanu yang kusewakan itu bermerek Mad Rivers, sama seperti merek kanu yang dihadiahkan oleh prennya Pierre Trudeau ketika almarhum mulai pensiun. Kumelamun lagi, apa kira-kira yang akan dihadiahkan para prenku bila aku pensiun nanti di 1 April 2002? Tak salah lagi, dongengan April mop doang :-). Itulah bedanya eks perdana menteri dan wong sugih orbek pensiun, dengan kurcaci si Jeha :-). Tapi ga pa pa prens, EGP lach yauw, yang penting daku sudah berkilometer ngedayung mencobai seenak apa sih canoe bermerk Mad Rivers. Masih lebih asyik dan oke, Swift Kipawaku yang belum lama ini "kutawari" kepada satu ponakanku tersay. Kuajak ia bertaruh, kalau ia sampai mau beranak (sudah menikah beberapa tahun lho) kuyakin haikul yakin anaknya bakalan cewek sebab sejauh ini, semua buyut mertoku batangan semua :-). Karena eks pemain bridge dan jelek-jelek Bang Jeha pernah jadi juara UI :-), menurut teori probabilita a la kartu bridge, ceweklah buyut berikut mertuaku. Keponakanku yang 'chicken' kaya si Bebeth :-), takut kalah taruhan dan memutuskan, berkanu sewa azha dari outfitter katanya :-).

Ketika Tikno mengirim email di jalum Serviam bahwa ia mau ikut camping canoeing kami ke cagar Algonquin itu, otakku sedikit muter :-). Bukan kebingungan tetapi berpikir bagaimana caranya dengan 3 kanu kami dapat menampung 9 orang. Kendalanya ada 2. Yang pertama, di kempingan lalu kanunya besar-besar semua sebab Kang Trisna dan Mbak Ayrin merelakan tidak memakai kanu mereka yang cilik tetapi menyewa yang gede profesionil :-). Soalnya lagi, mereka lebih sayang nyawanya daripada uang sewa kanu, bila sampai kelebu di Georgian Bay yang airnya sedingin es. Jadi 3 kanu besar dapat memuat 3 ekstra penumpang sebab ... si Cak dan Bebeth ceking :-). Dengan kanu cilik Trisna yang hanya 2 penumpang, kanu ogut dan Oom J masing-masing 3 orang, yach pas 8 sudah. Karena Tikno bukan Indratmo yang sekali belajar/pergi canoeing udah bisa nyetir :-), mana kuberani mengambil risiko bawa orang kemping menjadi kojor :-). Jadi dalam pikiranku, akan kusewakan ia solo canoe tetapi biarlah Bang Jeha atau Empoknya yang akan mendayung sorangan wae, salah satu serpis dari Jeha Outfitter.

Namun, ketika Tikno datang ke rumah untuk kuwawancarai, apakah ia dalam kesadaran yang penuh dan sungguh serius mau ikut cari susah :-), pren sekubangannya, si Eddy, juga mau ikut. Problem solved, we will rent a tandem canoe. Sudah kulihat dari awal, Bang Jeha dan Empoknya akan mendayung terpisah alias "bercerai" 3 harian, serpis lainnya dari Jeha Outfitter :-). Barulah, di akhir hari ketiga, ketika Cecilia kembang-kempis mesti menyetir kanu dengan crew pendayung yang sudah letoi loyo :-) ia menghargai lagi suaminya yang selama ini menyetir kanunya, maupun "kanu kehidupannya" dengan gagah perkasa kecuali ketika sedang terbujur patah tulang kaki dan selangkanya :-).

Tidak lama setelah Oom J tiba, menurunkan barangnya maupun kepunyaan M sang cewek, kami sudah siap cabut dari pelabuhan kanu Rock Lake itu. Saya bersama Tikno, Cecilia berpasangan dengan Eddy. Oya, sambil menunggu J dan M, sebelumnya kami sempat memberikan kursus dasar kepada kedua wong Semarang-Suroboyo ini, basic canoeing strokes yang tidak sama dengan mengayun golf stick atau raket tenis :-). Jadi ketika keempat kanu melaju sepanjang anak sungai Madawaska itu, mereka sudah lebih mantep nekadnya :-).

Masih di dalam rangka memberikan servis yang oke punya dari Jeha Outfitter, sebelum kemping dimulai alias masih dalam tahap perencanaan, kusempat mencek lewat Internet, variasi dari route-route sekitar Rock Lake agar kedua rookies kami maupun M yang untuk pertama kalinya masuk ke hutan berkanu, dapat melihat cem-macem pemandangan. Selain itu, kami berusaha menghindari portaging yang panjang-panjang sebab sadar bahwa pemanggulan kanu akan jatuh di pundak pemilik Jeha Outfitter Services :-). Sebetulnya, kedua rookies kami kali ini mujur dan untung banget dibandingkan ketika ogut dan nyonya, pertama kalinya diajak canoe camping oleh temin kami S anak Ottawa, mantan Mbak Admin P-Net. Di usia yang jauh lebih tua dari Eddy dan Tikno, kami memulai canoeing dari access point 29, Kioshkokwi Lake. Route kami setiap hari ga ketulung-tulungan bangsanya 15-20 km mendayung dan portaging. Kalau kaga percaya, Anda dapat mencek route dari Kiosk campground itu, ke arah tenggara menuju Mink Lake, berputar melalui Club Lake, Mouse Lake di selatan ke Erables Lake (kata Perancis untuk maple), ke utara lagi lewat Maple Lake, lalu Maple Creek dengan portaging aujubilah jumlahnya, sampai ke Kioshkokwi Lake kembali. Portaging di tahapan pertama route itu: P730 P450 P1190 P640 P1700 P230 P1645 P80. Kemudian di sepanjang Maple Creek: P130 P805 P630 P90 P190 P775 sebelum masuk lagi ke Danau Kioshkokwi. Bayangin Eddy dan Tikno, bila sampeyan dipelonco 4 hari 3 malam (trip length kami) dengan total route itu, bukan saja kaya si Tikno yang menggelepar setibanya di rumah Sensei Lo :-), di malam pertama dikau sudah akan memelas meminta Jeha Outfitter memanggil ambulans :-). Anda yang sudah pernah melakukan portaging maklum, bahwa portage length katakan P1000 bukan berarti cuma sekilometer harus kita tempuh, tapi bolak balik bolak balik, tergantung berapa banyak barang bawaan kita. Hanya superman dan superwoman (terkadang kujumpai) yang mampu memanggul kanu bersama ransel sebesar alaihim berisi seluruh perlengkapan mereka, cukup sekali menjalani portage trail di interior. Itulah sebabnya, bagusnya canoeing, untuk melatih mental dan fisik kita, baik yang masih muda seperti Bang Jeha, maupun untuk wong gaek kaya Eddy dan Tikno :-).

Seperti kukatakan di tayangan terdahulu, rupanya kwalat juga kemping ber-10 padahal ijinnya cuma boleh bersembilan :-). Soalnya, kami tidak mendapat campsite di Pen Lake selama 2 malam berturutan tetapi harus di Rock Lake dulu semalaman. Rock Lake sih tidak jelek banget, malah kalau di musim rontok, pemandangan 'fall colour'nya bukan main, tetapi kami mempunyai niat lain. Sesuai dengan info dari Internet, kami ingin melakukan 'day trip' ke Welcome Lake yang jauhnya hanya 2 km sejalan portaging dari Pen Lake. Menurut seorang pengelana Algonquin, danau itu adalah yang terindah dari semua danau di Algonquin yang pernah dilihatnya. Jadi kami ingin membandingkannya dengan Killarney :-). Apa daya niatan tak sampai, malam pertama, setelah berkeliling mencari campsite yang menghadap ke utara, kami harus puas dengan campsite yang lumejen, pokoknya bisa menampung 4 tenda. Sebetulnya lagi, Pen Lake pun cukup lumayan indahnya, ga percaya, menunggu selesainya foto-foto kami, Anda dapat melihat pemandangan dari campsite yang kami pilih, ke arah utara di: http://ca.oocities.com/hilwan2/penlake.jpg. Oke pan yach. Yang Anda lihat bukanlah suatu pulau, tetapi campsite di sebelah kami, yang ada pemandangan sangat menariknya, untuk si Tikno :-). Pokoknya, serpis Jeha Outfitter mestinya sangat memuaskan sebab bukan hanya insan alami saja yang kami perlihatkan kepada para peserta, tetapi juga ciptaan-Nya yang paling manis, ya perempuan, setengah 'au naturel' :-). Tanya si Tikno dan Eddy untuk rincinya. Sekian dulu serial ketiga ini, sampai berjumpa di 'The Meteor Show'.

Sebetulnya, campsite di Rock Lake yang kami pilih atau lebih tepat peroleh, adalah di lahan bekas kepunyaan milyuner, raja kayu Kanada, Oom Barclay. Sampai awal tahun 50-an rumah peristirahatan atau estate doi masih bercokol disitu, dapat kami lihat dari reruntuhan sisa-sisa fondasi bangunannya. Entah apa sebabnya atau mungkin anak-menantu sedulurnya bosen "kemping" disitu-situ terus, mereka mempersilahkan agar Bang Jeha dan teman-teminnya dapat juga menikmati pemandangan ke selatan dari bekas halaman mereka. Karena tugas memasak makanan malam di hari pertama itu, ogut dan si Empok repot membuat ini itu. Menu utama adalah daging rendang padang-jowo sebab yang bikin wong Pekalongan. Cecilia juga memasak fresh, sayuran bok-choy pake kek-wan, semacam bakso, yang tidak kalah mutunya dari restoran Encek Scalbolo :-). Tentu saja tersedia dessert berupa "bubur sumsum" pakai gula "jawa Kanada" atau tepatnya brown-sugar. Hanya, kwalat kedua terjadi, Bang Jeha yang malam itu rada males menambahkan air ke aronan berasnya, membuat nasinya setengah mateng. Terpaksa kudoktorin alias dikerjain lagi sehingga jam restoran Mpok Cecile diundur dari jam 7 malam ke 7:30 :-), eh :-(. Seperti biasanya orang Indonesia memasak, ga perduli di kota, demikian pula di hutan, nasinya selalu kelebihan padahal yang lain habis tandas. Pokoknya dengan perut yang kenyang kami semua berbaring untuk mulai menonton pagelaran gratis karya Oom Han sendiri :-), shower meteor dari rasi Perseid.

Cak Indratmo sejak kemarin sudah tak sabar menunggu dan bertanya, gimana sih meteor show-nya. Maklum, kalau saja doi tidak sedang terpaksa menulis thesis tentu ia akan ikutan kami kemping lagi :-). Mana ada tempat di dunia ini seperti cagar Algonquin dengan lahan 70 ribu km persegi dan total canoe trail 1500 km sehingga variasi routenya tak terhingga jumlahnya. "Bang Jeha, kata ente BWCAW di Amrik lebih hesbats," seru seorang penghapal tayanganku :-). Itu kan waktu bulan Mei pren, dan ogut sedang ada di Amrik, salah-salah bisa digebukkin anak Minnesota bila mengagulkan Ontario, Kanada :-). Seriusan, memang BWCAW lebih besar dan canoe routenya lebih panjang, tetapi tetap 'home is where the heart is' dan Cak Indratmo setuju Kanada lebih oke dari Amrik :-), buktinya ia sekolah di Winnipeg bukan di Stanford atau MIT :-).

Dimodali majalah khusus Astronomy oleh kolegaku di comberan, kami sudah tahu bilamana planit bumi kita akan maksimum melewati bekas jalur komet Swift-Tuttle yang membuat meteor-meteor dari arah rasi Perseid menghunjam bumi bak anak-anak sekolah di Betawi tawuran :-). Peak period adalah di hari Minggu pagi, sekitar jam 4. Jadi di Jum'at malam itu, kami tidak mengharapkan terlalu hesbats, cukup oke asal bisa melihat satu dua setiap beberapa menit. Memang itulah yang terjadi, langit yang cerah membuat lebih mudah melihat sang meteor eksyen ketika memasuki atmosfir bumi. Barulah di malam kedua, di jam yang sama, kami dapat melihat lebih banyak meteor alias frekwensinya menjadi lebih sering, sekitar sekali per menit. Saya dan Cecilia yang terus bekerja keras mendayung, maklum Jeha Outfitter Services :-), hanya tahan sampai jam 11 malam untuk bermaksud bangun dan melihat di jam 4 pagi hari Minggu. Akang Trisna yang 'zzzz' di luar tendanya di malam kedua itu, melaporkan bahwa ia melihat lebih banyak lagi, terkadang 2 meteor panjang, sekaligus masuk ke atmosfir. Jadi info astronomi kami engga salah-salah atau ngibul banget :-). Tidak tahu bagaimana nasibnya si Bebeth yang konon mau melihat meteor dari Richmond Hill di lahan David Dunlop Observatory. Karena ada wekker di otakku maka menjelang jam 4 memang ogut bangun. M dan J tidur di luar juga meski tendanya persis di sebelah kami, di atas batu karang. Kusapa M yang sedang kasak-kusuk di subuh itu dengan pacarnya. "How is the meteor show M, anything good, spectacular?" Kalau saja ia terkagum-kagum, akan kubangunkan Cecilia agar kami bisa melihat bersama. "Not really," jawabnya. Jadi sambil keluar kencing dan lalu beberapa menit nongkrong di luar, menengadah ke langit yang tetap cerah dan sebagian disinari bulan, saya memantau kalau-kalau mulai ada tawuran meteor. Payach memang Cak, tidak ada "anak-anak SMP SMA Melayus" di ruang angkasa yang tawuran alias shownya tidak seperti yang sampeyan bayangkan. Tenang-tenang lagi nulis thesismu deh, musim rontok kita kembali mendayung di Rock Lake. :-)

Masih ingat ya mimpi Bang Jeha untuk pada waktu pensiun dihadiahi oleh para sohibnya, seperti Trudeau dapet kanu? Salah satu mimpi atau cita-citaku untuk kemping tahun depan ketika sudah jadi 'retiree' adalah memantau bintang di langit bermalam-malam, stargazer istilah anak Kanada. Untuk itu, sahaya sudah mengidam-idamkan suatu telescope canggih, Meade ETX-70AT (Goto) Astro Telescopes. Ya, berkat kemajuan tekno sang scope yang cebol mempunyai s/w atau computerized control dimana kita tinggal memberi komando 'goto' lewat keypad-nya dan ser-ser-ser, bergeraklah doi mencari bintang tujuan idaman hati kita. Sebagai contoh, misal Anda tertarik kepada Gemini, bukan Bang Jeha atau si Kong Noordin karena kami sudah ada yang punya, tetapi constellation atau bintang-bintang di rasi tersebut. Anda tinggal mencari nama bintang terterang di rasi Gemini, Castor dan menekan tombol 'goto' ke bintang itu. Ser-ser-ser, dalam waktu beberapa detik, si telescope canggih sudah akan mempersilahkan Anda melirik betapa ciamiknya salah satu bintang Gemini itu.:-) Untuk calon pemberi hadiah pensiunan Bang Jeha, kabar baiknya adalah sang telescope tidak segilak harga kanu Mad Rivers yang beberapa ribu dollar, tapi cuma beberapa ratus doang :-). Asyiknya melamun sambil menunggui meteor-meteor yang lewat ya. Sedemikian banyaknya hal yang dapat kita lakukan setelah pensiun dan saya setiap saat bingung bertemu dengan temanku secomberan yang masih belum mampu mengambil keputusan untuk pensiun padahal sudah beberapa tahun ia berhak. "Karena kurang imannya Mas," kata Anda wong relijius di milis ini dan mungkin Anda benar. Sampai di serial keempat

Seperti sudah Anda baca di tayangan kemarin-kemarin, hari kedua Algonquin trip ini kami pakai untuk pindah dari Rock Lake ke Pen Lake dan karena lumayan jauhnya sekitar 8 km-an mendayung ditambah satu portage P375, ketika kami tiba, selesai makan, tubuh sudah lumayan loyonya. Setelah selesai nyebur sebentar di pinggiran danau untuk 'cool down', mengantar Cecilia agak ke tengah agar ia bisa nyemplung di air yang lebih jernih, kami siesta atau tidur siang dulu. Oya, sampai lupa. Akal si Tikno untuk tidak perlu melakukan portaging 375 meter di atas. :-) Ketika bersiap-siap untuk loading atau memasukkan barang ke dalam kanu masing-masing, ia sengaja mempelesetkan kakinya sehingga terluka. Padahal sudah wanti-wanti kupesan, ketika kami kemarinnya mendarat di campsite bekas Barclay estate itu, kukatakan, "Tik, jangan menginjak batu yang ada lumutnya, ijo kaya begitu itu," kataku sambil menunjuk ke contoh batu-batu di pesisir. "Licinnya bukan main, pokoknya mesti hati-hati." Ia mengangguk dan mengiyakan. Weleh weleh, belum lama memuati barang, si Eddy sohibnya setengah berteriak, "Tikno jatuh, kakinya luka." Meski sebetulnya udah kebelet ke box, demi serpis Jeha Outfitter lagi :-), ogut lekas-lekas bergegas ke pantai dan memeriksa apakah lukanya bener-bener bor-boran kata anak Betawi atau hanya luka doang :-). "Berhenti darahnya?", tanyaku kepada mereka sebab kalau tidak, Bang Jeha first-aider Anda akan melakukan prinsip RED, Rest Elevated Direct-pressure ke sang luka. "Ya," kata Eddy dan Tikno mengusap-usap lukanya agar kelihatan darahnya :-). Kuambil plester band-aid dari 'first aid kit'-ku yang ukurannya paling besar dan kuberikan kepada mereka dengan pesan untuk memberitahukan daku bila tidak bisa menempel (karena basah oleh air). Kepada Ayrin saya meminta untuk dilaburkan polysporin sebab saya perlu bergegas kembali ke box :-). Akhirnya "jururawat" alias manteri Ayrini memberikan plester tambahan sehingga luka Tikno kelihatan sangat meyakinkan, untuk ia pensiun dari menggotong kanu :-). Itulah yang kukatakan, si Tikno hesbats sekhalei akal kancilnya agar tidak disuruh menggotong kanu :-).

Berangkatlah rombongan 4 kanu mengambil arah barat lalu ke selatan menuju portage Rock Lake - Pen Lake di atas. Karena relatif masih pagi, belum jam 12, kami memutuskan untuk makan siang di campsite saja nanti. Portage-nya relatif mudah sehingga dalam waktu yang singkat, beberapa puluh potong perbekalan kami sudah ada di ujung portage trail. Oom J yang kepanasan, tidak tahan untuk tidak nyemplung di suatu air terjun mini yang akan kudongengkan nanti. Saya tidak tahu bahwa tempatnya dekat. Ketika ia mengajak kami, kukira harus mendayung beberapa puluh meter sehingga tidak kugubris. Lebih asyik makan kacang Garuda imporan sedulurku Oey Trading Co guna menangsel perut sedikit. Pen Lake atau portage ini termasuk salah satu yang ramai di Algonquin karena banyak trail atau route yang melewatinya. Dari waktu ke waktu kami berjumpa dengan rombongan lain, semuanya lebih muda dari Bang Jeha dan Empoknya. Beberapa kanu mendarat dari arah selatan dan mereka semua menuju kanuku yang sudah di air. Kubersiap membantu, terutama agar mereka tidak menabrak Swift Kipawa-ku :-). Aje gile, ketika daku membantu mengangkat kanu tsb dari satu ujungnya, si pemimpin rombongan kemungkinan bapaknya beberapa bocah di antara mereka, menarik sang kanu menggeleser di tanah sampai berbunyi sreeett. Kulihat mereknya, Swift dan semuanya kanu bagus. Itulah nasib kanu sewaan, diperkosa pemakainya :-(. Tapi suatu bukti lagi bahwa Swift canoe memang oke punya :-). Beberapa ujang bulek yang umurnya paling 10-11 tahunan membawa ransel sebesar alaihim dan satu dua membawa 2 ransel. Tidak heran bila mereka sesudah dewasa, seperti sang bokap, akan mampu memanggul kanu sambil membawa ransel sepanjang portage trail. Alah bisa karena biasa. Tidak heran pula betapa hebatnya lemparan batu Cak Indratmo sehingga kami merasa kehilangan doi banget ketika di malam pertama, kami gagal terus melempar batu untuk membuat sistim gantungan tali bagi makanan kami. Ia dibesarkan di antara paguyuban pelempar batu :-) alias tukang tawuran. Generasiku, apalagi Oom J anak Kanada, asing akan lempar-lemparan batu. Semua mencoba berkali-kali dan tak seorangpun yang berhasil, sampai akhirnya Kang Trisna, berkat ngaso dan makan rendang dulu setengah panci, sukses di dalam lemparannya yang ke 10 :-).

Tidak berapa lama Oom J yang sedikit basah kaya beaver abis nyemplung ke air :-) muncul sambil ketawa-ketiwi. Ketepa oleh Bang Jeha ahli prosmotsi, katanya langsung, "The best waterfall in Canada," suatu dalih agar kami tidak gedeg lama banget menunggu doi mandi. :-) Cecilia bojoku yang tidak pernah memakai akalan begitu, secara naif bertanya, "Really, is it better than the one we had at Nellie Lake?" Kepalang-tanggung alias belum jadi pengibul kelas berat kaya para politikus Indo :-), doi ragu-ragu, mikir dan berkata, "Hmmm, it is different." :-) Langsung ketahuan belangnya. Tetapi ia berhasil membuat kami semua bertekad untuk mencobanya nanti di hari terakhir ketika kami akan pulang melewati portage trail tersebut kembali. Formasi dan barang di kanu tetap seperti semula, ogut bersama Tikno anak Loyola yang masih belum terlalu loyo di saat itu, Cecilia bersama Eddy anak Karang Turi yang sudah tidak sekeras karang dayungannya :-). Beberapa botol air kosong kami bawa dan Monik yang duduk di tengah kanuku kutugaskan untuk memompa air. Cukup gesit dan kuat juga ia meskipun kemungkinan karirnya tidak akan membawanya menjadi tukang pompa air :-). Sekitar 1 km mendayung, botol-botol yang antri sudah penuh dan kami mendekati suatu pulau. Dari jauh sudah terlihat bahwa pulau itu ada penghuninya sehingga kami meneruskan perjalanan mencari campsite yang menghadap ke utara. "Siapa tahu bisa melihat Northern Light lagi," kata bojoku yang serakah :-). Emangnye ... tiap kempingan ngeliat Aurora :-).

Pendayungan kami teruskan sampai menuju suatu jazirah agak menjorok di danau Pena ini, sehingga tampak langit bagian utara. Dari jauh sudah terlihat warna biru alias sudah ditempati lagi. Penasaran, kami dekati dan kubertanya, "Hi guys (cewek cowok tapi begitulah gaya Kanada), are you staying till tonight?" "Hi; yes we are staying till Monday," kata mereka berdua. Lenyaplah harapan mendapat campsite dengan pantai berpasir seperti yang terlihat di gambar kemarin. Kanu terus melaju dan mataku melihat sesuatu. Ternyata si Tikno tak loyo lagi kalau soal beginian, ia juga sudah mulai memperhatikan. Si cewek yang tadi menjawab sambil tiduran, cuma pake CD doang :-). Bagian atasnya plong tetapi mengetahui anak Loyola tukang ngintip mendekatinya, ia merebahkan tubuhnya ke tanah sehingga hanya sisinya lach yauw yang terlihat. Kwalat lagi kita Tikno dan Eddy, cuma boleh kemping bersembilan, 10 orang kita paksain masuk ke interior gara-gara kalian :-). Coba kalu engga, kami bisa ngeliat kaya apa dulu Siti Hawa waktu masih di taman firdaus :-). Nasib, kata Kang Trisna sebab entah mengapa, ia menjadi suka 'au naturel'-an di kemping kali ini.

In all fairness, kata anak Kanada, saya dan Cecilia tidak bisa dibandingkan dengan kedua rookies kami, tokoh di tayangan kali ini, Eddy dan Tikno :-). Ketika kami pertama kalinya canoeing dan diajak lewat Kiosk itu, meski umur kami tidak berbeda jauh dari mereka di saat sekarang, kami aktif berolahraga. Tubuhku pun tidak segembrot sekarang, berkat badminton, renang dan sepedaan secara teratur. Kecuali bersepeda ke kantor, Cecilia tak mau ketinggalan selalu ikut. Akibatnya, meski kami "diplonco banget" oleh ketiga guru kami yang pertama-tama, kami survive dan menikmati be'eng canoe trip itu. Seperti sudah disyer juga oleh Bebeth, bagi para pecinta alam sejati, tak pernah bertemu sekalipun sebelum kempingan, kami langsung akan merasa cocok satu sama lain. Ada suatu "lem perekat" yang membuat kami saling tertarik. Tak heran bila banyak yang jatuh cintrong di dalam atau seusai suatu camping trip. Anda yang pernah membaca tayangan psiko-ku seputar 'excitation theory'-nya Dutton dan Aron pasti akan manggut. Satu contoh terakhir yang kuingat adalah ketika Tikno menceritakan teman main tenisnya, si L. Bing yang punya Kalbe. Ia dulu temen naik gunung ogut dan jatuh cinta kepada isterinya I sejak pendakian Gunung Salak ketika I sempat kram :-) dan harus dibopong turun. Bukan saja berolahraga secara teratur, tak perduli kita mulai di usia berapa pun, membuat kita tidak amblas bila digenjot secara fisik, manfaatnya juga akan Anda rasakan bila Anda menikah :-). Ya, produksi testosterone alamiah akan meningkat, baik di pihak cowok maupun di si cewek. Jadi segala macam disorder-disorder sehubungan dengan esek-esek yang pernah kutulis, mestinya tidak terjadi bagi para canoeist suami isteri :-). Bila Anda masih single atau pun memilih hidup selibat, camping canoeing juga bagus bagi dirimu. Ga percaya tanya teman-teminku sekempingan. Dari obrolan bersama mereka, baik di muka api unggun maupun di depan kompor :-), ke-THP-an mereka hidup di dunia ini, tidak seberapa. Kebanyakan mereka adalah manusia yang hepi hidupnya dan seperti dikatakan Bebeth dengan sangat bijaksana, they feel rich :-). Ingat, beda antara orang kaya dan yang MERASA kaya :-). Tak perlu duit kita seabrek-abrek, rekening bank kita sejibun, untuk bisa merasa kaya. Ga percaya, ikut kemping ama ogut :-).

"Mas, ini tayangan canoeing, kuliah seks atau filsafat?," tanya kaum puritan atau yang hanya mau membaca cerita canoeing saja. Semua-semuanya, ini tayangan Bang Jeha, anak gado-gado :-). Kulanjutkan lagi ya. Di hari ketiga, tanpa diketahui semua peserta kecuali isteriku, kutanyakan Oom J apakah ia mau menjadi guru kanu Eddy atau Tikno. Dari jawaban yang masuk di akalku alias kuterima, dengan sopan ia menolaknya :-). Jadi saya lalu berkata kepada Cecile, "kamu bersama Tikno, aku dengan Eddy." Si Wita ikut bersamanya untuk menambah daya dayung mereka, Monik ikut bersama Oom J. Ayrin dan Trisna yang sudah lewat masa-masa berkelahinya di atas kanu, terus duaan wae :-). "Sekarang kami sudah kompak oom jusni," kata Trisna menjelaskan mengapa ia senang mendayung bersama Ayrin terus :-). Dengan power atau kekuatan mendayung yang dimiliki Trisna, mudah sekali baginya untuk menyetir kanu dan mengimbangi dayungan Ayrin. Yang susah bagi pendayung manapun, bila Trisna ada di depan mengayuh di haluan :-). Bayangkan bila motor-boat Anda di depan motornya :-).

Perjalanan menuju Rock Lake tentu saja mudah sekhalei, lewat satu portage trail doang dan hampir semua jatah makanan sudah habis digasak, kekecualian lunch untuk hari Minggu siang itu. Seperti sudah diputuskan atau disetujui secara lonjong kemarinnya, karena umumnya Eddy dan Tikno cuek azha, kami akan makan siang di dekat air terjun mini di portage trail. Bang Jeha Anda mengusulkan agar semua camping gear termasuk kanu digotong dahulu sampai ke ujung dan lalu kita bisa leha-leha di air terjun sambil makan siang. Karena maling di Kanada ini, alhamdulilah sampai sekarang, tidak ada satupun yang suka kemping ke dalam hutan :-), maka semua barang yang kalau ditotal harganya ribuan dollar, kami tinggal dan geletakkin azha di pinggiran jalan. Makan siang berupa sandwich, spesialisasi Mbak Ayrini, tak lama tersedia. Oya, si Cak ingin tahu tentunya, bagus mana air terjun mini itu dengan yang di portage trail ke Nellie Lake. Putus Cak, yang di Nellie lebih ciamik dan asoi. Disana kita bisa duduk tenang, berendeng bertiga dan pundak dipijitin. Yang di Pen Lake Oom J harus memasang tali agar kita tidak terbawa arus sebab tak ada platform yang oke punya untuk kita duduk tenang. Pasti akan hanyut terbawa arus air. Tetapi, sebetulnya membawa keasyikan sendiri, main perosotan. We became the child of nature again. :-) Ingat petuah Oom Trudeau yach? Bila kita sudah mendayung 100 miles, 160 km, kita menjadi anak alam. Itulah yang terjadi terhadap Kang Trisna :-).

Diajarkan kesopanan ketimuran :-), Bang Jeha yang belum mengenal M "permisi" dulu atau bertanya kepada Oom J, "Do you think it's OK with M if I take my swimming trunk and go au naturel?" "Wait, I'll ask her," jawabnya. Langsung doi bertanya kepada ceweknya, apakah oke bila kami telanjang bulet dan anak ndeso ini tanpa sungkan-sungkan mempersilahkan wae :-). Langsung pula dua anggota klub au naturel Anda eksyen alias menanggalkan kain buatan manusia dan menjadi anak kecil kembali :-). Itulah esensi kebahagiaan Bebeth, bisa menjadi anak kecil sebab seperti dikatakan dalam Injil yang kau baca siang malam :-), kira-kira sebab ogut ga hapal ayat "Hanyalah mereka yang dapat menjadi anak kecil kembali, akan empunya kerajaan surga." Amin :-). Tidak berapa lama bermain air di perosotan alamiah itu J berkata kepadaku, "I am glad we are doing this. It shows M that naturalist is not the same as sex." Maksud doi tentunya, kita bisa telanjang tanpa mempunyai nafsu apa-apa, tanpa bermaksud esek-esek. Ketelanjangan tak perlu selalu dihubungkan dengan gituan atau menjijikkan. Inilah bedanya anak-anak alam, yang terbiasa melihat ketelanjangan sejak masih di Kali Ciliwung :-) dengan yang dididik untuk menutupi ketelanjangannya sebab memalukan alias biadab. Sejak anak-anak kami masih kecil, ia biasa melihat ibunya, apalagi bapaknya telanjang. Kecuali kencing di got di pinggiran jalan dimana mereka sungkan, telanjang di dalam rumah pun oke bagi mereka dan mestinya demikian pula di alam raya.

Nah, entah terpengaruh oleh Bang Jeha dan Oom J yang keasyikan, atau sesuai dengan hitungan Oom Trudeau, Kang Trisna lalu berkata bahwa ia juga akan membuka celananya. Saya hanya tersenyum sebab jangan-jangan seperti di Georgian Bay, ia 'chicken' dan ga jadi terjun. Tetapi kali ini saya salah taksir, Trisna benar-benar menjadi bugil dan ikut bermain perosotan alam :-). Mulai sekarang, tambahlah anggota klub au naturel Bang Jeha, sayang semuanya cowok sebab yang cewek chicken, pock pock pock :-). Maklum mereka bukan anak Kali Ciliwung atau puteri Bali tempo doeloe dimana biasa-biasa aja untuk berbugilan termasuk 'bare breast'. Si beradablah, seperti diwakili oleh satu temanku yang melotot di Denpasar ketika melihat susu bergoyang-goyang di jalanan, yang berperilaku biadab bila melihat ketelanjangan.

Rombongan full monty dan kaum puritan tak lama kemudian menyelesaikan saat-saat nostalgia menjadi anak kecil kembali dan bersiap-siap mendayung menuju Rock Lake canoe launch. Di awal pendayungan di ujung trail, kumelihat seorang bocah cewek berenang di belakang kanu bokap nyokapnya. Umurnya paling 5-6 tahunan dan dengan sedikit susah payah ia berusaha 'catch-up' mendekati kanu bonyoknya. Bapaknya cuek azha ketika ia berteriak minta ditunggui dibantu. Ya, kuteringat tayanganku ketika melihat Ban Pit mengajarkan anaknya Siauw Pit bersepeda. Ayah Asia terus memegangi sadel sepeda anaknya, ayah Kanada akan membiarkan anaknya terjatuh bila perlu, agar belajar dari pengalaman bahwa jatuh itu sakit sehingga semakin berusaha untuk tidak jatuh. Kalaupun suatu ketika si anak jatuh di dalam kehidupannya, ia semestinya akan lebih mampu untuk bangun kembali. Insya Tuhan. Sekian saja dongengan Bang Jeha kali ini, oleh-oleh canoe camping 3 hari 2 malam tanpa api unggun tetapi selalu berkesan dan bermanfaat bagiku, semoga bagi kalian para peserta maupun penyimak dongengan. Salam dari Toronto, bai bai lam lekom.

Toronto, 12 Agustus 2001
Home