Bila Anda satu generasi dengan saya atau senang membaca, semestinya Anda pernah melihat foto tokoh saya hari ini atau membaca kisah hidupnya. Ya, ia sudah menjadi tokoh dunia dan memang saya tidak mengenalnya secara pribadi. Pertama kali saya melihat fotonya, saya tidak tahu bahwa foto itu akan merupakan salah satu faktor yang membuat perang Vietnam selesai. Umurnya baru 9 tahun di bulan Juni 1972 itu. Ia baru saja berlindung di suatu wihara ketika pesawat tentara Vietnam Selatan menyiram daerah itu dengan bom napalm dan ia bersama beberapa saudaranya terkena. Bajunya terbakar sehingga ia telanjang dan sambil berlari karena tubuhnya panas terbakar ia menangis. Anda ingat foto itu? Ya, namanya Kim Phuc dan ia sekarang tinggal di Toronto. Ia sudah berkeluarga, anaknya satu masih kecil dan satu lagi di kandungannya.
Hari ini wajahnya yang selalu tersenyum tampil di halaman utama koran Toronto Star. Sebetulnya saya ingin menokohkan seorang lain di tayangan ini tetapi sepertinya ada "pesan" agar saya menulis sedikit kisah Kim. Dari kisah si wartawan, kita tahu ia sama sekali tidak berada kalau tidak bisa dibilang termasuk miskin di dalam harta dunia. Padahal foto yang dibuat oleh "mat kodak" Associated Press bernama Nick Ut memenangkan Hadiah Pulitzer dan selain muncul di majalah Life, dimuat oleh ratusan, ribuan koran dan majalah lainnya di dunia. Sayang Kim tidak mendapat royalty-nya ya.
Kesengsaraan dan luka hati Kim tidak terbayangkan oleh saya. Kalau ia yang menjerit "Tuhan, dimana Engkau?" saya dapat mengerti. Ia menderita luka terbakar tingkat ketiga (seluruh tubuh) dan membutuhkan 17 operasi besar. Cacat yang diakibatkan luka bakar membuatnya tidak dapat memakai baju lengan pendek sampai hari ini karena sedemikian mengerikannya untuk dilihat. Akibat foto itu, atau tepatnya tekanan terhadap hati nurani rakyat Amerika Serikat yang ditimbulkan dari foto itu, 7 bulan kemudian pemerintah A.S. menanda- tangani perjanjian perdamaian.
Kisah TorStar bukan kisah Kim yang pertama saya baca, jadi saya sudah tahu penderitaannya yang luar biasa. Sampai hari ini ia masih hidup serba susah. Suaminya harus bekerja rangkap, keduanya 'part-time job'. Kim bekerja di rumah merawat anaknya yang baru berumur 2 tahun. Apartment yang mereka huni hanya mempunyai 1 kamar dan masih ada seorang lain, penderita cacat mental, yang mereka tampung disitu. Tetapi senyumnya tidak pernah terhenti. Ia kaya di dalam imannya sebab pasutri ini termasuk 'born again Christian' kata si wartawan. Bagi saya tidak penting agama yang dianutnya. Yang menarik untuk saya adalah ucapan atau pernyataannya bahwa ia telah memaafkan. Bulan Nopember lalu ia menjadi salah satu pembicara di Hari Veteran Amerika Serikat di Washington DC. "If I could talk face to face with the pilot who dropped the bomb, I would tell him we cannot change history," katanya. "But we should try to do good things for the present and for the future to promote peace."
Sejak foto yang dimuat di atas, hidupnya banyak "dimanipulasikan" dan ia "dipakai" (termasuk menjadi tokoh tayangan ini :-)). Bila Anda tinggal di Canada, kisah hidupnya, Kim's Story - The Road from Vietnam akan ditayangkan oleh CBC pada hari Selasa minggu depan jam 9 malam. Saya akan menontonnya dan mungkin pas sebagai renungan sebelum memasuki Rabu Abu. Bagi Kim, melihat fotonya lari telanjang di tengah jalan itu, menyakitkan hati. Meski semua orang mengatakan 'engkau terkenal', baginya foto itu tidak ada artinya karena ia kehilangan segalanya. Tetapi setelah bertahunan ia dapat menerima dan sadar akan makna foto itu maupun peranannya. "I am proud. I accept that the picture changed the world. If it stopped the war, then I am happy. Because of that, there are children who didn't die."
Sebenarnya saya harus stop dan mengakhiri tayangan ini, tetapi saya lalu teringat, foto atau tayangan televisi yang saya tonton beberapa tahun lalu bersama Cecilia di Toronto. Ya, pembunuhan massal di kuburan Santa Cruz di Timtim. Saya tidak tahu berapa di antara warga P-Net pernah atau sudah melihatnya. Kalau Anda tinggal di Indo, kemungkinan belum atau tidak akan. Berkat tayangan itu, saya kira sebagian penduduk dunia menjadi sadar akan apa yang telah dan sedang terjadi di Timtim. Hanya saya tidak tahu kapan pemerintah Indonesia akan "menanda-tangani perjanjian perdamaian" dengan rakyat Timtim. Semoga, saya hanya dapat berharap. Salam dari Toronto.