The Hurting People XII

In memory of my friend K.

Kalau Anda mengikuti tayangan serial ini sejak dari awal, mungkin Anda masih ingat bahwa tokoh-tokoh saya di awal tayangan adalah orang yang sakit hatinya kelas bulu atau kelas ringan. Hari ini saya ingin sedikit membagikan pengalaman saya berjumpa lagi dengan seorang yang terluka kelas berat.

Sudah cukup lama saya mengenalnya di kantor. Mula-mula hanya lewat 'hi' kalau bertemu sebab ia selalu tersenyum dam ramah kelihatannya. Lalu karena sedikit bersamaan proyeknya atau keahlian yang kami miliki (suatu bahasa programming) maka saya mulai mengenalnya lebih dekat. Sukar untuk mengerti bila ia bercakap- cakap karena kata orang Indo ia sumbing. Ia juga seorang imigran dan bahasa Inggris bukan bahasa ibunya. Jadi kesulitan mendengarkan atau mengerti apa yang diucapkannya menjadi berlipat karena selain ada aksennya juga operasi sumbing- nya tidak sempurna. Saya mempunyai sedikit pengalaman berteman dengan anak sumbing di Betawi tempo doeloe jadi saya tidak takut untuk ngobrol dengannya. Pada umumnya sering saya ulangi kalimat yang diucapkannya dan bila ia manggut saya tahu, I am on the right track :-). Yang menyenangkan berbicara dengannya, kalau saya salah, ia mengulangi berkali-kali apa maksudnya dan saya lalu diberikannya kesempatan untuk menerka kata-kata yang tidak saya tangkap.

Mungkin karena tantangan seperti itu, tidak banyak yang mau ngobrol dengannya sehingga kalau ia bertemu saya, beberapa menit saja, kami saling tukar-menukar informasi. "How are you doing, what's news, what's up," adalah kalimat yang biasa saling kami ucapkan bila berjumpa. Sampai suatu ketika, ia menelepon saya dan bertanya apakah dapat berbicara dengan saya 'in confidence'. "Sure, come to my office and we can talk." Untungnya, kami para programmer di kantor saya mempunyai kamar sendiri-sendiri yang dapat kami tutup pintunya. Jadi ia lalu datang dan menceritakan kerusuhan hatinya. Ia mendapat ultimatum untuk berusaha mencari pekerjaan di proyek-proyek yang ada dan bila tidak dapat, dengan sangat amat terpaksa, ia akan disuruh "minta berhenti". Ya, ini suatu prosedur yang lumrah di jaman sekarang, rakyat mempunyai tanggung jawab mencari atau mencocokkan keahlian yang dimilikinya dengan lowongan yang ada. Ini terjadi kalau seperangkat keahlian Anda sudah tidak dibutuhkan dan terutama kalau sedang ada perintah dari 'the boss of all bosses' di negeri Paman Sam untuk menciutkan kembali pegawai.

Tentu saya berusaha di dalam keterbatasan saya untuk membantunya. Saya berusaha untuk "memasarkan" ilmunya kepada juragan saya dan saya katakan bahwa saya membutuhkan pembantu. Sayang juragan saya mempunyai rencana atau pendapat lain. Memang juga anak ini 'confidence' atau PD-nya (percaya diri) tidak seperti yang lain. Sebetulnya ada kesempatan untuk ia membantu saya dalam menangani 'customer problem'. Tetapi belum apa-apa ia sudah ketakutan. "Please don't put me in a position where I have to talk to customer," katanya. "Don't worry," kata saya tetapi di dalam hati saya tahu bahwa ini memperkecil peluangnya. Memang logikanya masuk di akal sih, langganan yang moring-moring (pinjam istilah ki dalang Peret yang sedang melungker :-)), tentu akan tambah uring-uringannya (kata anak Betawi) kalau harus berdialog dengan teman saya. Singkat cerita saya tidak berhasil membantunya dan ia lalu "dirumahkan".

Lalu datang berita yang mengejutkan mengenainya dari seorang teman saya lain. Ia terkena serangan jantung dan meninggal seketika. Dari teman-teman ini kami saling merangkaikan cerita dan jelaslah ia telah menjadi korban "down-sizing". Sebulan dua tinggal di rumah, tanpa adanya prospek pekerjaan, dilatar- belakangi cacat fisiknya, dan juga merasa "dicampakkan" dari kantor, teman saya menjadi orang terluka kelas berat. Ia betul-betul merasa 'depressed'. Nah, saya kan tidak menjanjikan bahwa tayangan saya selalu akan berakhir dengan 'happy ending' sebab terkadang hidup pun demikian, tidak selamanya 'and he lives happily ever after' seperti cerita dongeng yang kita ortu kisahkan kepada anak-anak kita sebelum mereka tidur. Bila Anda (semoga tidak ada di antara warga P-Net ini) sedang menganggur, it could be worst. Teman saya mungkin lupa menghitung-hitung keuntungannya dan melihat "gelasnya setengah kosong, bukannya setengah penuh". Berbahagialah orang Jawa :-) (ya seorang sahabat di japri anak Jawa mengatakan tayangan 'Masih Untung' menyadarkan kembali "filsafat kejawen" itu yang memang dianutnya). Salam dari Toronto baik untuk orang Jawa maupun non-Jawa.

Home Next Previous