The Hurting People XVI

Sudah saatnya saya mengganti tokoh saya sekarang kepada golongan saya sendiri yakni kaum kokokbeluk, meminjam istilahnya ki dalang Yo Riono. Sudah sekitar setahun lamanya saya mengenal beliau, kita sebut saja namanya Bob karena nama ini sedang populer luar dalam, di luar negeri maupun di tanah air. Bob menjadi duda beberapa tahun berselang ketika isterinya, pencari nafkah utama meninggal terkena serangan jantung. Sudah cukup lama saya menemani mereka yang ditinggal orang yang dikasihinya dan menurut saya Bob masih belum selesai proses grieving- nya meskipun isterinya sudah tiada sekitar 4 tahun lalu. Memang sih lamanya proses grieving itu tidak sama antara setiap manusia namun menurut pakar grieving Elisabeth Kuebler-Ross, umumnya sekitar 2 tahun. Dari waktu ke waktu, kalau bercerita mengenai sang isteri, Bob penuh dengan duka nestapa dan segala macam guilt feeling serta penyesalan. Sering air matanya berlinang pertanda kesedihan ditinggal, masih terasa.

Nah, di dalam proses grieving yang belum selesai, Bob kejatuhan satu tangga berat lagi, anaknya menjadi "toxic" alias remaja awur-awuran. Setiap kali saya berjumpa dengan Bob, setiap kali saya geleng-geleng hati (terkadang kepala juga). Semakin lama kisahnya menjadi semakin menyedihkan dan saya lalu menjadi sering kurang sabar. "Bob, you know what you are? You are an enabler." Tidak saya katakan lalu apa yang terpikir dalam hatiku, "You deserve it, whatever comes your way." Saya mengatakannya lebih halus dan sopan, belajar dari orang Jawa :-). "Bob, how could your daughter change her behaviour if that's what you did?" "I couldn't do what you suggested jusni. It's too hard for me." "Well, there is no motivation then or demotivation for your daughter to change. If she abused you, you lashed back at her. If she didn't do what you told her, there was no consequence to her behaviour. Why on earth would she change?" "I don't know jusni, I am so confused." Terkadang, saya jadi berpikir, jangan- jangan si Bob ini kebutuhan untuk 'love and belonging'-nya sama seperti penderita agoraphobia yang saya singgung di tayangan saya belum lama ini 'Ketergantungan'. Ia "survive" karena mendapat perhatian dari saya dan kaum enabler lainnya. Seharusnya saya sudah mengucapkan selamat tinggal, good luck God Bless ke beliau. Namun, saya masih melihatnya seperti orang sakit, luka hati kelas berat yang kalau saya tinggalkan, ia akan lebih kebingungan. Soalnya satu dua nasihat saya, suka dilakukannya, misal menghindar atau keluar rumah atau masuk kamarnya kalau anaknya sedang memaki-makinya. Juga untuk tidak melakukan 'nagging' soal si anak sekolah atau tidak sekolah. Sekali karena sudah tidak tahan ia memanggil polisi karena anak itu "kesetanan" dan merusak dan lalu ia usir. Tetapi lalu ia menangis terus selama si anak di luar rumah karena si Bob ini orang Asia atau dari masyarakat timur yang tabu mengusir anak. Jadi ia mencari dan menyuruh anaknya kembali tinggal di rumahnya, tanpa persyaratan satupun. Kata anak Betawi mana si anak tidak jadi "ngelunjak". Pokoknya sejak itu sang anak yang menjadi ratu mahakuasa di rumahnya dan ia hanya kacung semata atau "papan penggilasan".

Saya mulai kehilangan ide berhadapan dengan orang seperti si Bob, anaknya selain kurang ajarnya sudah tidak ketulungan, merokok, dan kelihatannya sekarang minum dan mengganja. Sekolah 'going down the drain'. Diusir dari sekolah tinggal soal waktu. Oya, anaknya juga menyalahkan ibunya meninggal karena salah si Bob dan beliau menerima hal itu. Jadi kalau bertemu si Bob, saya menjadi apa yang dikatakan orang sini 'broken record', "piringan hitam rusak" atau perkataan saya, saya ulang-ulangi saja deh. Seperti si cebol merindukan bulan, saya rindu agar Bob sadar bahwa ia sama sekali tidak membantu sang anak, kalau malah tidak lebih menjerumuskannya. Kalau Bob tidak ingin keadaan berubah, memang jangankan saya, perdana menteri Canada Jean Chretien pun tidak akan mampu. Jadi saya sama gawatnya dengan si Bob ya. Ia melakukan enabling sehingga anaknya menjadi 'toxic' (tidak saya ceritakan betapa si Bob suka ngaco di kantor dan kalau ia dipecat saya tidak heran). Saya melakukan enabling sehingga si Bob tidak sadar sadar :-(. Nah, mungkin ada sepikolog di P-Net ini yang dapat membantu saya? Siapa tahu Anda mempunyai ide terobosan yang dapat saya kemukakan ke si Bob. Oya, konseling ke sepikolog si anak ogah, segala macam sang ratu tak mau. Terima kasih sebelumnya kalau Anda dapat memberikan nasihat kepada si enabler dari Toronto. Wassalam.

Home Next Previous