The Hurting People XX

Tidak terasa tayangan serial ini sudah sampai ke seri yang ke 20 dan selama ini sudah cukup banyak menceritakan variasi teman-teman atau orang terluka yang hidupnya melintasi hidup saya. Pada saat ini saya berteman dengan ortu yang anaknya sedang hanyut dilanda malapetaka bernama 'drug addiction' atau istilah Indo-nya nge-drug. Ada yang baru dalam tahap ngeganja yang disini disebut marijuana, ada yang sudah lebih berat. Ada yang baru bolos-bolosan dan tidak bersekolah, ada yang sudah berurusan dengan polisi dan penjara. Aduh, jangan sampai nasib Anda seperti teman-temanku itu deh. Semoga. Saya tidak dapat membantu banyak karena memang tidak berpengalaman, syukurlah anak kami tidak ada yang nge-drug atau terkena pengaruh iblis ini. "Knock on wood," kata orang sini, "tok tok tok," kata ortu di tanah air.

Hampir semua anak-anak temanku yang terkena 'drug addiction' atau pecandu obat mulainya dari merokok. Umumnya atau biasanya karena pengaruh teman, di sekolah, di lingkungan pergaulan lainnya. Memang mula-mula hanya eksperimen atau mencoba-coba, mau "ngerasain" ceritanya, tetapi dasar ya pengaruh iblis, banyak yang lalu terseret. Memang faktor lingkungan rumah tangga, terutama bila si anak merasa "tidak betah di rumah" dapat merupakan salah satu penyebabnya tetapi tidak selalu. Saya pakai tanda kutip tidak betah itu sebab luas sekali kemungkinannya. Suasana rumah seperti perang karena ayah ibu memang sedang dalam keadaan perang, itu satu contohnya. Suasana rumah 'abusive', adalah suatu kemungkinan lain. Berayah atau beribu sendirian (single father single mother) dapat pula menyebabkan anak menjadi "tidak betah". Tetapi yang saya lihat terjadi di teman-temanku adalah anaknya masuk ke "jurang" karena pengaruh teman. Mereka ingin sama seperti teman-temannya yang "cool" itu.

Pusing sekali mendampingi orang yang anaknya menjadi pecandu obat. Sebab sebagian besar juga melakukan tindakan kriminil untuk memperoleh uang guna membeli obat yang relatif mahal bila ia sudah meningkat kepada obat keras seperti cocaine, heroin, morphine, amphethamine, dan yang sedang 'in' XTC. Jadi hampir dipastikan, sang ortu akan berurusan dengan polisi, pengadilan atau jaksa dan hakim, terkadang rumah sakit dan penjara. Pokoknya segala ilmu yang kita pelajari mulai dari SD sampai ke SMA sampai ke Universitas, meskipun kita mendapat gelar Doktor, tidak cukup. Sama seperti Mo Kus lulusan Wisconsin U. kebingungan menghadapi calon pengantin yang serba miskin, meski Anda lulusan Harvard atau MIT program doktoralnya pun akan merasakan yang sama. Bottom line saya dalam mendampingi sang ortu, bila si anak sudah tidak dapat dipaksa (anak di atas 16 tahun tidak lagi bisa dipaksa disini) untuk mendapatkan pengobatan terhadap kecanduannya adalah anjuran 'to let go'. Sedih memang, apalagi kalau mendampingi ibu yang seumur hidupnya telah membaktikan diri demi sang anak, membesarkannya dengan penuh cinta kasih, "unconditional love", namun karena "nasib" anak terseret ke pergaulan gila. Yah, sekali lagi semoga cerita THP adalah suatu "bacaan ringan" saja bagi Anda, tidak akan pernah Anda alami, menimpa Anda atau anggota keluarga Anda. Ingatlah para orang tua yang anaknya sedang kecanduan obat di dalam doa-doa Anda di hari-hari ini. Salam dari Toronto.

Home Next Previous