The Hurting People XXI

Kalau Anda masih ingat, tayangan THP saya yang terakhir menceritakan kisah pengalaman saya menemani ortu yang anak-anaknya sedang terkena penyakit 'drug addiction', kecanduan narkotik. Bila Anda sudah lama di P-Net ini, mungkin Anda juga masih ingat isi THP XI, dimana saya menayangkan seorang tokoh, imigran Toronto asal Vietnam bernama Kim Phuc. Foto Kim yang lari telanjang sambil menangis sehabis desanya dibom napalm pada bulan Juni 1972 dianggap sebagai salah satu faktor yang membuat perang Vietnam berakhir. Diilhami oleh tulisan di Toronto Star saya menuliskan tayangan itu dan kali ini, diilhami oleh suatu tulisan di majalah Our Family, Canada's Catholic Monthly Magazine, terbitan Missionary Oblates of St.Mary's Province, Saskatchewan, Canada, saya ingin memberikan wajah kepada keluarga 'drug addict' di tayangan THP XX.

Kecuali Anda satu generasi dengan saya atau penggemar olahraga tinju, anak Betawi bilang boksen, Anda mungkin tidak kenal namanya. George Chuvalo seorang juara tinju Canada kelas berat dan karir puncaknya adalah perebutan kejuaraan dunia dari Muhammad Ali dimana ia dikalahkan. Lawan-lawan yang pernah bertanding dengannya a.l. George Foreman, Joe Frazier dan Floyd Patterson. Seperti juga saya, ia adalah imigran Toronto dari Croatia, ayahnya generasi pertama atau yang pindah ke Canada dari Croatia (Yugoslavia waktu itu). Karena ia tinggal di kota ini, maka sejak tragedi di awal kehidupannya diberitakan di koran, saya sudah mulai "mengenalnya". Tragedi itu dimulai pada tahun 1985 ketika anaknya yang bungsu dari lima bersaudara, Jesse, membunuh diri. Oleh karena kecanduannya akan heroine, Jesse menjadi penjahat sampai ia menghabisi nyawa- nya pada umur 20 tahun. Delapan tahun kemudian, tahun 1993, anaknya yang tertua, George Jr. meninggal karena 'heroine overdose' di sebuah hotel gurem di kota ini. Jarum suntik masih tertancap di tubuhnya ketika ditemukan. Dua hari setelah George Jr. dikubur, Lynne isterinya, meminum sejumlah pil yang disitanya dari anak-anaknya, lalu mati di ranjang Jesse di dekat abunya. Masih belum cukup penderitaan menimpa George, musim panas tahun lalu Steven Chuvalo, anaknya yang cukup cerdas, berusia 35 tahun, meninggal lagi karena 'overdose'.

Setiap kali saya membaca tragedi keluarga Chuvalo ini, setiap kali hati saya nelangsa karena menimpa keluarga penuh kasih. George itu, kalau Anda membaca kisah hidupnya, adalah orang yang sangat baik, a man with a big heart, kata orang sini. Keluarganya pun saling kasih-mengasihi, tetapi kasih semata memang tidak cukup untuk bekal hidup ini. Tragedi demi tragedi melintasi hidupnya, semuanya hanya karena narkotik terkutuk itu. Lalu apa yang dilakukan George selain menangis setiap hari? Ia sadar bahwa masih ada 2 anaknya, Mitch dan Vanessa, yang tetap membutuhkannya sebagai seorang ayah dan kakek bagi anak- anak mereka. Orang yang mengenalnya sebagai petinju beranggapan bahwa ia adalah petinju yang paling ulet dan badung yang pernah naik ke gelanggang. Di dalam hidup pun, dengan tragedi di atas, George bersikap yang sama. Ia masih mempunyai cadangan cinta kasih yang dapat dibagikannya kepada manusia. Ia lalu memberikan ceramah-ceramah dari mulai ke anak-anak sekolah sampai kepada anak-anak yang di penjara. Tidak ada yang ditutup-tutupinya di dalam cerita pengalaman hidupnya. Ia hanya berharap bila ada satu atau dua anak yang dapat diselamatkannya dari setan narkotik, ia sudah berhasil.

Satu hal yang selalu disinggungnya, peer pressure (entah apa istilah Indo-nya) merupakan faktor ketiga anaknya amblas. Terlalu kuat tekanan mass media dan pengharapan orang lain bagi diri seorang individu di jaman kini. Anak-anak berlomba-lomba, mulai dari berpakaian, ke dandanan, ke kesibukan dan rekreasi sampai ke gaya hidup, yang membuat mereka dapat diterima di lingkungan teman- temannya. Narkotika yang lalu dianggap 'cool' atau yang memberikan pemecahan persoalan sesaat maupun 'stress reliever' jadi meraja-lela mulai dari konsumsi anak keluarga miskin s/d keluarga berada. Suasana kasih di dalam rumah tangga tidak cukup atau menjamin anak tidak terseret. Lalu apa yang dapat membuat anak-anak tahan menghadapi godaan dan bencana narkotika? Saya tak tahu jawab- nya sebab bila ya, saya sudah menulis suatu buku panduan untuk itu. Saya hanya dapat menduga-duga dan pendampingan saya dengan ortu yang anaknya 'drug addict' membuat saya mengetahui beberapa teknik yang dapat dipakai ortu menghadapi anak-anak yang sedang kecanduan narkotika. Semoga tidak ada satupun di antara warga Net ini yang merasa perlu menanyakannya kepada saya per japri. Kalau saya mengajukan usul kepada Awi, pamong CyberRosario, agar orang terluka yang anggota keluarganya sedang atau pernah kerasukan setan narkotik didoakan, saya yakin Anda setuju dan cak Awi pun akan manggut-manggut lagi sebab CyberRosario sudah lewat dari minggu ke 13 :-). Salam dari Toronto.

Home Next Previous