Bila pagi-pagi saya mengendarai mobil menuju kantor dan cuaca cerah, terkadang ada sekelompok awan di cakrawala yang seolah-olah membentuk pegunungan. Hati saya tersenyum sebab membayangkan seolah-olah kota Toronto yang terletak di dataran rendah, berada di bawah kaki pegunungan yang indah permai seperti halnya kota Vancouver. Ya bagi manusia yang senang akan pegunungan seperti saya, pemandangan seperti itu membuat saya melamun ke saat saya masih sering bersepeda ke sekolah di Salemba dan menelusuri Jl. Gunung Sahari di Jakarta setiap pagi. Pada masa itu, entah saat ini, lereng dan puncak Gunung Pangrango dapat terlihat dari Jl. Gunung Sahari. Hati menjadi bersemangat bersepeda melihat latar belakang atau 'background' pemandangan seperti itu.
Latar belakang pemandangan penting atau dapat memberikan kesan berlainan. Coba ya ada gunung di latar belakang kota Toronto ini, pasti semakin betah dan cinta deh saya dengan Toronto dan tak akan pernah punya pikiran pindah ke Vancouver (yang katanya banyak gosip :-)). Teori Mas Noordin yang a.l. mengatakan bahwa karya kasih di gereja Katolik sering membutuhkan pengingkaran diri, dapat saya pahami dan banyak kebenarannya, pengalaman saya berkarya di antara umat Katolik di Toronto ini. Seperti pernah saya singgung di awal tayangan serial ini, UKI Toronto pun "berhasil" memproduksi beberapa orang sakit hati. Kalau tidak percaya, tanya ke Romo Teja :-). Benar sekali Mas, bahwa yang bersangkutan perkembangan imannya ketinggalan tuh dibanding karyanya. Kita hanya dapat mengasihani manusia terluka seperti itu dan semoga dapat selalu menunjukkan compassion atau empathy. Saya sendiri masih suka berdoa untuk orang yang terluka yang kebetulan berlintasan jalan hidupnya dengan jalan hidup saya. Itu saja yang dapat kita lakukan. Jangan cepat-cepat putus asa kalau doa Anda tidak mempan sepertinya. Ingat, Santa Monica 30 tahun berdoa untuk anaknya yang "toxic", Santo Agustinus, sebelum beliau insaf.
Saya kenal sangat baik akan seseorang yang pasti, pasti karena nurturingnya payah sekali, sudah bangkotan umurnya, modus operandinya adalah 'baby' atau baby self-nya yang dominan. Ia juga abusive, kasar kata-katanya kepada anggota keluarganya terutama kepada isterinya. Saya katakan kepada isterinya, "Suamimu sudah tidak mungkin dapat diubah kalau ia tidak ingin mengubah dirinya sendiri. Ia harus sadar akan luka dan trauma yang pernah dideritanya dan mencari 'inner healing' bukan dengan jalan menyakiti kembali orang atau kelompok yang pernah bersalah kepadanya, tetapi dengan berbuat kebaikan dan menjadi manusia dewasa yang mencerminkan damai. Apa yang dapat kamu lakukan memang hanya menerima salibmu dan berusaha mengerti mengapa ia demikian." Jadi dibandingkan dengan sang isteri, Anda para imam dan satu dua Uskup di Net ini kan belum seberapa ya, cuma sekali sekali disindir orang, "Ngga pa-pa lah yauw, EGP," kata anak sekarang :-). Saya juga setuju dengan Mas Noordin bahwa kita patut berterima kasih ada yang mau menulis dan "mengajari" kita semua. Daripada P-Net "dibakar" kan mending disirami dengan "kata-kata mutiara" :-). Jelas sekali kebutuhan pelampiasan sakit hatinya terpenuhi dengan adanya wadah ini terlebih karena ada yang mau menyapa dan menegurnya termasuk mendoakannya. Itu saja yang saya harapkan Anda bersesuaian dengan saya. Tadi sambil berenang laps sendirian, saya juga berdoa Salam Maria beberapa kali untuk orang-orang terluka supaya Bunda Maria sendiri yang membantunya menjalani kehidupannya bersama keluarga setelah mengalami masa pahit getir. Nah, kepada yang sudah mulai cuti dan berliburan, daripada melamun di Masa Advent ini kan lebih baik mendoakan 'the hurting people' :-). Salam dari Toronto yang belum sedingin di kutub kog.