The Hurting People XLVIII

Anda yang menghapalkan tayangan-tayangan Bang Jeha, masih ingat serial THP yang ke 35? "Ya, kata Oom Frans P3K :-), "Yakni menceritakan seorang kakek bernama Clyde Barnaby yang meninggal pada saat bersepeda ditabrak seorang anak toxic yang sedang dikejar polisi." Memang dukun P-Net satu itu hesbats sekhalei kapasitas otaknya :-). Isi tayanganku yang sudah bertahun-tahun lewat masih diingatnya. Kalau Anda masih ingat lagi, selain seluruh keluarga Clyde menjadi THP, juga banyak warga kota Toronto ini, yang sayang kepada doi. Nah, pren sadayana, suatu berita duka di bagian 'obituary' koran Toronto Star hari ini, menerpa mata Bang Jeha. Judul berita: Marion Barnaby, 72: Her 'heart was broken'. Ya, Marion isteri Clyde yang menjadi THP kelas berat waktu suaminya di bulan Mei tahun lalu meninggal, sudah menyusul sang suami. Ia meninggal kemarin dulu malam setelah terkena serangan jantung waktu Hari Raya Paska. Wartawan Toronto Star memang tidak berlangganan P-Net jadi ia tidak memakai istilah THP, tetapi 'a broken heart'. Itu memang yang kupakai sebagai 'icon' di halaman utama serial THP di hompej ogut, hati yang hancur.

Bagaimana hati tidak akan hancur, suami, anak bae yang sudah 44 tahun setia mendampinginya, tahu-tahu di suatu pagi yang cerah, direnggut maut? Kata anaknya Brenda di berita koran, "Much of her died with him." Ia pindah dari rumahnya di daerah East York di kota ini ke rumah anak dan menantunya. Kalau Anda masih ingat lagi, mobil van yang menabrak Clyde, yang dikemudikan anak toxic berusia 15 tahun itu (tahun lalu ia masih berumur 14) melanggar lampu merah dan tanda stop lainnya ketika dikejar polisi. Kedua polisi pengejar juga masih dalam perkara karena dianggap ikut bersalah atau melakukan pengejaran yang tidak mengikuti prosedur yang semestinya. Undang-undang atau prosedur pengejaran anak/orang toxic ini memang sudah diperketat karena hampir setiap bulan ada yang meninggal di kota ini, akibat ditabrak oleh yang dikejar polisi. Anak beracun di atas sudah "merenggut" 2 nyawa manusia :-(.

Kemarin saya bertemu dengan seorang ibu THP beranak toxic yang mengeluh dan hampir menangis karena ia baru saja ikut retret dan hatinya semakin kacau. Katanya, "I am a Catholic and my priest told me to forgive unconditionally. He went over the story of the prodigal son and I felt so sad and so guilty." Saya menghela napas dahulu sebelum balik mengotbahinya. "Look, I am a Catholic too and I am sure my priest would not be like yours. First of all, he doesn't know what he is talking about regarding your case. Secondly, he has never had toxic children. There are two different things, forgiving and enabling. In your case, I am afraid that you will just be enabling your daughter if you don't let her face the consequences of the wrong things she is doing but to just forgive and accept her behaviour every time."

Ia masih tetap kebingungan dan sedih, maklum warga THP. "If I were you, I wouldn't go to such a retreat anymore in the future. Find out a retreat with a priest that would understand better family situation like yours and is sensitive. There are many who are like that. A retreat is supposed to make you more peaceful toward the end, it is unfortunate that you came out more hurting. Have you ever heard the story of Billy Graham the evangelist, who once had a toxic son?" Ia mengangguk. "It is not a guarantee that a family who live by the Bible or Christian values would always 'produce' a good son or daughter." Ia mengangguk lagi dan sepertinya mulai tidak begitu sedih karena Billy Graham saja sampai mempunyai anak toxic. Karena pertemuan saya dengan dia bukan pertemuan rohani, maka kami tidak berdoa bersama, melainkan hanya berpisah dengan ucapan, "Good luck, good night, take care, goodbye." Salam dari Toronto, sampai di kisah THP yang selanjutnya.

Home Next Previous