The Hurting People V

Hari ini di koran Toronto Star di kolom Ann Landers, seorang kolumnis koran Amrik penasihat segala macam persoalan, ada cerita sangat tragis. Konon di Fort Lauderdale, USA, seorang anak berusia 12 tahun mati gantung diri di halaman rumahnya. Anak itu kegendutan (overweight) dan tidak mau lagi ke sekolah karena teman-temannya mengusik dan mengejeknya. Ia tidak tahan lagi dan pada suatu malam ia mengambil tali, pergi ke halaman rumahnya dan menggantung dirinya sendiri. Ketika adik laki-lakinya berumur 8 dan 10 tahun bersiap-siap hendak ke sekolah, mereka melihat kakaknya tergantung dari dahan pohon dan di bawahnya ada kursi serta lampu senter. Ibu si anak pingsan, ayah si anak menebang pohon itu. Anak tersebut sekitar 160 cm tingginya dan beratnya hampir 80 kg (174 pound). Ortunya sudah membawa si anak ke dokter dan counsellor dengan harapan untuk membina atau menaikkan rasa rendah dirinya, 'low self-esteem'-nya. Seperti kemarin ini saya tayangkan di PIT VI, anak-anak memang sukar untuk diajari menjadi manusia yang compassion dan mempunyai emphathy. Saya dapat mengaitkan diri ke orang tua di cerita itu sebab saya dan Cecilia mengalami sendiri perlakuan teman-teman salah seorang anak kami yang memang tidak berakhir tragis seperti di atas tetapi tetap 'devastating' sampai dengan hari ini :-(. Mungkin tidak akan pernah saya tayangkan karena menyangkut bukan diri saya, pasti traumatis untuk anak kami namun saya singgung karena saya berpendapat manusia itu diciptakan berlainan. Sebagian tahan banting dan sebagian tidak, ingat kan cerita 'hardwood' dan 'softwood' di tayangan Renungan Api Unggun saya? Mas Noordin mengatakan, "Mas kami anaknya masih kecil-kecil mas, jadi tolong disinggung apa yang kami bisa lakukan." Saya katakan, "Cobalah hidup sedemikian sehingga memberikan contoh manusia yang compassion itu seperti apa kepada anak-anak Anda."

Karena kita kurang compassion, kurang rasa emphathy, kita menyebabkan banyak orang menjadi kelompok orang sakit hati dan sebagian, mereka yang tidak tahan diperlakukan demikian, mengambil keputusan menghabisi nyawanya, sebagian besar tetap hidup namum mempunyai rasa rendah diri yang besar, sebagian menjadi 'toxic' terhadap manusia yang lainnya karena ingin membalas sakit hatinya. Di tayangan serial ini yang ke IV saya menceritakan orang yang saya kenal sangat baik yang termasuk orang sakit hati kelas berat. Ia rendah sekali rasa harga dirinya, minder; kata anak sekarang merasa kuper. Salah satu ciri orang yang 'low self esteem' ini adalah yang kata anak Betawi "kalu kite bise tepok pantatnye kepalenye juga die kasi". Yah mereka sangat membutuhkan 'upper' atau pujian seperti itu. Ingat cerita mbah capres Pras menanggapi tayangan serial ini beberapa waktu lalu? Ia mengatakan guru sekolah di Virginia, USA itu tidak tahu bahwa angka disebelah nama tiap anak bukannya tingkat IQ melainkan nomor locker (anak sekolah di Amerika Utara mempunyai locker untuk menyimpan buku dsb). Jadi ia memperlakukan anak-anak "gawat" itu seperti anak-anak genius dengan hasil yang gilang-gemilang.

Satu lagi yang ingin saya singgung. Hari ini, 22 Desember hari ibu di tanah air. Kebetulan juga Minggu Advent IV dimana bacaan Injil adalah mengenai ibu pujaan hatiku, Bunda Maria, yang mengatakan 'yes' kepada Gabriel. Sambil ikut menyanyikan lagu-lagu pujian di Misa, antaranya 'Hail Mary Gentle Woman', saya menjadi teringat akan tayangan yang menurut saya memperolok- olokkan wanita yang kemarin dulu saya baca ditayangkan salah seorang warga P-Net ini. Untuk ukuran Amerika Utara, tayangan itu sudah tidak lucu melainkan pelecehan. Saya yakin bila Ira atau Silvana tidak sedang cuti, atau mereka akan berkomentar atau mungkin mereka sudah merasa "percuma", laki-laki Indonesia memang banyak yang "salah asuhan". Nah, kaum radikal feminist di Amerika Utara ini banyak yang termasuk kelompok sakit hati atau menjadi feminist karena pernah disakiti hatinya oleh "pria salah asuhan". Masih ingat seorang mantan teolog Katolik bernama Mary Malone yang pernah saya ceritakan keluar dari gereja Katolik karena ia berasa "Tuhannya kita" adalah pria? Mudah-mudahan Mary di dalam karya-karyanya setelah keluar dari gereja Katolik tidak menjadi "harimau". Saya pernah bertemu dan mengikuti ceramahnya dan saya yakin ia orang yang compassionate :-).

Slogan besar terpasang di dinding gereja paroki saya menjelang Natal ini. Our Saviour is coming, are you ready? Are we? Mungkin kita semua, termasuk saya, dapat lebih memperlihatkan compassion atau emphathy kepada orang lain, warga P-Net, anggota keluarga kita, kenalan, handai taulan, semua orang yang akan berlintasan dengan kita menjelang Natal, syukur-syukur juga sesudah Natal dan sepanjang sisa hidup kita. Anda tidak mau kan ada yang gantung diri seperti anak Fort Lauderdale itu? Salam dari Toronto.

Home Next Previous