The Hurting People LVI

Pren sadayana, tolong jangan diberitahukan kepada Mbah Pramoedya bahwa ia kujadikan tokoh serial THP-ku yah. Namun tentu Anda tentu setuju bila ia kumasukkan ke dalam warga THP karena nasibnya ikut-ikutan atau bersimpati kepada komunis terutama jadi bos Lekra. Ke-THP-an Pram tampak a.l. dari dialog sbb. "Mbah, apa resep Mbah agar Indonesia dapat bersatu?" begitu kira-kira pertanyaan seorang anak di salah satu acara beliau di Toronto ini. Jawabannya, "Indonesia itu negara kepulauan, negara maritim, jadi seharusnya ia dipersatukan oleh Angkatan Laut yang kuat, bukan oleh Angkatan Darat. Angkatan Darat adalah angkatan pembunuh. Yang tragis, yang dibunuhi adalah bangsa sendiri dan bukan di dalam perang. Tentara Indonesia tidak pernah diuji berperang benar-benaran, musuhnya adalah warga negaranya sendiri."

Salah satu ciri THP adalah mengingat dan mengulang-ulang nama orang yang pernah membuatnya menjadi THP. Jadi hampir di setiap pertemuan Pram bersama anak Indo, nama-nama seperti Suharto, Nasution, Sudharmono, diucapkannya sebagai penyebab kesengsaraannya dan ambruknya negara RI atau kesengsaraan bangsa Indonesia. Manusia THP umumnya mempunyai pilihan, terima nasib dan menyesali mengapa sampai dilahirkan bunda, atau melawan. Jelas sekali, di dalam hal Pram, ia senantiasa melawan. Pengumuman acara-acaranya di Toronto yang pernah kuumumkan dapat dilihat di hompejku di dalam Adobe .pdf format, kuminta temanku sang perancang untuk membuat versi sebesar alaihim. Di tiap pertemuan kami, papan pengumuman berisi foto doi yang cukup besar, dengan seluruh acara dan sponsor-sponsor kami, dapat dibaca orang. Ia meminta benda itu kepadaku dan dengan segala senang hati, melalui upacara sederhana kuminta si perancang T., yang beberapa kali ikut kanu kempingan kami, memberikannya kepada Pram. Katanya kepadaku sambil menunjuk kepada benda itu yang lalu dipejengnya di kamarnya pada malam terakhir, "Cukup saya taruh nanti di tempat pertemuan umum, tanpa perlu berbicara, mereka sudah akan kena." Maksudnya, benda itu sudah membawakan pesan bahwa manusia satu ini bernama Pramoedya, tidak bisa ditindas dan sudah berhasil keluar dari "jurangnya". Ada benarnya, memang tampak Pram seorang yang cukup bandel alias keras kepala, kalau tidak demikian mana mungkin ia selamat keluar dari Pulau Buru pulau neraka. Kukira ia tidak pernah menangis. Namun, syering dari Bang Ucup peserta tour-nya waktu di Fordham University, membuatku lebih mengenalnya. Pramoedya hampir tak pernah membaca kembali tulisannya. Satu kekecualian adalah The Mute's Soliloquy, memoarnya dan ia menangis waktu membaca kembali kisah ke-THP-annya di buku itu.

Saya tidak tahu persis bagaimana penerimaan atau acara-acara Pram di kota-kota lainnya di Amerika Utara ini. Yang saya dengar, acara di Toronto bukan yang paling berat, tetapi di Madison, Wisconsin, kota Mas Moko :-). Yang saya tahu adalah penerimaan tim kami terhadap beliau cukup oke. Cecilia berani bertanya kepada Ibu, kota mana yang ia paling senangi dan sukai. Jawabannya Toruntung. Kukira si Ibu hanya basa-basi, mau menyenangkan Cecilia yang beberapa kali pergi duaan wae menemaninya jalan-jalan. Namun seorang sahabat keluarga Pramoedya di Amrik juga diberitahukan hal yang sama ketika ia bertanya kepada Tante dan Oom Pramnya. Memang para THP membutuhkan perhatian yang lebih besar dari mereka yang tidak pernah menjadi THP kelas berat. Hal ini sudah terjadi di Toronto berkat persiapan yang kami adakan sekitar 2 bulan sebelum kunjungan. Kekompakan yang terlihat oleh Pram di antara warga-warga anggota LSM yang berjuang demi Indonesia membuatnya terharu dan tersentuh dan inipun beberapa kali disampaikannya. Itulah suatu hal yang membuatnya gembira sekaligus bersedih, yakni bila mengingat tiadanya hubungan seperti itu di masyarakat Indonesia yang sedang "gebuk-gebukan Pemilu" :-(.

Seorang temanku dari seksi repot, yang kerjanya lebih-lebih lagi gilanya dariku bertanya, "Jusni, are you pleased with the result of Pram's tour?" Jawabku, "In general yes, that our many planning meetings contributed to the successes but I am bit disappointed with the Western media." Ia mengangguk membenarkan dan anak ini merasakan sekali masih rasialisnya media Barat. Sedikit sekali wartawan yang berminat datang dan meliput acara-acara kami di Toronto. Namun, hal di atas hanya akan membuat kami lebih bertekad untuk memperbaiki diri di masa kemudian. Hanya ada satu ke-THP-anku atau luka hati yang muncul kembali, melihat dua orang yang muncul di acara Pram di Sabtu siang, Seseorang yang sudah mengembatku habis-habisan di muka umum dan cuek saja, boro-boro merasa bersalah, seorang lagi yang merasa dirinya gembala tapi bagiku adalah diktator :-(. Kalau Anda mencarinya, Anda akan menemukan kisah ke-THP-anku itu di salah satu dari 55 tayanganku terdahulu. Kulalu teringat kepada pembimbing rohaniku yang selalu berkata, "To forgive is a mystery that we may not understand until we die. Everytime I see the person who has hurt me, my blood boils." Saya mengangguk di siang hari itu, kedatangan mereka hanya membuka lagi luka hatiku :-(. Salam dari Toronto, semoga bila Anda pernah jadi THP, luka Anda sudah sembuh tuntas.

Home Next Previous