The Hurting People LXVIII

Minggu ini, mulai tanggal 17 Juni s/d 23 Juni, dicanangkan yang bernama Gay Pride Week di seluruh Kanada. Bila Anda tinggal di kota besar di Amerika Utara, kemungkinan kotamu pun mempunyai gay pride week atau sehari berbangga menjadi wong homo lesbi. Di masyarakat Timur alias bangsa Anda :-), kedua kata tersebut membawa konotasi sangat negatif, amit-amit gitu. Padahal, menurut beberapa sepikolog, perilaku homoseksuil kemungkinan disebabkan oleh faktor genetik dan sama sekali bukan karena kelainan mental. Di dalam buku Diagnostic Statistical Manual yang menjabarkan semua penyakit mental di dunia, homosexuality sudah tidak bisa diketemukan lagi. "It is a normal thing," kata orang sini. Seorang homo THP di milis Anda dan juga "minggu bangga" ini memicuku menulis serial THP ini yang sudah tidak sesering dulu lagi kutulis.

Pada garis besarnya, ada 2 jenis warga THP. Yang pertama, yang setelah menjadi THP, bersifat toxic ataupun "nyebelin" orang. Yang kedua, yang setelah melewati masa hidupnya di dalam "kawah candradimuka", berhasil mendapat pencerahan dan bangkit kembali, sedemikian sehingga ia menjadi hikmah bagi manusia di sekelilingnya. Seorang psikolog pakar urusan THP bernama Dr. Polly Young-Eisendrath, di dalam bukunya 'The Gifts of Suffering' berteori dan menganalisis mengapa warga THP yang satu bisa menjadi toxic dan kunaon teh kata anak Sunda, yang lainnya mendapatkan hikmah.

Carl Jung pun membedakan jenis penderitaan menjadi yang oke punya dan yang menyebabkan neurotis. Warga THP yang neurotis, yang diwakili oleh seorang warga milis Anda yang tak perlu kusebut namanya, menjurus ke arah kekanak- kanakan, keirihatian, kasihan akan diri sendiri. Pokoke dewek merupakan ciri yang menonjol sehingga bila yang diinginkannya tidak berlangsung, terjadilah perilaku kemurkaan dan mempermalukan orang. Segala hal yang negatif akan dijembrengkannya tanpa tenggang-rasa barang sedikit. Satu tokoh di awal serial THP-ku ini pun mencerminkan THP yang menjadi neurotis. Bagaimana lalu satu THP bisa menjadi oke dan yang lainnya meracuni sekelilingnya. adalah misteri kehidupan manusia yang memang tidak sama dengan kehidupan lebah ya Andy :-).

Apakah karena masa kecilnya ga oke? Belum tentu. Namun, Tante Polly yang cukup orbek menjabarkan ciri anak atau manusia yang meski mengalami peristiwa THP dapat menjadikannya sebagai "hadiah" atau gift. Yang pertama adalah kemampuan untuk mengerti kebutuhan orang lain. Satu tayangan di milis psiko tadi yang meski berupa tayangan forward, cukup menyentuhku. Yakni tukang bemo yang berusaha melindungi penumpangnya dari mangsa tukang copet. Orang seperti kang bemo itu, akan lebih tahan banting sebab ia manusia compassionate. Warga seperti ialah yang tetap akan membuat Indonesia masih menjadi negeri harapan untuk suatu ketika seasoi Kanada :-). Hal kedua adalah kemampuan untuk menunda keinginan diri sendiri dalam rangka agar keinginan orang lain didulukan, Ini bukan main hesbatnya. Paguyuban yang warganya berperilaku seperti ini, niscaya gemah ripah loh jinawi. Contoh yang sering kujumpai adalah di dalam diri man-temanku bila kami kempingan bersama, sejak dari Indonesia sampai ke Kanada, begitulah perilaku para pencinta alam. Ketiga adalah kreativitas termasuk kemampuan untuk humor, mentertawai diri sendiri yang memang suka begok dan sok jago kaya Bang Jeha :-). Yang terakhir yang dapat membuat peristiwa THP mencerahkan dan membawa hikmah bagi si THP adalah kebijaksanaan untuk mengenal makna hidup dewek dan keterbatasan diri kita sendiri. "Things we cannot change," bahasa kerennya.

Satu analisis lagi dari Dr. Polly yang akan kujembrengkan disini sebagai akhir tayangan ini adalah mengapa lalu pengalaman traumatis dapat membuat sang THP menjadi manusia toxic? Karena tiadanya cinta kasih sayang yang sempat dicicipi oleh si THP dari manusia di sekelilingnya. Bak wisatawan yang habis dirampok dan dirajam penyamun, tidak seorangpun yang lewat yang berhenti membantunya, tiada orang Samaria di dalam hidup sang THP. Mungkin saja ia seorang yang disiksa oleh ortunya, tetapi ia pernah menyaksikan contoh kasih sayang sehingga ia mempunyai sebersit harapan. Satu lagi adalah, tiadanya self-respect kepada diri sendiri alias PD-nya rendah sekali dan tidak bisa berkembang. Tiada kesempatan bagi yang bersangkutan untuk membagi talentanya sebab atau ia kuburkan, atau ia tidak percaya ia memilikinya. Kita semua pernah menjadi warga THP, sesaat atau cukup berkepanjangan. Semoga Anda boleh mendapat hikmahnya dan bisa manggut, syukur-syukur mensyer, bahwa memang Anda sudah mengalami 'the gifts of suffering'. Amin. Bai bai lam lekom.

Home Next Previous