The Hurting People LXIX

Serial ini sudah tidak sesering dulu kutulis karena ketiga huruf THP sudah menjadi kata sifat, kata benda, istilah sehari-hari di milis dimana saya bermukim, maupun di dalam pergaulan dan pertemuan sehari-hari. Sebagai contoh, "Ah THP lu," sering saya dengar diucapkan oleh seseorang kepada sahabatnya, terkadang di dalam konteks empathy, untuk menerangkan perilaku sang sahabat karena ia baru saja menjadi THP lagi. Seperti halnya Lamunan Bersepedaku yang terakhir menyangkut tragedi 11 September, serial ke 69 ini kutulis juga karena pikiranku tak dapat kusisihkan dari kejadian di Selasa lalu. Sebagaimana kuyakin terjadi di diri Anda semua yang sudah melihat tayangan berita TV, seumur hidup kita, cem-macem 'graphic image' terutama ketika kedua pesawat AA dan UA menghunjam menara World Trade Center, tidak akan terhapus dari dalam benak kita. Wajah mertuamu bisa kau lupakan, tidak gambaran pesawat komersil penuh penumpang yang meledak menghancurkan ratusan ribuan manusia di dalam gedung itu :-(.

Ya, bukan saja ribuan,jutaan warga Amrik yang terkena dampak ulah teroris gila itu yang menjadi THP, juga banyak di antara kita. Man-temanku anak Islam di Toronto ini, menjadi THP juga. Warga paguyuban Islam, komunitas Arab di Amrik, menjadi THP ganda karena sudah berduka karena sedulurnya amblas, sekarang menjadi sasaran caci maki, ancaman dan praduga warga sebangsanya. Kalau Anda belum tahu, juraganku anak Arab. Ialah bosku yang paling lama dan oleh karena itu, kami saling sayang-menyayangi :-). Sudah beberapa kali ia menugaskanku pergi ke Amrik dan kukatakan "ogah" karena bentrok dengan acara kempinganku, sesuatu rutinitas yang "mahasuci" bagiku. Hanya karena ia sayang kepadaku, tidak pernah ia THP, meski kemarin dulu ia harus menyetir mobil dari Orlando pulang ke Toronto karena tidak bisa terbang. Kusalami ia ketika Jum'at lalu masuk kantor dengan sedikit kumel, kucel dan kumuh, karena hari itu kami harus mengurus kepindahan kami ke gedung baru. "Next time you go to the States it will not be easy," kataku dan ia mengangguk serta mensyer ke-THP-annya.

Kami setuju, "The Americans will go to war." Hari Senin US dollarku akan kutukarkan dengan dollar Kanada dan kalau saja Mas PAB dekat tinggalnya, kujadikan $ Australi supaya lebih sip lagi :-). Tidak usah heran ketika daku membaca koran hari ini, anggota "DPR" atau Senat Amrik menyetujui 98-0 untuk Amrik maju berperang, 96-0 memberikan anggaran 40 bilyun US dollar bagi dana perang. Politikus yang berani-beraninya nge-vote 'no', bubar jalanlah karir politiknya dan mungkin juga semuanya setuju penuh, kompak banget, wong THP. Bila Anda masih ingat tayangan Tahapan Berduka-ku, pencerahan teori dari Elisabeth Kuebler-Ross yang menggambarkan psikologi atau perilaku manusia yang sedang berduka, wong Amrik sedang dalam tahap 'denial' dan 'anger'. Tahap penyangkalan karena mana mungkin untuk berperang dan membasmi paguyuban teroris di dunia ini. Masalahnya jauh lebih pelik dari menggasak Saddam Husein atau menghalau Irak dari Kuwait. Sekaligus mereka sedang berada dalam tahap marah dan tak perlu kurinci satu persatu perilaku mereka yang sedang marah.

Satu kelompok THP lagi adalah para tetangga beberapa teroris kamikaze wan Arab itu. Betapa tidak, kudapat menempatkan diri di tempat mereka. Tetangga sebelah kanan rumahku dulu anak Arab dengan nama yang mirip-mirip sang teroris alias tidak "dikanadakan" seperti nama Eduard, Tom, John dan sebagainya. Entah bagaimana, memang sudah nasibku disayang oleh anak-anak Arab :-). Suatu ketika rumah sebelah kebakaran dan Bang Jeha Anda sudah berlayar ke pulau busa. Pintu kami digedor oleh si Abunawas, bukan nama sebenarnya, "Jusni, help, my house is on fire," katanya ketika melihat ogut. Tanpa bertanya kenapa ente engga panggil branwer, tanpa sempat ganti pakaian, saya berlari ke dapur, mengambil 'fire extinguisher'ku dan masuk ke dalam rumah si Abu yang sudah gelap pekat. Saya menuju dapurnya karena ia mengatakan sumber api adalah dari ovennya yang kebakaran akibat minyak gorengnya mendidih menyala kepanasan dan si Abu rupanya ketiduran sambil nunggu sang minyak memanas. Kuarahkan pemadam api portable-ku ke arah api yang merah menyala di bagian atas oven maupun di dinding dapur yang sudah mulai terbakar. Untunglah, makanya daku masih sempat mendongeng alias tidak tertambus api di rumah sebelahku, begitu busa dari pemadamku habis, apinya juga sirna alias mati. Bayangkan prens sadayana, bila si Abu atau sedulurnya menjadi penerbang kamikaze dan menghantam menara kantor di kota Toruntung ini tempat daku mencari nafkah sehari-hari. Betapa aku tidak akan menjadi THP :-(.

Karena memang akan banyak dampak psikologis baik di saat ini maupun di dalam hari-hari mendatang, apalagi bila Amrik mulai membom Afghanistan, barusan ku-forward tayangan beberapa pakar Amrik sehubungan dengan resolusi konflik ke milis Psiko. Kita seharusnya sadar, perbuatan nekads para teroris itu terjadi karena mereka sudah kehilangan harapan dan hidup dalam kebencian. Seperti pernah kuceritakan juga, dengan bermodal 'assalam mualaikum wr wb' di kantor saya berteman dengan beberapa anak Arab dan dari dialog dengan beberapa di antaranya, saya dapat merasakan ketidak-senangan, kalau bukan kebencian warga Arab ini terhadap PEMERINTAH Amrik. Mereka memang THP. Sekali lagi, persoalan atau sebab musababnya luas dan kompleks. Mungkin bila Anda pernah tinggal di masyarakat Timur selama 30 tahun dan di Barat selama itu pula, Anda dapat mengerti jalan pikiran kedua paguyuban itu.

Seperti dikatakan para pakar pendamai kelas dunia, hanyalah bila kita hidup di masyarakat dunia yang saling menghargai satu sama lainnya, bukan saja ikut "memadamkan kebakaran di rumah sebelah", kita akan terlindung dari ulah terorisme. Hanya di dunia masa depan dimana tiada lagi ketimpangan dalam segala hal, tidak ada lagi kamp pengungsi, tiada bocah-bocah warga THP yang sesudah besar akan menjadi penerbang kamikaze. Tidak kalah pentingnya, sebagai barusan dikatakan Nurul sohibku secomberan di Kampung Melayu, bila kita dapat mempunyai oase, sumber air dimana kita dapat menumpang minum bila sedang kehausan dalam menjadi muzafir di dunia ini, kita mungkin terhindar dari menjadi warga paguyuban THP kelas berat seperti para teroris. Mereka menjadi pembunuh dan pembenci manusia sebab otaknya memang sudah "dicuci bersih" jauh dari berperilaku yang layak di paguyuban manusia normal. Semoga Anda tidak sampai menjadi THP karena tragedi 11 September, semoga paguyuban dimana Anda ngerumpi seperti milis Psikologi tempat Nurul dapat mencuci luka-luka hatinya dari waktu ke waktu ;-). Salam dari Toronto.

Home Next Previous