Saya akan mulai dengan nasihat saya kepada Empok T anak Betawi prenku, tegarkanlah hatimu bila dikau ingin tetap waras. Bukan dikau yang nempeleng ngegebukin sang joki malang, ya demi uang Rp 2000. Bukan juga Anda yang mengkaryakan si joki suwek (istilah Betawi untuk sial) tetapi pemilik sang mobil mewah. Seperti sudah saya syer di salah satu serial saya ketika Bang Jeha Anda anak Pasar Baru dan Kwitang hampir ketipu bapak di bandara Cengkareng yang memakai seorang anak cacat untuk mengerjakan rasa belas kasih kami, 'you just got to be tough'. Feeling saya bahwa 'something is fishy and not right' terbukti, meskipun isteri saya ikut menyalahkan saya, "kog kamu tega banget engga kasih dia apa-apa sih?" Itulah sebabnya Cecilia kali ini bisa memecahkan rekor lamanya ia tinggal di Jakarta karena ia belajar dari saya bahwa kita harus tegaan, kecuali uang atau rejeki kita turun dari langit sebab berapa sih sumber dana dan daya seorang pensiunan mantan programmer? Pokoknya, kalau Anda orangnya tegaan, apalagi Anda pergi ke daerah-daerah kumuh terbelakang miskin, kujamin dalam waktu semingguan Anda sudah tidak betah dan minta berhenti jadi turis di Indo. Kiat pertama, 'when in Indo, behave like the Indonesians'.
Kiat kedua menyangkut lalulintas, terutama bila Anda tinggalnya di kota besar serba semrawut seperti Jakarta. Ada 2 kemungkinan, Anda dulunya pernah nyupir di kota ini, atau seumur-umur disupiri orang. Untuk golongan pertama, kiatnya langsung azha, retrieve procedure memory dari otak Anda di kala Anda masih nyetir di Indo. Dengan demikian, Anda tahu bahwa perilaku atau psikonya para kolega Anda, istimewa. Tidak pernah saya di dalam 100 kali nyodok kendaraan di kiri atau kanan saya, dimarahi orang. Engga kebayang kalau perilaku itu tak bisa saya tinggalkan di negeri ini alias kebawa ke Toronto. Dalam waktu sehari atau mobil saya lumat atau Bang Jeha riwayat hidupnya tamat. Lain halnya psiko supir Melayu; mereka sangat toleran terhadap penyodok karena mereka juga melakukannya. Yang 'slow poke' tahu bahwa ia termasuk kaum lemah dan dengan demikian harus berEGP lach yauw bila doi disodok. Kepada golongan kedua yang disupiri orang, tentu Anda tidak akan senteres seperti kalau harus nyetir dimana jarak 100 meter bisa Anda tempuh dalam waktu sejam kalu lagi suwek karena macet berats :-). Nah, kiat untuk Anda yang duduk di dalam boil disupiri, atau baca majalah yang ada 200-an jenisnya di negeri ini, atau dengerin radio/musik dan konon sudah ada yang punya DVD di dalam boilnya.
Satu kiat lagi menyangkut perilaku anak-anak di Indo di dalam menghadapi hal-hal yang lumrah di negeri ini, baik kebokbrokan pejabat, kebusukan politikus maupun kegilaan para koruptor. Mereka mengikuti kiat utama di dalam kelompok model Alcoholic Anonymous, yakni mengakui bahwa mereka khalik yang tidak kuasa, lemah, butuh bantuan. Sekarang ini bukan saja Tuhan atau gereja mesjid penuh dipadati manusia, tetapi juga praktek paranormal, dukun, klenik merebak dimana-mana, kalau tidak percaya tontonlah TV di malam Jum'at. Dengan berpaling kepada siapapun yang mereka Tuhankan, skenario 'doomsday' jadi lebih mudah dihadapi ataupun disingkirkan dari benak mereka. Oya, sebelum lupa, kalau bisa jangan nonton berita TV atau membaca koran kuning selama Anda berliburan di Indonesia sebab isinya seram-seram mengerikan. Bisa dipastikan setiap hari ada berita orang bunuh diri dan lalu mayatnya akan divideo ditayangkan di televisi. Anak kedokteran seperti bojoku azha bisa eneg njeleneh, dapat dibayangkan bila Anda cuma seorang dukun komputer. Jadi kiat ketiga, sering-seringlah berdoa mohon penyelenggaraan-Nya selama Anda menjadi turis di negeri Melayu.
Kiat yang terakhir terutama bila Anda aktif di Internet seperti saya, berusahalah untuk berjumpa di darat dengan para sohib prensmu semilis. Karena sudah sering berkomunikasi lewat tulisan, kemungkinan di dalam perumpian hanya ngobrol beberapa menit Anda dan dia sudah nyambung terkadang melebihi abang-adik :-). Ya, networking itu perlu dan tidak heran jumlah traffic SMS (short message system) dari handphone di Indo adalah yang tertinggi di dunia. Kemarin saya membersihkan beberapa puluh nomor telepon dari hape pinjaman saya dan saat ini, kalau dihitung masih ada 50 entries, sohib-sohib kami yang mungkin masih mau mengajak makan, becande :-). Perutku sudah semakin buncit dan semoga prenku di Toronto nanti tidak semakin iri melihat kulit saya yang berwarna coklat dengan perut yang merepresentasikan (sebenarnya) makmurnya nusantara ini. Nah, sekian dulu tayangan kiat psiko ini yang dipicu oleh gundah-gulananya Mpok T. Ingat teori-teori psiko yang pernah saya tulis Mpok dan kalau lupa, untuk sementara bacalah Grief Tips ataupun Kiat Berduka di hompej saya, menunggu saya mulai mendongeng lagi di milis Psiko kita tersay :-).
Di tayangan pertama saya sudah mengemukakan sekitar 4 hal dimana Anda sebagai anak Indo yang sudah tinggal di luar batang bisa melakukannya bila ingin secara psikologis betah dan syukur-syukur menjadi asyik tinggal di Indo sebagai turis. Secara singkat keempatnya adalah: tegaan atau tekan suara hatimu, nikmati macetnya lalulintas a.l. dengan baca koran majalah pada saat macet, banyak berdoa mohon bimbingan-Nya selalu, sering-sering ngerumpi dengan sedulur sahabat Internetmu :-). Saya sedang menunggu-nunggu tayangan 'counter' dari teman saya di milis Sanbima, TBS kami panggil dia, yang belum lama ini menulis kiat untuk jadi turis di negeri bule. Sayangnya dia masih terus sibuk nyangkul, tidak seperti saya yang pengangguran sehingga satu kiat di tayangannya belum ia teruskan. Jadi mengisi waktu luang, menunggu pren saya TBS, ijinkan saya melanjuti lagi tulisan ini dengan seri yang kedua.
Kalau Anda takut mati seperti saya, sebelum saya pulang kampung saya pergi ke dokter keluarga saya untuk meminta dijeksi dengan segala macam jenis vaksin yang ia miliki atau bisa diperoleh di Kanada. Akibatnya, secara psikologis saya merasa "sakti mandraguna" kebal terhadap SARS, sapi gila maupun flu burung sehingga di hari-hari terakhir tetap saja saya menyantap segala macam makanan termasuk sapi lada hitam maupun ayam nanking. Kalau Cecilia rajin melaburkan tubuhnya dengan Autan, yakni sachet berisi zat penangkal nyamuk 'deet' 12,5%, saya hanya menyerahkan nyawa saya kepada lindungan-Nya :-). Ya, untungnya jadi turis kalau sudah rada-rada tuwek, kita relatif sudah lebih banyak menikmati hidup sehingga kalau sampai dipanggil Oom Han, apa boleh buat lach yauw. Digigit nyamuk Indo tentu Anda tahu risikonya, malaria, demam berdarah, flu burung kalau Anda keturunan unggas :-). Jadi, singkatnya, kiat kelima adalah siapkan tubuh Anda dengan cem-macem jeksian vaksinasi. Secara psikologis Anda akan berada di atas angin dibandingkan dengan mereka yang datang ke Melayu tanpa persiapan kesehatan.
Mong-ngomong persiapan ini, saya jadi geli sendiri. Sejak kemarin saya kog BAB terus, menscret padahal hanya di minggu pertama di Indo saya sakit perut. Tidak salah lagi, dua bulan tinggal di kampung, perut saya berubah menjadi kampungan kembali. Apa yang saya habek sejak kemarin tak lain makanan Kanada favorit kami, kopi Tim Hortons dan bagel dengan strawberry cream cheese. Oya, malam sebelumnya kami pesan pizza yang uenak sekhalei dari Domino Pizza dan siangnya Cecilia memasak pasta yang kami biasa makan di perkempingan, Italian fusilli dengan pepperoni pakai saus tomat parmesan. Terpaksalah norit bekal kami di Indo dihabek lagi dan untungnya perut kampung saya ngerti norit. Nah, keasyikannya kita pulang kampung a.l. karena bisa menikmati lagi makanan masakan favorit kita. Jelas hal itu akan kandas kalau begitu kita mulai makan kita harus ke WC terus menerus. Di dalam hal ini, kiatnya adalah 'go slow' alias jangan langsung ente mampir di warteg sok jadi jagoan. Mayoritas turis luar batang tidak akan tahan perutnya. Perlu "aklimatisasi" alias mulai dulu dari makanan dan minuman yang panas seperti misalnya Soto Betawi Bang Husein yang saya santap di hari pertama di Jakarta :-). Barulah setelah semingguan Anda bisa mencoba makanan seperti Gado-gado Boplo atau Karedok Cikapundung. Nanti di minggu ketiga boleh Anda mencoba es teler, es shanghai ataupun yang lebih hebat tape ketan uli maupun es duren abang-abang pinggir jalan. Jadi kiat keenam, kekanglah nafsumu, ingat bahwa masih ada hari esok alias tidak makan seperti mau masuk kuburan :-). Kalau sesudah mengikuti kiat 'go slow' ini Anda tetap mules-mules BAB, secara psikologis akan lebih oke sebab Anda bisa menyumpahi saya, asal tidak takut kuwalat.
Belum lama ini saya membaca beberapa buku tulisan salah seorang calon presiden Anda, Siswono Yudo Husodo. Di dalam salah satunya yang berjudul 'Warga Baru (Kasus Cina di Indonesia)' saya sempat merenung terhenyak akan isi tulisan maupun pendapat seorang intelektuil seperti beliau. Pada dasarnya saya mencium sedikit bau 'chauvinistis' di dalamnya dimana kasarnya Anda-anda, WNI yang tinggal di luar batang bukanlah seorang nasionalis, di dalam arti yang sempit penghianat bangsa (Siswono tidak menulis begitu, itu kesan saya). Kalau si saya yang sudah jadi WNA alias Kanada, sudah jelas banget penghianat kelas I. Nah, secara psikologis Anda perlu membekali diri bila sampai bertemu dengan "Siswono-Siswono" di Kampung Melayu nanti. Apa dalihmu tidak mau pulang kampung kembali membantu membela nusa bangsa tanah-airmu tempat bunda mengandungmu? Tentu saja kecil kemungkinannya kalau Anda cuma sebentaran jadi turisnya untuk sampai berdiskusi, amit-amit berjumpa dengan seorang 'chauvinist'. Tetapi, demi suara hati Anda sendiri, terutama kalau Anda tidak merasa menjadi seorang penghianat dengan tinggal di luar negeri, pikirkan hal-hal yang akan membuat Anda betah lagi menjadi WNI di Indonesia. Bila Anda sukses, artinya Anda bisa mencuekkan pendapat orang seperti Siswono.
Di dalam konteks poin di atas, kiat saya yang terakhir rada-rada sinting. Beberapa pren saya di kota ini sebetulnya sudah tidak lagi menganggap diri mereka WNI maupun WN Kanada tetapi penduduk atau WN Planet Bumi. 'The world is my home', sering ditulis sebagai slogan di epilog email satu dua pren kita. Jadi kiat terakhir untuk Anda betah berkelamaan sebagai turis, sebetulnya bukan saja di Indo tetapi kemanapun, hapuslah istilah rumah dari diri Anda. Dengan perkataan lain, jual rumahmu sebelum pulang kampung berliburan :-). Jelas isteri/suamimu tidak akan merengek lagi, "Mas/Dik pulang yuk." Kalau ide atau kiat di atas terlalu drastis, mungkin Anda bisa mengkontrakkan atau menyewakan rumah Anda sebelum berangkat dengan asumsi Anda kenal baik siapa yang akan menyewanya. Sebab kalau tidak, selain akan jadi kepikiran, ada kemungkinan Anda balik, rumahmu udah milik orang lain seperti terjadi dengan sedulur saya yang rumahnya di Ambon. Toronto memang bukan Ambon alias saya hanya becanda. Sebaliknya, kiat untuk betah ini bisa juga dibalik, kalau karena satu dan lain hal Anda menjadi mau pulang saja rasanya, tenangkanlah hatimu dengan mengatakan, selama jalanan ke airport Cengkareng tidak banjir, suatu ketika sahaya akan naik montor mabur pulang kembali ke rumahku. Home is where the heart is, pepatah wong bule ini memang kaga salah, biarpun hujan emas di Kanada, hujan batu (amit-amit di waktu Pemilu) di Indo, lebih baik di Kanada, eh di Indonesia :-). Bai bai lam lekom.