Melanggengkan Pernikahan X

Eksperimen psikologi Donald Dutton dan Arthur Aron di atas jembatan goyang Capilano di propinsi British Columbia, Kanada, yang melahirkan teori jatuh cinta bernama 'excitation transfer theory' sering saya pakai di dalam kehidupan pernikahan saya. Oya lupa untuk Anda yang belum tahu teori itu. Rangsangan fisiologis membuat kita lebih mudah jatuh cinta. Hal itu juga menjelaskan kenapa kita ketika masih ABG sukaan bingung, kog gue naksir ke si doi, padahal mah die biasa-biasa azha. Kaga tahunya sikon sebelum kita naksir itu adalah 'exciting'. Itu juga yang bisa menjelaskan mengapa (masih) banyak pernikahan yang langgeng di dunia ini, tak lain karena kehidupan sang pasutri 'exciting', tidak membosankan, sesekali menegangkan :-). Anda mungkin sudah menduga, di diri sahaya dan nyonya, 'excitement' kami tersebut datangnya dari banyak trip kami berdua, terutama yang kami lakukan ke alam raya, sering jauh dari sesama species kami, duaan wae masuk hutan. Rangsangan yang kami peroleh sebetulnya sih biasa-biasa saja, bukan bertemu beruang misalnya, amit-amit tok-tok-tok, tetapi suka-duka ditanggung bersama dinikmati berdua, terkadang barengan teman-temin sehobi "cari susah". Ya, mencari kesusahan yang bersifat semu itu selain membuat percintaan kami tetap langgeng selama 29 tahun berselang ini, juga membuat kami selalu merasa bersyukur. Coba dah seminggu Anda tidak mandi di kamar mandimu tetapi cuma nyemplung ke danau dan demi pencegahan polusi, tidak bisa pakai sabun rek. Bayangkan betapa hepinya dikau ketika bisa mandi lagi di bawah pancuran di kamar mandi rumahmu. Dua minggu tidur di atas tanah dibawah rembulan dan bintang langsung, betapa bahagianya kita bila kemudian bisa tidur lagi di atas kasur emphug. Ya, teori psikologi 'downward social comparison' dari Leon Festinger juga sangat kami manfaatkan di dalam kami mengarungi bahtera kehidupan dan untungnya saya, kelop dengan budaya Jawi isteriku, masih untung katanya kawin ama saya :-).

Sudah sering saya katakan bahwa menikah dengan seorang Indonesia adalah "menikah" dengan seluruh keluarganya. Salah satu maksud saya adalah, suami atau isteri kita sering cerminan dari sang mertua atau kebiasaan-kebiasaan di rumah bokap nyokapnya yang suka berlawanan 180 derajat dengan rutang ortu kita. Syukur-syukur kalau masa pacaran Anda lama dan Anda berkesempatan menyimak bagaimana keluarga si pacar, apakah sifat-sifat ortunya terwariskan dan terutama, apakah ada yang eror karena lingkungan dibesarkannya doi kaga oke. Bila sesudah Anda menikah terjadi surprise demi surprise, Anda sering banget kejengkang maka memang perlu dicari solusinya. Salah satu yang tidak pernah saya ketahui sampai sesudah menikah adalah, ternyata di keluarga Cecilia, odol itu dipencetnya dari belakang dan di keluarga saya mah sembarangan wae :-). Jadi sekarang ini, salah satu kebahagiaan hidup saya adalah bisa memencet odol dari tengah-tengah yang gemuk untuk nanti bojoku membereskannya lagi. Becande prens, dibutuhkan satu periode sehingga ia bisa menerima perilaku saya, odol kupencet seenak dhewek dan ia tetap dengan perilaku menghematnya, dimulai dari bagian belakang si odol :-). Kompromi atau seni menyesuaikan diri seperti itu akan banyak terjadi di dalam pernikahan yang sudah langgeng. Kalau Cecilia mengalah di urusan odol, saya di urusan kertas WC, toilet paper istilah bulenya. Sekali lagi, saya mah sembarangan banget menaruhnya, mau kertasnya ada di bagian luar keg, ada di bagian dalam keg, yang penting ketika kutarik sepulnya muter, kertasnya keluar. Bojoku tidak betah banget kalau sampai kertasnya ada di dalam di sisi dinding. Hal itu sekarang sangat kuperhatikan, untuk membuatnya juga hepi ketika mau cebok :-). Oya, baidewe kami berdua masih anak Indo kog, selain pakai kertas sedikit, airnya banyakan, sebotolan.

'The honeymoon is over' adalah suatu pemeo yang sering kita dengar bila tinggal di Kanada ini. Maksudnya, sering, rasain loe berani-beraninya kawin. Seriusan, seperti kucontohkan soal odol dan TP di atas, ketika kita sudah mulai eling lagi, selesai mabuk-kepayang di bulan madu, mulailah yang bego bego dari anak si mertua nongol :-). Disitulah mulai dibutuhkan seninya bengkelai. Sudah saya sebutkan di tayangan lalu, hindari perkataan "selalu" dan "tidak pernah". Banyak sekali sudah buku ditulis, tulisan ditayangkan yang memberi nasihat cara berkelahi atau adu argumen yang baik. Saya tidak mau mengulanginya sebab tulisan serial ini intinya adalah syering kehidupan kami berdua. Satu hal saja yang perlu saya tekankan, terutama bila Anda typical Indo, kaga mau alias ogah berantem. Berkelahi adu argumen itu, bila diperlukan atau ada alasannya (apapun) adalah s e h a t! Malah tidak sehat kalau kita tidak senang akan perilaku si bojo (ingat, bukan tidak senang ke dirinya tetapi perilakunya) lalu kita diem cuek wae. Suatu ketika, cepat atau lambat kita akan meletus kaya Gunung Bromo yang lagi eksyen padahal selama ini sepertinya tenang-tenang saja. Seninya adalah, sebelum kita jadi "gunung berapi" memuntahkan lahar yang panas, uap yang beracun, ada baiknya kita belajar ilmu berkelahi, tetapi jangan dari saya deh sebab nanti saya kena getahnya. "Elu kire elu jagoan ye, ude diajarin si jeha ngelawan gue," begitu kata si murid saya nanti, kalau saya sok jadi guru. Nah, sekian dulu dongengan untuk hari ini, enjoy your week-end rek. Bai bai lam lekom.

Home Next Previous