Melanggengkan Pernikahan XIV

Anda yang mengikuti serial Psikologi Kriminilku yang sudah saya tamatkan belum lama ini mestinya masih ingat akan apa yang bernama 'risk factor'. Yakni risiko seorang anak untuk tok-tok-tok tumbuh menjadi kriminil. Sama seperti faktor risiko tersebut yang bisa digolongkan ke dalam static dan dynamic risk, perilaku yang bersifat genetik dan sukar diubah serta yang dinamik atau masih bisa dikontrol, demikian juga halnya dengan pernikahan. Kalau Anda sebelum menikah, ketika masih pacaran sudah sering berkelahi dan lalu nanti mengharapkan bahtera rutang Anda akan aman damai, Anda setengah bermimpi. Faktor risiko Anda tinggi sekali bila masih ada hal-hal lainnya, yang akan membuat Anda malah lebih sering lagi berantemnya. Misal saya ambil satu contoh yang bisa 'disastrous' banget, tinggal bersama mertua setelah menikah. Saya tahu dan sadar akan risiko yang saya ambil ketika sesudah menikah, lantaran saya baru mulai bisa menyimpan uang (sebab sebelumnya saya mah foya-foya jalan-jalan mulu :-)), tidak mampu membeli rumah. Hanyalah karena saya tahu isteri saya anak yang baik, dari keluarga yang tidak rewelan alias sederhana, saya ambil risiko untuk kami tinggal serumah dengan enyak dan babe aye. Selama sekitar dua tahun kami tinggal serumah dan risiko yang saya tempuh ternyata kecil. Saya berani karena saya tahu ia disayang oleh kedua ortu saya, ya lantaran ia mau saya ajak ikut susah kempingan :-). Seriusan lagi, salah satu seni di dalam menuju ataupun berumah-tangga adalah memperkecil risiko-risiko yang bisa menyebabkan "perang dunia III". Static risk tidak bisa diubah, dynamic risk bisa. Jadi kalau Anda, bukannya saling mau nyekor kaya dua kesebelasan sepakbola sehingga berantem mulu, tetapi memang cinta dan sayang kepada pasanganmu, risiko-risiko bisa kau perkecil. Caranya tentu cem-macem, intinya konsen untuk mengubah dynamic risk rutangmu.

Tidak semua cewek-cowok di dunia ini naik ke pelaminan dengan modal cinta atau tergila-gila banget. Malahan modal cinta yang menggebu-gebu pun belum tentu menjamin kelanggengan suatu pernikahan. Satu hal namun yang kupikir perlu ada di antara su-is, kasih atau istilah buleknya 'kindness'. Kalau sudah kaga punya modal cinta, love, tidak memiliki kasih atau kindness, kebayang tantangan yang akan dihadapi oleh si cowok-cewek di dalam pernikahan mereka. Tak lain karena lalu yang akan terjadi adalah perebutan power: betulin mobil itu urusan gue ye, elu di dapur aje :-). Atau: kalu gue lagi arisan ama pren gue, elu jagain si ujang ye, awas. Kasih itu sabar, kata sementara orang sehingga saya bisa maklum banget kalau mendengar si Sarinah atau si Nuraini mau menikahi cowok yang 10 20 tahun lebih tua usianya lantaran si Mas sabar banget penampilannya. Selama Anda yakin namanya bukan "edi tansil" (ngerti ya singkatan plesetan ini :-)) kenapa engga. Apalagi kalau selain ia kasih dan sayang kepada Anda, ia juga mampu menafkahimu lahir batin. Walah, kog bukannya syering saya jadi kotbah nih, sori rek.

Kembali lagi ke kasih, ada istilah Inggris 'kindness breeds kindness and understanding'. Isteri atau suami yang dikasihi, meskipun tadinya moring-moring begitu sampai ke rumah, asal Anda hadapi ia dengan sabar dan kasih, niscaya suasana akan oke akhirnya. Itu sebabnya saya merasa comfy Cecilia tinggal bersama mertuanya sebab saya tahu akan ada suasana kasih di antara mereka. Hal yang sama terjadi di dalam hubungan dengan anak-anak remajamu, pengalamanku dari ngerumpi dengan 100 ortu yang anaknya gaswat perilakunya. Selama dikau hadapi mereka dengan 'kindness', tidak mungkin atau hampir mustahil Anda bisa merubah perilaku mereka, apalagi bila teman-teminnya sedang menjadi idola, "tuhan" mereka, Anda tetap bisa mengubah sikapmu, untuk selalu ada kasih meskipun mungkin di dalam paradigma lain bernama 'toughlove'.

Karena tayangan ini bukan untuk menghadapi anak remajamu, sebelum saya semakin melenceng, saya akhiri saja. Sekaligus juga saya mau menyudahi serial ini di tulisan yang ke 14. Bukan karena angka ini angka keramat saya alias tanggal lahirku, bukan juga karena sering angka 13 dijadikan 14 oleh mereka yang tahayul, tetapi karena Bang Jeha akan mempunyai kesibukan baru. Seperti kata bu/pa guru tatabahasa dulu, bila ada sumur di ladang boleh saya menumpang mandi, semoga kita bertemu lagi di dalam serial lainnya di dalam waktu yang tak terlalu lama. Terima kasih atas dukungan dan komentar Anda selama ini di milis mana saja Anda membaca serialku. Bai bai lam lekom.

Home Previous