Belum lama ini saya dan nyonya mengikuti konperensi tahunan para guru KBA sepropinsi Ontario. Baidewe, propinsi kami seluas Eropa Barat sehingga pasutri yang datang dari segala penjuru selalu menarik hati kami untuk ngobrol. Maklum kami sendiri senang bepergian kesana kemari di propinsi Ontario yang pemandangan alamnya aduhai, terlebih di musim rontok. Nah, karena sama-sama senasib menjadi guru, kami cukup mengenal satu sama lain, apalagi saya dan bojoku satu-satunya guru KBA dari Asia di saat ini. Kalau sampai ada pasutri yang bubaran alias bercerai, kami akan tahu. Oleh karena itu tidak heran ketika di salah satu pertemuan, salah seorang mencanangkan bahwa persentasi pasutri guru KBA yang bercerai hanyalah 1% dari populasi (kami). Setelah merenung sebentar sedikit, saya kira saya tahu jawabnya mengapa. Bukan saja karena kami memang memiliki 'commitment' satu sama lain tetapi terlebih, kami jadi tahu kapan jadwal ML atau sek-esek kami :-). Apalagi, selalu dianjurkan bahwa si suami pasutri yang ber-KBA yang bertugas membuat grafik siklus isterinya. D.p.l. doi tahu persis kapan masa tidak subur dan kapan masa puasa bila mereka tidak ingin (dulu) adanya si upik si eneng lagi di dalam keluarga. Saya kira itulah "rahasia" kelanggengan mereka yang ber-KBA, tidak mengalami surprise pernyataan 'not tonight honey, I got a headache'. Dengan contoh seperti itu, saya mau memperluas lingkupnya bahwa salah satu upaya untuk melanggengkan pernikahan adalah mengurangi kejutan-kejutan di dalam kehidupan rutang dan hal itu bisa dilakukan oleh semua pasutri.
Seperti saya katakan di awal tayangan, sebetulnya saya lumayan soknya ya, baru 29 tahun menikah udah sok teo mau menulis serial seperti ini. Seharusnya seorang embah seperti Ki Dyioti a.k.a. Pak Sujanto lah yang memberikan kita wejangan bagaimana melanggengkan pernikahan. Jadi memang modal saya banyak nekadnya saja, seperti sering terjadi di diri seorang penulis Internet. Namun, dengan pengalaman seumur jagung raksasa itu saya cukup banyak melihat bahwa pernikahan menjadi mandeg, stagnasi, kalau salah satu pihak tidak bisa berkembang mengikuti pasangannya. Bukan berkembang tambah gendut perutnya tentu tetapi dari segi intelektuil, lewat hobi, lewat perumpian, lewat iman. Meskipun saya sudah melakukan testing mengajaknya cari susah bo'ongan alias kemping ke beberapa tempat ketika saya masih memacari Cecilia, saya tetap beruntung bahwa sampai hari ini ia terus mengintil dalam hobi saya. Saya suka sepedaan, ia ikut :-). Komoh kemping kata anak Sunda. Saya berenang, ia juga masih suka meski terkadang perlu saya seret dari depan kompinya :-). Ya, kalau sudah main game di komputer, ia menjadi kecanduan juga. Itulah yang perlu kita perhatikan, baik bila isteri/suami kita yang menjadi motor perubahan perkembangan intelektuil kita, maupun bila diri kita lah pawangnya. Bila ada kegiatan bersama yang Anda nikmati, modal kelanggengan Anda menjadi bertambah.
Saya pernah menayangkan definisi remaja di masyarakat Kanada saat ini seusai mengikuti ceramah Marion Balla, direktur Adlerian Centre for Counselling di Ottawa yang mempunyai pengalaman puluhan tahun konseling remaja. Ketika itu, di tahun 1977, Tante Marion memberikan umur 25 tahun sebagai batasan seorang remaja Kanada bisa dianggap dewasa. Melihat menyimak keadaan di sekeliling saya, tidak heran kalau batasan itu sudah semakin meninggi. Tidak mustahil cewek cowok berusia 30 tahun yang Anda nikahi, masih ABG :-). Artinya ada kemungkinan Anda maupun pasanganmu akan menikah di saat-saat "remaja" sehingga so pasti kalian akan berkembang berubah menjadi dewasa. Syukur-syukur perubahan yang terjadi saling melengkapi dan kalian 'compatible'. Yang celaka tentulah kalau si Polan ke barat dan si Sarinah ke timur. Itulah satu hal lagi yang menurut saya faktor penting di dalam melanggengkan pernikahan. Sadar bahwa pasangan kita akan berubah, maupun diri dhewek tentunya dan dengan komunikasi yang teratur, perubahannya akan menuju ke hal-hal yang oke, kalau tidak malah berbonus hesbat rapi jali kata anak Betawi.
Jadi Anda yang sudah membaca 3 serialku sejauh ini, ude kaga bole lagi ye bilang ke si bini si laki, "Eh Empok elu kog bukan lagi si Dasime nyang dulu gue kawinin" atau "Eh Abang, kog Abang engga kaye si Mi'un nyang dulu sih." Hanyalah bila kedua belah pihak menyadari dan memberikan kesempatan kepada pasangannya untuk berkembang, memberikan ruang untuk hal itu, syukur-syukur bisa menikmati perkembangan pasangannya, maka kelanggengan pernikahan mereka akan lebih terjamin. Sampai jumpa di serial berikutnya. Bai bai lam lekom.