"You hurt my feeling," kata saya kepada isteriku setengah ngeledek ketika ia mengenyek saya, cari suatu barang kaga ketemu dan ia yang ingat ada dimana. Soalnya ia sering banget mengatakan demikian hingga lalu cepat-cepat ia membetulkan kalimat saya, "I am hurt". Sekejap saya sadar bahwa memang kita anak Indo terbiasa dengan "elu elu you you" di dalam berkelahi. Di dalam teknik komunikasi dasar, baik antara su-is maupun anggota keluarga dan prens sohib kita, pernyataan yang dimulai dengan 'you' sering kaga oke, bersifat menuduh dan menyalahkan pihak lain. Sebetulnya saya lebih atau sudah terbiasa di lingkungan cangkulan saya, kalau saya memeriksa program yang dibuat kolega saya atau menginspeksi hasil kerja anak-buah saya. Saya tidak mengatakan "your bug, your error" tetapi "this bug, that error " alias si doi akan manggut dan lebih hepi untuk memperbaikinya. Jadi di dalam konteks dialog, debat, berkelahi, semakin banyak kita memakai kata "saya" atau tidak menyalahkan pasangan kita, akan semakin oke lah pernikahan kita.
Beberapa komentator di milis Psiko, salah satu milis yang paling heboh sejak saya aktif di Internet :-) belum lama ini mengemukakan tentang Marriage Encounter, suatu paguyuban su-is sedunia yang secara rutin bertemu antar sesamanya, tentu di kampung masing-masing. Ketika saya mau pindah ke Kanada, yakin bahwa kami membutuhkan teknik yang ampuh supaya kanu kehidupan kami tidak amblas dilanda badai di negeri orang yang masih asing, saya mencoba mendaftar untuk ikutan week-end-nya. Walah, meskipun sudah KKN dengan ketua atau dedengkotnya karena ia eks secangkulan dengan saya, kami harus antri beberapa bulan sedemikian sehingga kami sudah akan cabut. Akhirnya atau untungnya, kami ikut akhir-pekan ME di Toronto sehingga sampai hari ini kami masih tetap ngerumpi dengan pasutri se-RT-RW. Nah, salah satu bekal atau motto ME adalah, perasaan tidak pernah bersalah, there is nothing wrong with feeling. Yang bisa bego adalah eksyen kita karena dilanda perasaan. Itu sebabnya oke-oke saja kita mengatakan "you hurt my ... eh sori, my feeling is hurt".
Saya mempunyai teman di kota ini tukang mancing yang bermodal sehingga membeli khusus yang namanya 'fishing boat' 5000 dollar sahaja. Namun, isteri maupun anak-anaknya tidak suka mancing. Isterinya senang di rumah azha, kedua anaknya main game di depan komputer. Saya berani jamin, kalau ia keseringan mancing dhewek, apalagi di hari premium untuk keluarga, Sabtu dan Minggu, lama-kelamaan bukan saja perahunya ia perlu gadaikan, bahtera rumah tangganya pun akan karam. Ya, hobi kita yang berasal dari sebelum kita berumah-tangga bisa membawa risiko, bila kita tidak melibatkan keluarga. Itu sebabnya salah satu testing yang penting sekali ke calon isteri saya dulu adalah apakah ia senang kemping :-). Sekarang ini, kalau sudah lama kami tidak kemping, lama itu sebulanan, maka isteri saya lah yang ngeriyeng ingin kemping ke luar kota. Seperti sudah saya singgung di tayangan yang lalu mempunyai hobi yang sama di dalam pemenuhan kebutuhan 'fun' hidup kita akan mempunyai potensi melanggengkan pernikahan.
Kalau Mbak D di milis Sanbima belum lama ini membuat kekaguman kami semilis, Mbakyu Y di milis Psikologi juga sering membuat syering yang mencerahkan warga milis. Satu hal yang saya kagumi sejak mengenal doi, ia menghargai suaminya, di dalam untung maupun malang. Ada istilah Inggris yang tepat untuk hal itu, 'to put your spouse on a pedestal', kira-kira mengagungkannya. Nah, bila Anda para su-is mampu melakukan hal itu satu sama lain, saya yakin pernikahan Anda akan lebih langgeng dibandingkan pasangan yang setiap hari berkelahi karena satu sama lain saling menjatuhkan. Satu hal dari banyak yang kukagumi dari isteriku adalah kemampuan motoriknya. Misalnya, saya masih bego menyetir kanu, ia sudah duduk di belakang terus dan cepat menguasai stroke-stroke dasar untuk mengemudi. Barulah ketika suatu ketika kanu kami hampir amblas karena angin dan ombak yang besar serta ia sedang mengemudi, ia mengalihkan pedestalnya ke saya lantaran Bang Jeha lebih besepir :-). Satu kekaguman saya yang lainnya adalah 'sense of direction'nya sehingga saya nobatkan ia jadi kenek selama saya nyupir 2 bulanan di Indo belum lama ini ketika kami pulang kampung. Masih banyak tentunya hal-hal dimana saya menaruhnya di atas podium tetapi karena nanti saya dimarahi mertua saya, membuat anaknya besar kepala, maka saya sudahi saja. Ya, ibunya hampir tidak pernah memujinya, paling engga saya tidak pernah mendengar kata-kata pujian keluar dari mulut sang mertua ke menantunya ini :-) :-).
Kalau Anda memang anak Indo produk kuno yang tidak biasa memuji (atau dipuji, lucu dah kalu liat tingkah anak Indo yang dipuji :-)) dibutuhkan latihan untuk melakukan hal di atas. Yang paling penting adalah Anda tulus di dalam memuji pasanganmu dan bukan dilakukan karena manipulatif, misalnya saja sudah lama si co/ce kaga dikasih satu kebutuhan itu sehingga segala akal dikeluarkan oleh doi agar ia bisa tidur nyenyak. Terkadang kita perlu melakukan apa yang namanya 'sacrifice' bila kita ditepuk-tepuk pundak kita dan kita lagi engga in-the-mood. Oya prens sadayana, kata itu sama sekali tidak berarti berkorban tetapi berbuat suci, sesuai dengan asal katanya dari bahasa Latin, sacrum ficere. Nah, karena hari sudah menjelang malam di Toronto ini, sekian saja rek, barangkali ada di antara Anda yang mau berbuat suci dan mematikan si kompi :-). Bai bai lam lekom, sampai seri berikutnya.