Melanggengkan Pernikahan IX

Peminat tayangan serial ini bukan saja makin banyak, juga pendukungnya. Salah satu prenku warga milis Sanbima mengirimkan kepada saya '50 Steps to a Happy Marriage' dengan maksud, tak salah lagi, agar saya bisa menulis sampai seri ke 50 :-). Memang kalau kita banyak ngerumpi, untungnya sahaya dengan kawula dua budaya, Barat dan Timur, tidak akan kehabisan bahan untuk tulisan ini. Namun, hubungan pernikahan memang saya setuju adalah salah satu ikatan yang paling kompleks, canggih kalau kata anak sekarang. Seratus teori seribu kiat bisa Anda miliki atau persiapkan sebelum menikah, ternyata bukan tak mungkin ada variabel ke 1001 yang membuat pernikahanmu kandas, kata anak Betawi bikin kite kejengkang. Suatu tayangan dari Mas QQ warga milis Psiko, menyarikan isi buku '21 Ways to Attract A Soulmate' karangan Arian Sarris menarik untuk dibaca. Katanya, ada 8 tanda-tanda seseorang itu jodoh kita bukan. Kusingkat saja: senang membantu, bersikap santai, ada kontak batin, nyaman bersama, selalu di sisi kita, terbuka, berterus-terang, bisa dipercaya. Kukatakan lalu, meski dari 1 s/d 7 tanda itu ada di diri isteriku, tetap saja kami dari waktu ke waktu berkelahi :-). Akan halnya bisa dipercaya, satu-satunya alasanku kenapa tidak semua hal yang kuketahui kusyer kepadanya adalah karena ia tidak bisa berdusta. Pada suatu ketika, terjadi suatu kemelut di dalam organisasi dimana aku menjadi sekernyataris. Aku melakukan lobbying kesana-kesini, termasuk pergi mengunjungi si A si B. Ketika ia ditelepon oleh seorang yang kurahasiakan strategiku, bojoku tidak bisa untuk tidak mengatakan bahwa saya sedang pergi ke orang-orang tersebut, sebab ia tahu. Akibatnya strategiku tidak lagi efektif dan perkaranya menjadi lebih sulit. Itu sukarnya menikah dengan seorang yang tidak biasa "main politik" :-). Jadi saya berprinsip dan dengan demikian merestui pasutri yang masih mempunyai atau menyimpan rahasia yang kalau diketahui suami atau isterinya tidak akan memberikan hasil oke. Tentu saja rahasia itu bukanlah hal yang negatif seperti punya WIL atau PIL melainkan ya yang kita tidak mau diketahuinya. Melalui prinsip itu, saya juga menghargai bahwa isteriku mungkin saja mempunyai sesuatu yang ia tidak akan pernah syer ke saya. Saya hepi dengan keadaan itu, saya hargai privacy-nya. Hal tersebut mungkin juga karena kami saling memberikan kebebasan kepada satu sama lain sebab setiap manusia membutuhkannya. Suami atau isteri yang cemburu, amit-amit possesive, tidak menghargai bahwa pasangannya perlu diberi kebebasan. Sering terjadi di dalam pasangan dimana salah satunya mempunyai PD yang rendah, si doi menjadi pencemburu hebat. Bila hal itu sampai terjadi, Anda sebagai pihak yang dicemburui perlu melakukan eksyen agar PD pasanganmu bisa ditingkatkan, lewat cem-macem cara tetapi tidak dengan mencangcangmu.

Akan halnya ke 50 langkah kiriman prenku MM agar pernikahan sahabatnya ini bisa menjadi hepi, lebih-lebih lagi mustahilnya mek :-). Bayangkan step atau kiat seperti, awali hari dengan ciuman. Wong setiap kubangun tidur bojoku masih di pulau busa, cari perkara namanya kalau ia kuciumi :-). 'Send a card for no reason' akan membuat sahaya dikiranya gendheng dan 'compliment twice a day' pastilah saya akan disuruhnya membuat perjanjian dengan seorang psikiater atau dengan Dr. Sie, rek Suroboyo yang menjadi dokter keluargaku. Sekali lagi, segala macam kiat itu boleh saja Anda baca dan Anda coba jalani tetapi resep yang paling jitu adalah, jadilah dirimu sendiri dan demikian pula, biarkanlah pasanganmu menjadi dirinya juga. Sejak di awal tayangan ini sudah saya katakan, hampir mustahil bila sesudah menikah dikau mengharapkan ia bisa mengubah perilakunya, apalagi yang berbau genetik seperti suka nyusu. Apa yang mungkin terjadi adalah seperti kata suatu teori pendidikan, suasana atau lingkungan yang oke punya bisa membuat ia mengubah neural-net atau susunan sirkuit otaknya sehingga tidak lagi suka korslit :-). Sering juga kukatakan bahwa sekolah kita tidak pernah selesai sebetulnya. Kesadaran kita bahwa kita juga "bersekolah" di dalam hidup pernikahan, belajar satu sama lain dari pasangan kita, akan membuat kita tidak jeblok kalau menghadapi ujian atau diuji oleh kasus-kasus kehidupan yang kita alami.

Satu kasus yang teringat dan bukan saya aktornya tetapi sedulurku adalah pelajaran kehidupan di dalam menutup polis asuransi. Karena lumayan pengalaman saya di dalam melakukan komputerisasi atau membantu semua perusahaan asuransi jiwa ketika saya masih di Indo, dari mulai Bumiputera ke Jiwasraya ke Bumi Asih Jaya, sedikit banyak saya mengetahui lekak-likunya. Adalah tidak oke untuk menutup polis yang bersifat dwiguna, whole life istilah Inggrisnya, yakni sambil menabung sambil jiwa kita ditanggung. Maka ketika sedulur saya ingin menutup polis berjudul 'Freedom 55', dimana pada saat ia berusia 55 tahun ia tidak perlu lagi membayar preminya, saya katakan hampir mustahil hal itu bisa terjadi, ketika secara kasar saya hitung aktuarianya. Benar saja apa yang saya katakan, polis jenis itu akhirnya bubar dan kalau mau diteruskan menjadi 'freedom 66'. Sedulurku tidak tahan tentunya untuk terus bayar premi dan akhirnya ia merugi. Untungnya, isterinya bak malaikat alias selalu memaafkan ulah suaminya yang suka eror. Bayangkan bila masalah uang menjadi prioritas utama, pasangan tidak pemaaf, apa jadinya "ulangan jeblok" seperti demikian. Intinya adalah, akan banyak 'lesson in life' yang kita sebagai pasutri alami, selama kita rela membayar "uang sekolahnya" yang terkadang mahal, maka niscaya pernikahan kita menjadi lebih langgeng. Sekian dulu, sampai jumpa di seri berikutnya, bai bai lam lekom.

Home Next Previous