Algonquin Pen Lake adalah salah satu danau yang cukup oke di cagar alam tersebut. Buktinya campsite-nya hampir selalu penuh dan mesti di-book jauh sebelumnya. Bukti lainnya, meski 'access point' Rock Lake dari Algonquin untuk bisa ke Pen Lake perlu ditempuh melalui jalan kampung (gravel road) sejauh 8 km, tetap saja lapangan parkir untuk 'interior camping'-nya selalu penuh termasuk sesekali kita bisa melihat nomor mobil eks Amrik. Satu bukti lagi adalah itulah tempat favorit Jeha Outfitter membawa para 'rookies' alias mereka yang pertama kalinya mau ikut interior camping bersama kami. Kalau Anda selama ini menjadi pembaca setia tayangan dongengku, tahun lalu di akhir pekan Thanksgiving kubawa JF dan FH, dua kawula muda anak Toronto pertama kalinya mencoba "cari susah bersama Bang Jeha". Boy, were they really tested :-). (Kisah suka-duka mereka ada di tayangan Algonquin Pen Lake di hompejku.) Sebelumnya, warga milis Serviam, Eddy dan Tikno juga pernah manggung menjadi tokoh tayanganku ketika mereka pertama kalinya ikut interior camping dan Tikno konon tidur sehari-semalam non-stop seusai kemping :-). Pen Lake di musim rontok indah sekali pemandangannya dan itu sebabnya menjadi salah satu tempat favorit kami, saya dan Cecilia. Pendayungannya relatif mudah hanya menyusuri Rock Lake terus ke arah selatan sepanjang pesisir barat dari Rock Lake. Setelah sekitar 1.5 sampai 2 jam mendayung tergantung angin dan apakah otot tubuh Anda cuma dipakai main tennis doang 10 tahun lalu :-), kita akan sampai ke satu-satunya portage trail menuju Pen Lake. Portage sepanjang 375 meter itu untuk kawula muda penggemar interior kemping dapat mereka lalui sambil berlari menggendong kanunya :-). Maksudku jalannya boleh dikata cukup datar dan tidak 'belok', istilah Betawi untuk jalanan dimana kita mesti bermain lumpur. Namun, untuk para pemula portaging sejauh itu cukup ideal. Mereka dapat "merasakan" bahwa apa-apa yang diangkat dengan tangan, akan membuatnya pegal. Mereka dapat merenungkan seninya 'portaging' dalam hidup. Anton Lo juga pernah mendapatkan pencerahan ketika ikut day-trip Jeha Outfitter ke interior-nya Grundy Lake Park :-).
Hal itu dialami dua teman-teminku, pasutri DC dan ET yang namanya kusingkat saja karena bukan warga milis ini. Mereka belum pernah mengalami portaging apalagi ke Algonquin, cagar terbesar di Ontario dan juga salah satunya di Kanada, sekitar 7700 km persegi. Satu pasutri lagi, yang seperti DC dan ET juga warga DINK, Double Income No Kid, sejak dulu bercita-cita ingin ke Algonquin bersamaku. Mereka adalah warga Kanada dari sononya alias wong bule, DY dan JY. DC wong Asia 'surprise' sekali ketika katanya isterinya mau ikut serta. Bila Anda masih ingat, tiga mingguan lalu D dan J kemping berempat bersama kami ke cagar McRae Lake dan isterinya ditinggalnya di rumah sebab itulah kata DC, hobi isterinya yang juga anak Asia adalah 'to stay home' :-). Meskipun sudah kutawarkan untuk memakai saja 'water filter'ku, DC dan ET tidak percaya akan teknologi penyaringan air sebab mereka membawa seluruh keperluan minum mereka dari rumah :-). Akibatnya ya di portage trail, mereka ngos-ngosan membawa 10 liter 'water jug' mereka yang harus ditengteng. Tentu mereka tahu bahwa portagingnya cuma 375 meter sebab kalau saja 3.75 km, kuyakin air itu akan dibuangnya di tengah jalan, sama ketika temanku di Indo dulu mulai meninggalkan bawaan mereka sepanjang trail ketika pertama kalinya mendaki gunung dan membawa semua sangu bekal ibu mereka :-). Satu peserta lainnya yang melengkapi 'the seven musketeers' adalah J eks kolegaku dan prenku bersepeda di Toronto. Selain 3 canoe, karena J masih bachelor alias SINS, single income no spouse, masih ada satu kayak. Boy, was it heavy to portage a kayak.
Ya, sebagaimana layaknya peserta canoe camping yang baik, apalagi sebagai 'sole proprietor' dari Jeha Outfitter, saya selalu membantu bawaan atau beban sesama di portage trail. Minta ampun beratnya membawa kayak karena tidak bisa dipanggul di atas bahu dengan mudah, sendirian seperti halnya kanu. JF prenku yang sedemikian fit-nya ngos-ngosan ketika ia mencoba membawa kayaknya sendirian. Tubuhnya tegap, tinggi, kekar. Bayangkan kalau Bang Jeha Anda harus membawa kayak sendirian. Jadi bertiga kami patungan di awal perjalanan dan kemudian Cecilia patungan bersama DC membantu JF di akhir perjalanan. Kuyakin isteriku tidak akan pernah "ngeriyeng" deh minta dibeliin kayak :-). Selain 'water jug' DC dan kayak sewaan JF yang menarik, tiada hal istimewa lainnya di portaging trail kami. Demikian juga sebagai layaknya profesionil, kami cabut dari Toronto sekitar jam 7-an tanggal 9 Agustus lalu, sesuai dengan waktu yang sudah kami setujui bersama.
Kedua kanu dan kayak sewaan dari Opeongo Outfitter, rekan perusahaan dimana sahaya sering menyewa dari mereka karena servisnya lumejen, sudah menunggu di tempat peluncuran kanu Algonquin access point 9 Rock Lake. Sambil menikmati makanan siang yang kami beli di Tim Hortons di Huntsville, kami mulai me-load ketiga kanu dan satu kayak tersebut. Risiko kecemplung berkanu atau berkayak selalu terjadi di 'put in' atau awal canoeing seperti itu dan seorang cewek yang mungkin masih pemula, amblas kecemplung ke air danau pada saat ia mau masuk ke dalam kayaknya. Umpatan 'shit' darinya sudah memberikan tanda bahwa janjinya ia tidak akan kecemplung :-). Meskipun kedua pasutri prenku belum pernah camping interior, tapi mereka sudah pernah berkanu sehingga tidak perlu saya memberikan 'crash course' pelajaran dasar untuk mendayung. Melenceng dikit, ternyata dari 'feedback', surat maupun komen tertulis yang disampaikan para kawula muda eks peserta WYD yang sempat kuajak canoeing, itulah salah satu acara mereka yang paling mengesankan disamping melihat Il Papa JP II :-). Canoeing is indeed refreshing for body and soul :-).
"Jusni, I want to tell you that we have enjoyed the trip. Even ... (nama sang isteri) enjoyed it even though she got 25 mosquito bites. Thank you very much for showing us such a beautiful place to camp and that wonderful spot for the Sunday lunch. I always wanted to do an interior camping. Seeing the moose is just amazing." Demikian bunyi bagian dari surat "penghargaan" salah satu peserta JOT, Jeha Outfitter Trip, kepadaku kemarin. Memang salah satu kebiasaan anak Kanada adalah upaya mereka untuk menghargai bukan saja keindahan alam, tetapi juga sesamanya manusia :-). Sesuatu yang kita wong Indo (masih) perlu belajar dari mereka. So pasti akan terjadi, kalau saja DC dan ET suatu ketika bisa bercerita kepada cucu keponakan mereka, trip ke Algonquin Pen Lake yang ia jadikan judul surat seteromnya kepadaku tak akan terlewatkan oleh mereka. Dua puluh lima gigitan nyamuk tiadalah artinya untuk bisa melihat moose, kerbau hutan Kanada yang dijadikan salah satu 'icon' bangsa ini. Sahaya sendiri baru melihatnya beberapa kali doang. Mereka juga beruntung bisa melihat beaver berenang di sekitar Pen Lake ketika kami tiba kembali dari perjalanan harian ke danau lainnya di hari Sabtu 10 Agustusnya. Ya, melihat beaver lebih jarang lagi sebab binatang ini gede kemaluannya, hanya nongol bila kita semua sudah tidur alias tidak ada yang menontonnya. Yang lebih hesbats lagi adalah mereka semua berkesempatan melihat Perseid meteor shower dari atas suatu pulau karang kecil di tengah Pen Lake. DY salah satu peserta lainnya juga mengirim surat terima-kasih atas "kuliah astronomi" yang sempat ia dan isterinya peroleh selama 2 malam kami di Pen Lake. Tentu saja bukan hanya ia yang beruntung, sahaya dan nyonya pun telah "mengirim surat" kepada Oom Han karena kasih-Nya kepada kami semua, diperkenankan menyaksikan salah satu tontonan pagelaran-Nya setiap awal bulan Agustus.
"Jusni, what book are you reading? Is it in Indonesian or English?," tanya JY isteri DY. Oh, it is a book about abortion, a gift from my friend the author himself. It IS in Indonesian even though the title looks familiar to you (catatan redaksi: Kontroversi Aborsi). "That's what I thought," kata J lagi. Buku itu memang kusamber ketika baru saja tiba pada saat saya sedang me-load barang-barang kempingku. Karena berharganya waktu maupun berat barang yang kita bawa kalau kita canoeing ke interior, hanyalah buku yang betul-betul (akan) bermutu kubawa di dalam suatu canoeing trip. Kalau Anda seperti saya, tidak menganggap bahwa aborsi itu engga terlalu jahat karena sudah mengatur jumlah penduduk dunia, tentu saja buku itu boleh kau beli dan bawa dalam "canoeing trip"-mu. Merenungkan segala ciptaan-Nya, ditengah-tengah alam adalah selaras dengan apa yang ditulis oleh sang penulis, CB Kusmaryanto SCJ prenku yang mungkin sudah Anda kenal juga. Tentu saja tiada "diskusi" atau debat a la kusir dari para peserta kemping mengenai kontroversi aborsi. Mereka hanya mengangguk ketika kujelaskan apa kira-kira isi buku itu dan apa itu yang namanya bioetika, suatu ilmu yang sedang dipelajari sang pengarang.
Seperti sudah kuceritakan di tayangan pertama, tiada yang istimewa kami alami dalam mencapai Pen Lake. Namun, situs-situs yang prima alias the best spot sudah ditap lebih dulu oleh beberapa peserta sebelum kami. JF yang kutugaskan untuk melakukan 'scouting' karena kecepatan kayaknya jauh lebih oke daripada canoe-ku melaporkan bahwa 4 site berpantai pasir sudah ditempati orang. Jadi kami lalu mengambil satu site yang 'not too bad' karena antara lain bisa memuat 4 tenda. Setelah berembug beberapa detik dan memutuskan siapa dimana, kami semua memasang tenda masing-masing. Hari masih dini jadi kesempatan untuk berenang mencuci garam tubuh dari kulit kami tak bisa disia-siakan. Acara paling penting sesudahnya adalah tugas ogut dan nyonya, menyiapkan makan malam, semur ayam a la Cecilia beserta nasi liwet. Hampir tak pernah saya berjumpa dengan peserta kemping yang makannya banyak pernik. Itu mungkin sebabnya mereka mau ikut karena mereka pemakan segala. Ketambahan semur dengan kecap manis buatan Cecilia sendiri memang sudah terkenal kesohorannya ke seantero Algonquin Park :-). Jadi nasi sepanci pun habis terkuras kecuali bagian yang ada keraknya. Susah memasak di campsite tanpa kerak prens.
Selesai makan dan hari masih terang, saya mengajak mereka yang berminat untuk memasang tali guna mengerek makanan ke atas pohon. Tahu bahwa para programmer ini pasti ingin melihat 'design spec'-nya, sudah kugambarkan di atas kertas apa yang akan kulakukan. Yakni membuat tali kerekan dengan sistim dua katrol yang hanya kubuat kalau ada seton makanan perlu dikerek :-). Acara melempar batu ke cabang pohon yang kucontohkan, sangat menarik karena mirip akalan Tom Sawyer waktu kena hukuman mencat pagar rumahnya :-). "It seems like fun," kata JF. It sure is and I will only give you 3 tries. JF gagal melempar batu setelah mendapat kesempatan 3 kali tapi DY yang juga sama antusiasnya berhasil dalam lemparan ketiganya :-). Tidak terlalu lama setelah itu, tali temali dua pulley sudah siap untuk dipakai mengerek makanan. "I am impressed," kata DY yang keahliannya dalam Java programming selalu membuatku kagum :-). Oom Han memang adil, ada yang diberinya bakat Java, ada yang dikarunianya ilmu menyuruh-nyuruh orang :-). Tak lama setelah semua makanan kami kerek ke atas, yang disisakan adalah teh/kopi/sekoteng dan marshmallow untuk perumpian di muka api unggun, kami berkeliling di seputar api yang mudah sekali dinyalakan. Sampai berjumpa di tayangan berikutnya, mungkin kusyer apa-apa saja yang kami gosipi di Pen Lake :-). Lam lekom bai bai.
Tiada larangan memasang api di Pen Lake Algonquin sehingga JF yang kumintai tolong mencari kayu :-) melakukannya dengan hepi. Sedemikian rajinnya ia menggergaji kayu birch dari satu batang pohon tumbang sehingga di akhir perkempingan kami masih ada 4 gelondong kayu yang tidak terpakai. Setelah balokan kayu digergaji, masih ada DY, DC, Cecilia dan sahaya yang lalu memesiangi alias memecah-mecah sang kayu menjadi lebih kecil lagi. Tiada masalah pula untuk menyalakan api karena keringnya sang kayu maupun hangatnya suhu di awal bulan Agustus ini. Pengalaman hidup 7 orang, sebagian seperti DC dan ET isterinya yang sudah keliling dunia kemana-mana, tak habis-habisnya untuk disyer. Hanya ada satu negeri di dunia dimana mereka ogah kapok tidak mau pergi lagi, India. Tetapi ada satu negara tetangga India yang mereka rekomendasikan sekali kepada saya dan Cecilia untuk mengunjunginya. Sori bukan Cungkuo tetapi Nepal. Saya percaya akan "kotbah" dan syering mereka mengenai Nepal sebab cukup banyak buku pendakian gunung disana yang saya baca. Karena mereka tahu alias membaca tayangan perjalanan saya seusai pensiunku, tentu banyak yang mereka tanya-tanyai, terutama tempat yang indah di Indo. Dengan sedikit menyesal berhubung keamanan atau security bagi turis, apalagi DC dan ET bak mangsa emphug, sahaya hanya menganjurkan mereka untuk ke Bali saja, still a paradise on earth (dibandingkan dengan beberapa tempat di Indo).
Satu hal yang cukup membedakan warga Kanada dan Indo, sama-sama secomberan, apa yang kami bicarakan adalah mengenai diri kami doang. Coba ente ngerumpi bersama-sama saya dan para prenku eks ibeem Indo. Tentulah kami akan lebih sering dikocok perutnya mensyer kisah-kisah jenaka eks kolega kami. Uda Ilyas dan Pa Aji Adrial manggut setuju :-). Kisah seperti naik taksi sendiri-sendiri (dalam expense account) dari Bangkok Airport ke AIT (Asian Institute of Tech.) selalu membuat kami LOTF, akronim dari 'laughing on the floor'. Anak-anak IBM Kanada ini tidak ada yang berminat membicarakan programming atau masalah kantor, apalagi rekan-rekan sekerjanya :-). Mereka hanya bertanya kapan saya mau mulai bekerja lagi dan kujawab, setelah selesai camping canoeing. "I am not coming home after this trip but I will move to Charleston Lake," kataku. I am sorry that you have to drive home on Sunday afternoon on the 400, ujarku lagi, "menggosokkan garam di luka" :-). Highway 400 di utara kota Toronto terkenal gilanya (baca: macet) di akhir pekan, terutama di hari Minggu siang karena ribuan warga Kanada "turun dari Puncak" atau cottage istilah kami. "I envy you Jusni," kata DC. Well, I am just following your advice D, kataku. Memang ialah salah satu pemberi inspirasi kepadaku agar pensiun dini sehingga bisa kemana-mana tanpa memakai tongkat atau di kursi roda karena sudah jompo. You envy me today but in 10 years, I am the one who will envy you, kata saya memaksudkan bahwa penghasilan pensiunku akan dimakan inflasi di saat itu. EGP lach yauw memang salah satu pedoman hidupku di saat-saat sekarang ini.
"What's our plan for today?," kata JF di pagi hari setelah ia kenyang makan Indomie goreng plus baso ayam karya ogut dan nyonya. "Well, I give you some choices. First, the most exciting perhaps is to do illegal fishing since you all do not have fishing licenses but Cecilia," :-) kataku. Anak Kanada mana berani cari perkara pulang pake kancut doang kalau sampai kepergok polisi hutan (park ranger). Ya, dendanya kalau ketangkap mancing di negara ini padahal tidak punya ijin, engga main-main. Jangankan kanu, motorboatmu pun bisa disita sehingga untuk membayar ganti ke prenmu yang sudah meminjamkannya, semua celana dan bajumu kau jual memang masih tak akan cukup. Tentu saja itu aturan untuk orang dewasa alias anak-anak mancing ga perlu ijin asal punya cacing atau pakai umpan benar, jangan potongan sate ayam si nyokap :-). "Second choice will be to portage our canoe and venture into another lake nearby," kataku lagi. Tak ada yang tertarik untuk portaging setelah kemarin mereka mengangkut air, kayak dan lawn chair 4 biji :-). "OK, we can also do just hiking and there are several trails to choose. The longest is the one to Lake Louisa, one of the prettiest lake in Algonquin, close to 3 km. The moderate one will be 1700 meter to Night Lake." Tak heran bila semua memilih hiking di trail 1.7 km doang itu.
Setelah membawa perlengkapan hiking seperlunya termasuk pakaian renang untuk nyebur di air bila gerah, kami cabut di awal hari kedua dari Pen Lake menuju Night Lake. Trailnya cukup terawat dan dimana-mana ada kayu dari kota yang ditaruh di bagian berlumpur oleh pegawai Ontario Park agar para peserta JOT tidak sampai kejeblos di lumpur. JY yang belum lama ini masih menjadi pemimpin pandu cewek, Girls' Guide Leader, menemukan bekas tapak kaki yang setelah disimak oleh Cecilia, disimpulkannya sebagai bekas kaki moose. Berita baik sebab memang belakangan DC dan ET isterinya beserta JF bertemu dengan moose ketika mereka mendayung bertigaan doang. Sepanjang perjalanan kami berhenti sewaktu-waktu, maklum orang kota yang norak :-), untuk melihat ular (garter snake, tidak beracun bo), kodok, jamur dan cem-macem karya Oom Han lainnya. Tak berapa lama kami sampai di ujung trail yakni di tepi Night Lake. Danaunya mengecewakan sebab airnya bak malam yang pekat alias dasarnya berlumpur hitam. Jadi cuma pren kami si JF yang nekads nyebur, dasar gila air :-). Sebetulnya kalau saja kami membawa kanu, perjalanan bisa diteruskan lewat satu portage lagi ke danau alaihim, Galeairy Lake. Dinamakan demikian dari nama Florence Nightingale dan Lady Airy. Yang pertama rupanya sedang jadi orbek waktu sang danau sedang dicarikan nama dan yang terakhir mestinya pujaan hati Lord Airy yang menjadi patih di daerah tersebut. Setelah puas menonton JF berenang di Night Lake dan untunglah tubuhnya tetap bule setelah keluar dari danau gelap itu, kami cabut kembali berjalan menuju Pen Lake. Sampai tayangan berikutnya, bai bai lam lekom.
Hari masih siang ketika kami tiba di awal trail di Pen Lake kembali. Karena saya jalan paling belakang begitu kutiba sudah kudengar ucapan kekecewaan para prenku karena pantai pasirnya terlalu landai. Kurang asyik untuk dipakai berenang sehingga kami bergeser beberapa puluh meter ke selatan. Cecilia memanfaatkan kesempatan dalam keluasan Pen Lake untuk meminjam kayak si JF. Setelah ia puas kelilingan, tidak pakai rolling meski kusuruh, ia memberikan kesimpulan bahwa kayak yang pertama dicobanya, merk Swift, lebih asyik dari pada merk gurem yang saat itu disewa JF. Duit kenal barang :-). Akan halnya rolling, itu adalah teknik berkayak dimana kita berputar di air 360 derajat, artinya menjatuhkan diri ke kiri atau ke kanan bersama kayak, berputar vertikal dan ceritanya nongol lagi tegak lurus. Suatu teknik susyah sekali sehingga kata prenku JF dan DC, guru mereka azha engga bisa :-) (gagal waktu mencobanya). Meskipun tidak bisa rolling, dari waktu ke waktu, hampir setiap hari ia berkayak, JF selalu menceburkan diri dan kanunya ke air. Dengan latihan demikian, ia menambah PD-nya selain tahu persis di titik miring mana sang kayak akan kelebu. Sebelum ia masuk ke air, ia juga melatih teknik yang namanya 'bracing', yakni menepuk dayung ke air sehingga kayak (atau kanu) menjadi seimbang lagi. Menarik memperhatikan cara prenku JF membina PD-nya. Karena bagus keseimbangannya berkat sering bersepeda :-) dan kuat ototnya, ia juga berhasil mengembangkan teknik untuk dari dalam air masuk lagi ke dalam kayaknya setelah kecebur. Kata gurunya, sukar sekali untuk masuk lagi ke kayak sendirian tanpa bantuan kayak atau orang lainnya (sami mawon untuk kanu tapi tidak separah kayak kayanya). Bahan renungan bagi para prenku di milis Serviam yang sedang berkanu kehidupan dan masih sering "kejebur ke danau".
Puas berenang, karena tugas masak saya dan Cecilia sudah selesai alias giliran kami adalah 'first dinner and breakfast', kami berkelilingan berdayung menyusuri Pen Lake sambil memompa air danau untuk dijadikan air minum. Ada beberapa cara untuk memperoleh air yang dapat diminum dari danau yang mungkin tercemari bakteri atau parasit hasil boker beaver atau gituannya binatang. Cara pertama adalah memasak sang air sampai mendidih dan ditambah 3 menit. Untuk ini JF prenku perlu menebang satu batang kayu lagi atau ogut membawa cadangan minyak lebihan. Air yang dimasak dengan kayu juga bau asap api. Cara lainnya memakai yodium atau iodine tablet, ya airnya jadi bau kimiawi. Ada juga orang yang memakai bleach atau chlorine untuk memurnikan airnya tetapi salah satu parasit yang kami segani, giardia yang dapat menyebabkan beaver fever tak mempan di-bleach. Jadi selama ini kami memilih memakai water filter yang dapat menyaring air sampai sekecil partikel 0.3 micron.
DY dan isterinya masih asyik membaca buku yang mereka bawa, fiction alias bukan Abortion Controversion :-). "What time is it Jusni?," tanyanya karena tahu tugas mereka sudah menunggu. "It is almost 6 o'clock, take your time but I will help you prepare dinner," kata ogut. Saya dan Cecilia lalu mengayuh menuju campsite kami kembali. Tak lama DY dan nyonya sudah tiba serta mulai mempersiapkan masakan malam tugas mereka. Menunya cukup menarik, carot, red and green pepper sebagai appetizer, pasta dengan saus tomat dan pepperoni sebagai entree serta rice-krispy sebagai dessert. Kompor sudah kusiapkan dan juga beberapa alat masak seperti panci besar, frying pan maupun talenan (cutting board istimewa ide Cecilia yakni place-mat untuk oleh oleh sedulurnya yang tidak jadi ia berikan sebab kurang banyak :-)). Karena mereka jarang masak buat orang banyak rupanya, apalagi 7 orang kelaparan, maka mereka konseling ke Cecile seberapa pak spaghettinya. Dua sudah cukup, kata konselor masak Anda. DY tidak yakin dan mau memasak 2.5 pak. Untung J isterinya setuju dengan Cecilia sebab di akhir makan malam kami, masih ada segepok pasta yang tidak termakan dan harus dimasukkan ke api :-(. Setiap kami makan pasta di kempingan Cak, kami selalu akan teringat "pelajaran" yang sampeyan berikan (dan kami syer juga saat itu) betapa perlunya hati-hati untuk makan kenyang kalau menunya pasta. Ya, kalau Cak Indratmo sudi mensyer kisah makan pastanya sampai ia mau menangis engga bisa :-), monggo Mas.
Tak jauh dari campsite kami, terletak suatu pulau karang kecil mungil tapi cukup untuk kami tiduran dan melihat seluruh kubah langit. Kesitulah kami pergi mendayung dalam gelap untuk melihat tontonan pagelaran Oom Han, the Perseid meteor shower yang diulangi-Nya setiap awal bulan Agustus. Langit yang cerah memang sangat memudahkan untuk dalam sekejap, begitu kami celentang untuk mulai menjerit, "WOW" ketika melihat sang meteor melintas. Frekwensi meteor sekitar satu per menit sudah lumejen dan memang bisa dikategorikan ke dalam shower. Bila Anda pernah melihat shower dengan frekwensi yang lebih sering lagi, Anda adalah orang yang terberkati :-). Sambil menunggu shower, Bu Guru Cecilia mulai menunjukkan dengan bantuan pointer flashlight yang kurang ideal, letak-letak konstelasi yang dapat kami lihat di malam itu. The Big Dipper yang merupakan bagian dari Ursa Major adalah keharusan untuk dikenal anak Kanada. Dua bintang di bagian "pancinya" menunjuk ke Polaris atau The North Star, bintang tergemerlap di konstelasi Ursa Minor. Cassiopeia, konstelasi indah berbentuk huruf W adalah salah satu obyek lainnya yang mudah dilihat. Demikian pula bintang terterang Vega di rasi Lyra di sekitar titik zenith kubah langit, jelas menterengnya. Cecilia masih dapat melihat rasi Cygnus dengan Deneb-nya, rasi Cepheus dan Draco yang juga menawan untuk diamati. Cukup sekian kuliah astronomi malam itu :-) sampai tayangan terakhir esok hari.
Ketika kami selesai mengeceng bintang di Sabtu malam itu, lalu kembali dari pulau karang menuju campsite, di daratan sudah menunggu prenku JF. Saking kecapeannya main kayak dan berenang, ia ketiduran alias engga ikut bersama kami ke sang pulau. Ia terbangunkan oleh teriakan kami setiap menitnya :-). Karena ia berminat, Jeha Outfitter memberikan servis khusus, berduaan wae kami balik ke tengah danau dan melihat pemandangan bintang dari tengah-tengah danau. Suatu hal yang juga menawan hati, kesempatan untuk mengagumi-Nya hanya entah apa yang direnungkan JF sebab ia "tak punya Oom Han". Saya hanya bisa berkata, "Amazing eh J," dan jawaban 'yes' darinya cukup buat meyakinkan ogut bahwa ia pun disayang oleh Oom Han-ku :-).
"Jusni, what time should we start tomorrow?," tanya para prenku lagi, maklum professional programmer alias ngitung mulu :-). Let me see, let me count backward. We want to be at the lunch place, a nice creek with a "massage parlour" :-) by noon. So this means we better be at the portage trail by 11 AM to allow enough time to carry all our gears to the end of the portage. It will take us about an hour to paddle from here to the trail. One hour to break camp, another hour for breakfast. So you all better wake-up at 8 AM. "J, what time do you want me to wake you up?," tanyaku ke JF yang bertugas menyiapkan breakfast di hari Minggu itu. "Well, it is easy to prepare actually. Just throw the oatmeal to the boiling water, a few minutes are what's needed," katanya. "OK then, I will wake you up at 7," kataku tetapi lalu kasihan kepadanya, saya bangunkan ia di jam 7:30 ketika beberapa dari antara kami sudah mulai kelihatan nongol juga.
Semua perhitungan menjadi kenyataan, persiapan makan pagi juga berlangsung mulus sebab memasak pakai Quaker's Oat tak mungkin gagal :-). Hanya sayangnya prenku DY terkena musibah, mens alias ia terkena diarrhea. Entah apa yang ia makan ekstra sebab kami semua oke. Memang ia sering nyamil power bar dan kemungkinan dari situlah terjadi kontaminasi ke perutnya. Menjelang jam 10 pagi semua sudah siap dan canoe sudah di-load. Sebagai orang terakhir yang meninggalkan site, saya keliling sekali dua kali sambil tak lupa mengencingi tempat itu :-). Pendayungan mudah, angin cuma sepoi-sepoi kering alias hari sudah menjadi terik. Saya dan Cecilia bersama JF mendayung di belakang DY dan isterinya, berjaga-jaga kalau-kalau ia mesti ke "belakang" di atas kanu. Perutnya memang amblas di pagi itu, kuhitung ada sekitar 5-6 kali ia harus ke 'box' atau boker, istilah ABG untuk buang air. Sesuai dengan perhitungan eks programmer Anda :-), menjelang jam 12 kami sudah ngerumpi di tepi sungai kecil tapi dengan arus cukup deras dari Pen Lake ke Rock Lake. Sungai itu berbatu-batu dan di beberapa bagian, terbentuk kolam dimana ada air deras yang mengalir dari atas menuju kolam. Dengan duduk atau celentang di pinggiran kolam itu, kita dapat menikmati panti pijit alami alias arus yang deras akan melanda bahu atau bagian tubuh mana saja yang perlu dipijit. Itulah sebabnya para peserta JOT mengirimkan ucapan terima-kasih mereka diperkenalkan dengan "steambath" yang pijitannya aduhai tetapi gratis dan tak perlu ke Bangkok :-). Mau shoulder-massage, leg-massage, ataupun body-massage, just do it yourself dan kupasangi tali untuk mereka berpegangan supaya tak terbawa arus deras.
Puas melakukan semuanya itu, kami cabut lagi berlenggang-kangkung ke ujung trail sebab semua barang sudah terangkut. DY masih cukup kuat untuk mengayuh sebab ia menolak tawaran para prennya agar ia duduk azha di kayak dan kami tarik pakai kanu. Memang ia masih muda dan kuat, mana ia mau mengecewakan isterinya yang relatif juga baru dinikahinya :-). Masih satu setengah jam kami mendayung balik dibantu hempasan angin dari buritan sebelum sampai ke Rock Lake kembali. Di tengah jalan saya dan Cecilia melihati portage trail 3 km ke Lake Louisa. Kami sudah pernah menjalaninya di musim rontok tapi tak sampai menggotong kanu. Itulah cita-cita kami berdua selama sekitar 2 bulan mendatang, mempersiapkan kaki dan lengan kami agar kami kuat untuk duaan wae melakukan canoe trip di musim rontok bulan Oktober nanti ke Lake Louisa. Bila Anda sama sintingnya seperti kami, senang mencari susah di luar rumah :-), you are welcome to join us provided you can portage a canoe too.
Begitu mendekati 'put-in' atau tempat peluncuran kanu di Rock Lake, DC berseru gembira :-) (mestinya): "Civilisation!" Baru 2 hari 2 malam ia tak berjumpa dengan 'species'-nya ia sudah kangen. Itulah gunanya kita menyepi masuk ke dalam rimba-raya, terutama bila Anda baru THP oleh ulah manusia. Kalau 2 hari masih belum cukup, cobalah 2 minggu dan kuyakin nenek-nenek peyot yang kau temukan pertama pun ingin kau pelok bila selama 2 minggu itu dikau sendirian dengan menu mie instant terus :-). Kalau tidak percaya tanya Cak Indratmo, pendaki gunung solo yang ngerumpi di milis kita ini.
DC temanku gembira kembali ke peradaban, bagiku ada sedihnya meninggalkan "kahyangan" bernama Algonquin. Anda hanya dapat memahaminya bila Anda pernah mengarungi sungai dan danaunya, menuruni lembah dan mendaki bukitnya. Kututup tayangan ini dengan apa yang ditulis salah seorang canoeist orbek Kanada, Pierre Elliott Trudeau: "May every dip of your paddle lead you toward a rediscovery of yourself, of your canoeing companions, of the wonders of nature, and the unmatched physical and spiritual rapture made possible by the humble canoe." Amin kataku. Terima kasih prens sadayana atas doa restu Anda bagi trip kami kali ini ke Pen Lake, Algonquin. Bai bai lam lekom.