Anda yang beLum pernah membaca Kisah Pasang Surut karangan Romo Kusmaryanto, sama seperti orang yang belum pernah membaca Romeo Juliet-nya Shakespeare atau Around the World in Eighty Days-nya Jules Verne atau Pygmalion-nya George Bernard Shaw. Ya seperti cerita khasanah dunia diatas, Kisah Pasang Surut Mo Kus penuh dengan adegan mengharukan, jenaka, sedih, lucu, maupun mendebarkan dan menegangkan sehingga membuat kita merenung dilanda berbagai macam perasaan sehabis membacanya. Bukan tujuanku untuk membuat kisah ini sehesbats Kisah Pasang Surutnya Mo Kus tetapi saya memang merasa bak menjadi pengantin Pasang Surut pada tanggal 10 Mei lalu. Seperti pasangan yang minta dinikahkan di dalam cerita Mo Kus tapi tidak bermodal apa-apa, demikian juga halnya kami berdua.
Sudah sejak setahun lamanya saya dan Cecilia merencanakan pergi ke Eropa, yang pasti ke Roma untuk berpelukan dengan Mo Kus, bukan minta dikawinkan. Cukup lama saya mengenal beliau, sejak kami berdua aktif menulis di milis Paroki-Net. Kutahu ia anak bae, hanya tak kuduga ia seperti malaikat. :-) Waktu itu rencananya saya akan cuti 3 bulan dari kantor untuk keliling Eropa. Namun apa daya, beberapa aral datang melintang. Balok yang paling besar datang dari comberanku. Saya belum mempunyai cukup kesaktian untuk berkata "I quit if you don't allow me to take a 3 months vacation" ketika si bos memberikan saya proyek baru belum lama ini. Singkat kata, demi menepati janji untuk "tidur di dapur" Mo Kus, yang ternyata sebesar rumahku luasnya, kami tetap pergi seminggu ke Roma. Sebelum atau menjelang tanggal keberangkatan, Mo Kus kemudian tahu bahwa kami pasti akan pergi ke kota abadi karena kami ingin merayakan HUT Pernikahan XXV kami berdua saja. Di dalam pikiran kami cukuplah untuk pada tanggal 10 Mei 2000 kami dapat berada di kota suci Roma, menghadiri Perayaan Ekaristi berdua saja sambil mengenangkan hari keramat kami 25 tahun yang lalu. Oalah, apa yang terjadi di luar rencana semuanya.
Weleh weleh pren sekalian, kami mengalami 'surprise of the century' :-). Perayaan HUT Pernikahan kami yang ke 25 seolah-olah diselenggarakan oleh-Nya lewat para malaikat-malaikat yang dikirimkan-Nya ke tengah kami. Betapa tidak. Ketika Mo Kus memberi kabar bahwa Misa pribadi di tanggal 10 Mei bagi kami berdua yang dimintainya dari bos Johanes Paulus II tak kunjung tiba surat undangannya, ia berkata bahwa ia yang akan mempersembahkan Misa Kudus itu. Tentu saja hati kami berbunga. Misa akan diadakan di kapel pribadi yang letaknya di seberang "kamar pengantin" di tingkat V. (Ya, kami tidak jadi tidur di dapur. :-)) Weleh weleh lagi pren, ternyata pada saat D-Day H-Hour Misa dipersembahkan oleh 7, baca tujuh, imam-imam anak bae. Yang lebih hebat, selain Mo Kus, mantan Romo Paroki Pasang Surut, 2 konselebran utama adalah Romo Indra, pastor Pasang Surut sebelum Mo Kus bertugas dan Romo Sutopo, pastor Pasang Surut sesudah Mo Kus "dibebas-tugaskan". Keempat Romo lainnya adalah Father Jerry, Romo bulek Inggris tukang makan sambel, Romo Mark mantan bos Paroki Cilandak, Romo Wardjito pemimpin upacara dan koor serta Romo Simon yang baru saja kukenal beberapa hari lewat Internet. :-) Masih ada kehebatan lainnya. Petugas alias koster Misa adalah Bruder Sudaryono SCJ, anak asli Pasang Surut. Memang Bruder adalah imigran, eh anak transmigran dari salah satu paroki Pasang Surut yang bekerja dan tinggal di rumah SCJ bernama Leone Dehon House di Roma. Itulah sebabnya kukatakan kami menjadi "Pengantin Pasang Surut". Bang Jeha berpakaian lebih lumayan kalau dibandingkan dengan sang pengantin si Mas P di kisahnya Mo Kus. Saya bermodal dasi yang sama yang kukenakan ketika kami berdua saling mengucapkan janji di Misa Pernikahan kami di gereja Katedral Jakarta 25 tahun lalu. Cecilia mengenakan pakaian yang jauh lebih lumayan dibanding kaos oblong sang pengantin putri dan ia bermodal bedak dan gincu. :-) Surprise berikutnya adalah ketika pada saat homilinya Mo Kus meminjamkan "peti sabunnya" alias kami berdua dipersilahkan ikut "berkotbah", tepatnya mensyer bagian pengalaman hidup kami selama 25 tahun. Kisahnya 'off the record' alias biarlah diresapi oleh mereka yang hadir pada tanggal 10 Mei 2000 itu saja. Singkatnya kisah yang kami syer merupakan suatu pengalaman iman yang sangat berharga bagi kami berdua, sama seperti kisah para Romo yang berkarya di Pasang Surut. Bukan saja lagu-lagu dalam Misa dinyanyikan dalam bahasa ibu kami sehingga membuat keadaan lebih mengharukan, juga janji ulang pernikahan sudah dibuat dan dicetak sedemikian manis dan indahnya di atas suatu kertas khusus kreasi Romo Kus.
Nah nah nah, apa yang lalu terjadi selanjutnya, kuyakin tak pernah Anda semua alami dan tak akan pernah juga. Semoga tidak ada yang iri ya. Dua orang malaikat bernama Susi dan Oom Go dibawa-Nya ke tengah kami semua. Ternyata diam-diam Mo Kus sudah memesan "catering" gratis dari Susi yang secara sendirian menyiapkan masakan yang tak terhitung jumlahnya. Kalau Anda ibu-ibu tukang masak di Toronto ini suka berbangga karena mampu menyiapkan cem-macem hidangan, tunggu sampai Anda bertemu dan melihat serta mencicipi masakan kreasi Susi. Nasi putih, nasi kuning, dua macam lauk tempe, perkedel, urap, masakan ayam, hidangan telor, dan entah apa lagi yang tak kuingat saking terkesimanya hamba. Beberapa Romo SCJ kolega si MoTe yang Anda cintai :-) yang tak sempat hadir di Misa datang juga mencium hidangan Susi yang serba wah. Oya, hampir terlupa mek, ruangan resepsinya adalah gazebo atau cupola di tingkat teratas dari Dehon House itu. Dari atas cupola kita semua dapat melihat kubah gereja Santo Petrus di Vatican yang letaknya tak begitu jauh. Tidak berapa lama kemudian datang lagi dua orang Romo super-sibuk. Yang satu adalah sahabatku, rekan berdiskusi di Paroki-Net di jaman jahiliahnya :-), yakni ketika orang masih senang saling mengembat lewat email :-). Benar, Romo Martino Sardi bapak propesor kita di Roma, datang dengan dessert es krim Itali yang wuih-wuih-wuih enaknya. Bukan itu saja. Kepada prennya, penulis Anda yang disayangnya ini, Mo Martino juga mempersembahkan hadiah-hadiah HUT Pernikahan, a.l. anggur yang konon sebentar lagi akan mencapai 25 tahun juga usianya :-). Sudah? Belum selesai! Romo Kus kemudian mempersembahkan piagam berupa bukti telah diadakannya Misa luar biasa di Dehon House tersebut dimana Bang Jeha dan Mpok Cecile sudah mengucapkan janji ulang pernikahan. ditanda-tangani oleh ketujuh imam selebran.
Weleh weleh bagian terakhir. Ujug-ujug datang lagi satu sahabat beta kawan lamaku yaang sedang bersekolah di Roma, Romo Kunarwoko. Bila Anda belum kenal dengan beliau, di dalam dunia Internet Romo Kun terkenal sebagai seorang filsuf dengan filsafat "bolong songo" atau sembilan lubangnya. :-) Meski ia seorang sibuk, tinggal bertahun-tahun di kota abadi tampangnya masih tetap 'enom' alias muda belia. Gaya filsufnya juga masih sama :-). Mo Kus ternyata gilak sekhalei "gerilya"-nya. Semua orang yang mengenal hamba di Roma, diundangnya datang ke pesta termasuk pak 'acting' Dubes RI. Pak S yang di telepon mengaku penggemar tulisan Bang Jeha mengucapkan maaf tak bisa datang. Setelah beliau mengucapkan selamat lewat cellphone-nya Romo Martino yang sugih dan mempunyai HaPe :-), pak S meminta saya sering-sering menulis lagi di Paroki-Net :-). Bukan main, bukan saja dari waktu ke waktu ada yang nelangsa tidak bisa membaca lagi tulisan hamba, sampaipun di Roma daku masih dikejar dunia :-), Tidak kuat dilanda emosi di malam hari itu, Bang Jeha yang biasanya kuat karena sering berolah-raga dan tidak pernah jatuh sakit sejak patah tulang selangkanya, ambruk keesokan harinya. Saya menjadi batuk-batuk karena kesengsem jadi pengantin di Roma dan dipestakan secara luar biasa. Akhirnya kami membatalkan perjalanan "hari madu" kami ke Venezia dan melewatkaan hari-hari terakhir kami di Roma. Karena batal ke Venice itu, kami atau tepatnya Cecilia sempat mengunjungi Gereja Santa Caecilia, dimana ia sekali lagi diberi hadiah istimewa oleh-Nya. Apa itu? Tanya sendiri kepadanya.
Seperti Mas P pengantin asli Pasang Surut yang meminta untuk dinikahkan oleh Mo Kus, kami berdua juga telah "dinikahkan" kembali oleh tiga Romo Pasang Surut, lengkap dengan upacara rohani dan duniawinya. Tiada akan cukup kata dan ucapan terima kasih yang dapat kami sampaikan kepada para "malaikat Roma" yang telah memungkinkan kami menjadi pengantin di tanggal 10 Mei itu. Hanya disamping janji pernikahan kami, kami akan senantiasa mengingat dan mengenang Anda semua di dalam doa-doa kami. Semoga kaul Anda, baik sebagai rohaniwan maupun sebagai awam, semoga pilihan hidup Anda, senantiasa diberkati dan diberi rahmat-Nya dari waktu ke waktu. Thank you my dear friends in Rome, God Bless all of you.
Toronto, 15 Mei 2000