Pengalaman Imigran Toronto V

(Lain Padang Lain Belalang)
Di PIT IV yang lalu saya sudah bercerita mengenai awal kehidupan saya dan keluarga di Toronto maupun sedikit informasi mengenai kota ini. Memang saya pernah mengunjunginya sebelum pindah tetapi tentu kunjungan 3 minggu itu tidak cukup untuk mengenalnya secara baik. Yang lebih penting, tidak ada interaksi dengan penduduk luas, hanya dengan kolega saya di IBM Canada. Selama setahun pertama kami tinggal di apartment di kota North York yang letaknya hanya 5 menit bermobil ke kantor saya di IBM Lab. Sengaja saya memilih tinggal dekat "rumah" supaya kalau Cecilia membutuhkan bantuan atau mengalami persoalan, dengan cepat saya dapat pulang. Kecuali berkenalan dengan superintendent yang judes orangnya, suami maupun isteri, kami tidak mempunyai teman di apartment itu. Lagipula memang orang disini hidup "elu elu gua gua" alias tidak banyak memusingi tetangganya bila tinggal di apartment. Saya bandingkan dengan tetangga saya waktu terakhir kami tinggal di Jakarta, yakni di Kayu Putih Utara. Cecilia dan anak-anak santai-santai saja bertandang baik ke tetangga di kiri maupun di kanan. Demikian juga mereka terhadap kami. Kebiasaan tetangga di Indonesia untuk "minjam" gula, garam, minyak, cuka, dsb., tidak lazim dilakukan di Toronto. Malah karena anak-anak masih mungil-mungil waktu itu, terutama Toby yang masih bayi, ia suka "dipinjam" untuk diajak bermain :-). Meminjamkan anak atau bayi seperti itu di Toronto atau kota besar lainnya di Amerika Utara, berarti kita tidak "waras" karena risikonya besar. Itulah salah satu hal yang kami kehilangan, yakni keakraban dan keramahan tetangga-tetangga.

Tinggal di apartment, bagi Anda yang belum pernah mengalaminya, terkadang rasanya seperti "terkekang di kandang", hidup dibatasi "4 tembok". Juga kita tidak leluasa atau dapat ribut seenaknya, misal bila anak-anak berlari-larian atau loncat-loncat, ada kemungkinan tetangga di lantai sebelah bawah akan menegur atau marah. Ketidak-enakan yang lainnya adalah bila berbelanja atau anak-anak tertidur, kami harus menggotong mereka dari garasi mobil yang letaknya di basement sampai ke lantai di tingkat kami. Yang paling kami tidak senangi tinggal di apartment adalah 'false alarm' atau bunyi bel kebakaran yang setiap saat dapat berbunyi terutama di apartment yang brengsek (ulah anak jail atau kurang ajar atau memang kerusakan teknis). Di tahun kedua karena lalu tidak terlalu kerasan tinggal di apartment dan terutama agar supaya anak-anak mempunyai 'space' untuk berkembang, kami pindah ke suatu rumah kecil yang disebut town house atau rumah petak. Hubungan dengan tetangga lebih akrab dari pada di apartment tetapi tetap tidak bisa dibandingkan keakrabannya dengan di Indonesia. Tetangga sebelah kanan kami suami isteri Yahudi dari Belanda dan "kenal" Indonesia (kakak sang suami pernah tinggal di Bandung). Jadi mereka cukup akrab dan sedikit-sedikit saya bisa berkomunikasi dalam bahasa Belanda serta mereka juga tahu sambal, kerupuk, dan nasi goreng :-). Sekali dua kali terutama kalau musim panas mereka kami undang makan sate dan lontong atau hidangan Indonesia lainnya. Memang mereka lebih ramah dibandingkan dengan tetangga sebelah kiri karena yang satu ini mempunyai persoalan. Hehehe, jadi "nyeritain tetangga" :-). Tetangga sebelah kiri, isterinya lahir di Yugoslavia (yang masih satu negara waktu itu) dan suaminya orang Yunani. Menyingkat cerita, kami mewakili angka statistik di Canada yakni dari tiga pernikahan, satu bercerai. Yah, dari 3 rumah-tangga di atas, 1 bubaran. Oleh karena "canoe mereka dilanda ombak besar" terus (baca: sering berkelahi), akibatnya ya itu, saya dan Cecilia menjadi tidak akrab, malah suatu kali kami berkelahi dengan sang isteri yang hidupnya 'under stress', gara-gara Toby berkelahi dengan anaknya.

(Berenang-renang ke hulu)
Ya, itulah kata atau kalimat yang sering saya katakan ke Cecilia kalau melihat ulah kedua anak kami di dalam pelajaran atau sekolahnya. Seperti Anda ketahui, salah satu sebab utama pindahnya kami ke Toronto adalah agar mereka mendapat kesempatan yang jauh lebih besar dan nyaman dibandingkan dengan saudara-saudara sepupunya di Indonesia. Apa yang lalu terjadi, anak anak kami, terutama Alfa yang sulung, santai sekali belajarnya. Waktu masih SD "lumayan" dan sempat kami melihat rapor yang bagus-bagus nilainya. Sebetulnya kalau ia mau berusaha, ia cukup pandai. Sebelum kami pindah ke Toronto, sekitar 4 tahun umurnya, ia sudah bisa membaca majalah Bobo. Karena memang belum bersekolah, apa yang dibacanya adalah pola-pola kata yang dipelajarinya karena saya dan Cecilia rajin membacakan buku maupun majalah kepadanya sejak ia dapat melihat. Daya khayal atau imaginasinya bukan main. Waktu baru pindah, ia mampu bercerita kepada oma dan opanya di kaset (yang kami kirimkan rekamannya ke Jakarta) berjam-jam tanpa kehabisan bahan cerita. Waktu ia sudah masuk 'high school', yakni mulai grade 9 di propinsi Ontario ini, semakin santai saja belajarnya. Itulah sumber konflik kami, terutama saya dengan dia. Salibku. Baru lama kelamaan, sedikit demi sedikit, saya dapat "berdamai" dengan diri saya sendiri bahwa belajar bukanlah tanggung jawab saya atau saya tidak dapat memaksakan apa yang saya kehendaki, melainkan 'to let it go' istilahnya. Di Ontario anak yang ingin masuk ke universitas harus menempuh atau mengambil sebanyak 6 kredit tambahan bernama OAC (Ontario Academic Credit) atau dengan perkataan lain mereka harus sekolah sampai grade 13. Di seluruh propinsi yang lain kurikulum cukup dibuat selesai dalam 12 tahun bersekolah meski anak hendak ke universitas. Aneh kan? Kesalahan ini akan diperbaiki atau mulai kurikulum tahun 1998 nanti, 'high school' di propinsi Ontario akan diseragamkan cukup sampai grade 12 termasuk bagi mereka yang akan ke universitas. Itulah salah satu faktor yang menurut saya membuat anak-anak sekolah di propinsi ini "santai". Buktinya cukup banyak dan di dalam angka-angka statistik perbandingan hasil belajar, anak-anak propinsi Ontario umumnya ada di kelompok bawah dan terkadang terendah. Toby, anak kami yang bungsu tidak berbeda jauh semangat belajarnya dibanding kakaknya. Santai. Kalau Alfa di hari ujian atau ulangan baru belajar, Toby katakanlah sehari sebelumnya. Itulah pengalaman keluarga kami di dalam hidup di Canada ini. Apa yang kami cita-citakan pada awalnya, agar anak-anak memanfaatkan semua fasilitas negeri yang baru ini, tidak terjadi atau melenceng. Yah, cuma satu saja harapan saya, agar mereka tidak perlu "berakit-rakit ke tepian".

(Tempat jin buang mertua :-))
Masih banyak salib-salib lainnya yang kami alami selain kegiatan sekolah anak-anak. Yang terakhir saya ingin ceritakan adalah "seninya hidup di dalam freezer". Waktu pertama kali mengalami musim dingin dan pertama kali mengendarai mobil di atas salju, saya berkata di dalam hati, "Wah ini sama asyiknya seperti bermobil di lumpur Pangumbahan." Bagi Anda yang tidak mengikuti tayangan saya yang lalu-lalu, itu adalah nama pantai di selatan Jawa Barat, dekat Ujung Genteng, tempat penyu bertelur. Waktu saya masih tinggal di Jakarta dan suka ke Pangumbahan, sering mobil kami harus "bermain lumpur" karena jalanannya belum beraspal. Nah, memang lalu saya "dikumbah" (bahasa Sunda, dicuci) hidup di negeri 4 musim dimana musim dinginnya tidak main-main. Artinya lagi, kalau sedang bermobil di jalanan bersalju dan licin yang terkadang seperti 'skating rink', kalau sedang menunggu bis di bawah suhu -20C dan angin cukup kencang, kalau sedang membersihkan halaman rumah dari salju (snow shovelling) yang terkadang 1-2 jam lamanya, saya merasa "dicuci". "It is part of the deal," kata CS Lewis, salah satu pengarang favorit saya. Kalau tidak pernah mengalami susahnya musim dingin, bagaimana lalu kita bisa menghargai nyamannya musim panas :-). Memang tahun-tahun pertama mengalami musim dingin, cukup menyengsarakan, tetapi 'alah bisa karena biasa', lama kelamaan kami terbiasa juga. Memang dinginnya sih tetap sama, tetapi kami tahu bilamana harus berpakaian berlapisan dan bilamana harus naik bis saja dan jangan coba-coba mengendarai mobil. Juga seperti pernah saya katakan, bermain olahraga musim dingin seperti ice-skating dan main toboggan (kereta luncur) bersama anak-anak, membuat musim dingin suatu musim yang 'not too bad'. Kalau salju baru selesai turun dan jalanan dan taman tertutup olehnya, berjalan di atas salju putih segar itu merupakan suatu pengalaman retret istimewa. Itulah yang saya dan Cecilia sering lakukan di tahun-tahun terakhir ini karena kami mempunyai seekor anjing jenis beagle yang senangnya bukan main (anjing mana yang tidak senang diajak jalan) kalau kami berjalan dengan dia di taman dekat rumah kami. "Howl howl", (beagle tidak menggonggong), katanya mengingatkan saya agar berhenti menulis dan jalan bersamanya :-). Sampai berjumpa di tayangan PIT berikutnya, salam dari Toronto.

Home Next Previous