Algonquin Rain Lake

Rencana kemping kami, saya dan Cecilia, yang akan datang sebenarnya masih lama, di akhir pekan tanggal 24 Juli. Tetapi seorang temanku di kantor "manas-manasin" hati Bang Jeha dengan berkata, "What are you going to do from Thursday onward?" Ya, hari Kamis tanggal 1 Juli kemarin dulu adalah "hari proklamasi kemerdekaan" Kanada atau Canada Day dan Jum'atnya, kantorku yang 'baik hati' memberikan liburan tambahan bagi para pegawainya agar dapat menikmati liburan 4 hari, 'extra long week-end' istilahnya. Jadi karena memang benar "berdosa" bila libur 4 hari tidak dipakai kemping, maka daku sudah bersepakat dengan Cecilia untuk "kabur" dari Toronto meninggalkan enyaknya alias mertuaku :-). Akan halnya anak-anak, mereka lebih senang kami berdua pergi kemping sebab mereka hidup bebas merdeka bila ortu tidak di rumah :-), yang penting ada gambar ratu Elizabeth a la kadarnya sebagai sangu.

Namun, beberapa hari mengamati ramalan cuaca, kog tidak ada satupun kota di propinsi Ontario ini yang tidak diramalkan akan hujan di hari Kamis itu. Satu-satunya yang berkemungkinan cerah hanya kota bernama North Bay, kota kelahiran perdana menteri Ontario, Mike Harris dan kalau Anda tidak kenal doi mungkin pernah mendengar Dionne Quintuplet dari Kanada yang lahir disana. Cagar yang terdekat ke North Bay tidak salah lagi adalah salah satu kahyangan di dunia bernama Algonquin Provincial Park. Ada 4 'access point' atau tempat dimana kami dapat mulai/masuk berkanu ke cagar Algonquin di sisi baratnya, sedikit di selatan North Bay. Titik akses ini bernomor; satu dari yang paling utara, sampai ke nomor empat yang paling selatan atau lebih dekat ke Toronto. Jadi kataku ke Cecilia, "Yang, kebetulan kita tidak pernah masuk lewat 'access point' dari arah barat ini. Dari utara, timur dan selatan udah pernah, sekalian deh, siapa tahu cakep." Tentu si bos yang kalau urusan kemping tidak berkeberatan jadi 'pegawai' menyetujui saja rencanaku ini.

Kupelajari peta Algonquin untuk keempat titik akses itu, mana yang lebih asoi mendayungnya bila kami mempunyai pilihan. Titik akses pertama atau nomor satu, selain jaraknya terjauh dari Toronto, sekitar 350 km, menuju ke danau cukup besar bernama North Tea Lake. Kami tidak begitu suka mendayung di danau besar sebab saingannya adalah 'motor boat' :-(. Lagipula, bila cuaca buruk, berkanu di danau besar berduaan saja, mengandung risiko yang lebih besar. Titik akses nomor dua, 'not too bad' kata anak sini, dayungannya mudah, langsung menuju ke beberapa campsite di Tim Lake dan keesokannya kami dapat pindah melalui Tim River ke danau lain bernama Rosebary Lake atau Longbow Lake, danau senama dengan alamat rumah kami :-). Titik akses nomor tiga akan menarik sekali karena disinilah muara salah satu sungai terkenal di Kanada, Petawawa River yang di daerah hulunya berupa sungai arung jeram. Titik akses keempat bernama Rain Lake dan pendayungan juga relatif mudah, beberapa kilometer kami akan sampai di campsite.

Berangkat ceritanya kami berdua di hari Kamis pagi itu mengadu nasib, sebab ternyata selama 3 hari sebelumnya, Algonquin tidak menerima pemesanan tempat. "You just take your chance," kata si noni di telepon ketika kami menelepon 1-888-ONT-PARK. Dua ratus lima puluh kilometer kemudian, kami berdua berdiri di depan 'kaca ajaib' atau displei komputer si noni petugas cagar Algonquin di suatu kota kecil bernama Kearney, yang letaknya masih beberapa puluh kilometer dari keempat titik akses itu. Ya, itulah kantor untuk mendaftar bila ingin masuk dari arah barat, menghemat waktu beberapa puluh kilometer daripada ke kantor di 'west gate'-nya Algonquin di Highway 60.

"Which sites or access points are still open?," tanyaku. "I am afraid not too many, only access point 4," jawabnya mencemaskan hatiku. "Also, you can't go for tonight, it's only open for the Friday evening. You can camp on Rain Lake campground tonight and go to the interior tomorrow," lanjutnya. "Is that our only choice?," tanyaku lagi. "Let me see ... you could go tonight if you are willing to portage 1800 meter or so, to McCraney Lake. Nice fishing up there," katanya berfirasat isteriku senang memancing :-). "How tough is the 1.8 km portage?," tanyaku ragu. "Not too bad, straight trail," katanya. Nah,nekadlah kami berdua, masuk ke interior siang hari itu juga dan bersiap-siap menjalani portage atau menggendong kanu hampir 2 km. Kuingat pertanyaan renungan T. temanku kemping ke Algonquin Kioshkokwi Lake (titik akses 29) sebelum kami menempuh portage 1700 meter yang memang cukup "maut" :-). 'Not too bad'-nya si noni memang oke sih, asalkan Anda tidak berkeberatan digigiti nyamuk, yang kuhitung kemarin di daerah kepalaku saja, ada sekitar 30-40 bentol :-).

Akan kuceritakan lebih rinci nanti mengapa kepalaku sampai "dimahkotai" 30 lebih bentol ciuman nyamuk. Hampir jam 12 siang ketika kami tiba di 'put in' atau tempat peluncuran kanu titik akses nomor empat Algonquin Park, Rain Lake setelah ngebut dari Kearney ke Rain Lake sepanjang 24 km. Jalanannya tidak beraspal atau disebut jalanan 'gravel', hanya diberikan kerikil-kerikil. Sebetulnya saya tidak bermaksud ngebut tetapi satu mobil di belakangku dengan 2 buah kanu di atapnya, "memaksaku". Kuperhatikan angka di speedometerku ketika mobil itu menguntitiku. Sekitar 70 km-an mereka masih terus mengintil. Kulambatkan mobilku untuk mempersilahkan mereka lewat tetapi karena kecilnya jalanan, mereka tidak berani mengambil risiko mendahuluiku. Ya terserah, bisa sih kuminggir sekali ke sisi kanan tetapi akibatnya akan makan debu dari mobil mereka. Jadi kutancap gas dan melajulah daku dengan kecepatan 80 km di atas jalanan kerikil itu. Kewaspadaan untuk menghadapi tikungan-tikungan dan ilmu mengendaraiku terpaksa "kukeluarkan" karena di beberapa tempat jalanan cukup licin alias sang mobil berjoget ria. Asyik juga diudak-udak orang seperti itu :-). Akhirnya kami sampai berbarengan ke 'put in' dan kulihat supirnya yang masih muda belia namun cukup oke kemahiran mengemudinya.

Ada 2 pilihan bagi kami, makan siang dahulu sebelum berangkat atau di tengah jalan. Hujan rintik-rintik yang mulai turun serta pernyataan Cecilia bahwa ia belum lapar, membuat kami mengambil keputusan untuk berangkat. "Rain on Rain Lake, what do you expect," kataku ke diri sendiri, anggaplah ucapan selamat datang dari Doi ke "taman hiburannya" :-). Sambil mendayung berdua, sambil daku mengamati peta dan memperhatikan keadaan 'put in' untuk nanti memudahkan bila kembali. Tidak berapa lama mendayung kulihat tanda 'campsite' berupa suatu segitiga berwarna merah di sisi kiri. Kuperhatikan petaku dan kalau dicocokkan dengan situasi peta, berarti kami sudah melewati 'portage trail' di sebelah kanan. "Lho,tidak ada kog kemungkinan jalanan portage itu," kataku ke Cecilia. Penasaran, kami berbalik arah dan memperhatikan lagi, kalau-kalau kami kelewatan. Tentu tidak dan kesimpulan adalah, peta kami sudah kuno (tahun 1996) dan memang keterkinian (up-to-date-nya) peta terkadang hal yang penting.

Melaju mendayung lagi kami untuk menempuh jarak sekitar 2 km ke arah portage. Di daerah dekat portage, di suatu teluk kecil, kami berhenti sebentar mengamati seekor bebek kecil (bukan Canada geese) dengan beberapa pitiknya sebesar jempol. Eh, terlihat tanda campsite lagi dan ternyata itulah salah satu campsite dari 'backpacking trail' terpanjang di Algonquin yang bernama 'Western Uplands Backpacking Trail' yang kalau dijumlahkan melebihi 100 km. Sedikit melewati teluk dan tanda portage terlihat di sisi kanan kami. Setelah mengangkat semua barang ke darat termasuk kanu, Cecilia yang "bertugas" menyiapkan makan siang bagi 'rombongan' kali ini :-), menghidangkan 'pita' atau roti jaman Yesus bersama daging dan sedikit sayur-sayuran. Tidak banyak nyamuk di ujung portage sebelah awal ini sehingga saya tidak menyemprotkan 'deet' atau cairan penangkal nyamuk terlalu banyak, tidak sama sekali ke bagian muka atau kepala, kesalahan 'fatal' :-). Salah satu ilmu kempingan berkata, 'there will be lots of mosquitoes when it rains'. Karena kupikir sudah bulan Juli dan demi menghemat jumlah yang dibawa, ada 10 kali aku disalahkan si bos karena baju anti nyamuk kami atau 'bug jacket' kutinggal. Cecilia yang akan memulai menggotong si kanu dan daku membawa 'canoe pack' yang beratnya masih aujubilah sehingga suatu test seberapa kuatnya otot punggungku. Setelah berjalan di trail P1810, bala tentara nyamuk baru kelihatan muncul dan bahu serta kakiku mulai disatroni. Tidak lama, kulihat Cecilia sudah berhenti mengaso dan kanu ia sampirkan ke suatu pohon. Oke lach yauw. Kami beristirahat berdua dengan jalan lenggang kangkung kembali ke awal portage untuk mengangkut sisa barang, satu ransel pakaian, satu ransel berisi cem-macem barang yang kami perlukan secara cepat atau berisi barang penting seperti rosario :-) yang kami sebut 'day pack' dan satu lagi 'cooler pack' berisi makanan yang kami bawa. Ya, inilah cara estafet yang dipakai orang dalam berkanu-kemping. Angkut barang, lelah, tinggalkan dan jalan lenggang ke tempat barang yang lainnya, angkut lagi sampai lebih jauh dari letak barang yang ditinggalkan pertama, lelah, tinggalkan dan kembali jalan lenggang ke barang lainnya. Dengan cara itu, portage trail sepanjang 1800 meter dapat kami tempuh berdua di dalam waktu sekitar 1.5 jam. 'Not too bad' untuk anak-anak semuda kami berdua ya :-).

Nah, karena kasihan melihat Cecilia digigiti nyamuk sepanjang portaging dari awal itu, saya menggantikan doi padahal sama sekali tidak memakai 'deet' di bagian tubuh atas. Amblaslah daku dikerubuti puluhan ratusan nyamuk dan tidak berdaya untuk menghalau mereka. Panasnya tubuh pada saat portaging, sama saja rupanya seperti bunyi sirene ke seluruh cagar alam yang berisi pengumuman "Halo halo pren para nyamuk, ada santapan enak nih yang sedang lewat." Ketika sudah berjalan cukup lama dan tak tahan lagi menjadi santapan ratusan nyamuk, melihat suatu palang kayu di antara dua pohon yang memang dibuat petugas cagar alam untuk tempat istirahat kami, saya menaruh sang kanu dan kembali ke arah awal portage trail. Disitulah daku meratapi nasib :-) menghitung jumlah gigitan nyamuk di sekujur tubuhku termasuk yang ditembusi lewat baju oleh nyamuk yang sudah dipanggil oleh "pengeras suara" halo-halo itu :-). Untunglah Cecilia juga seprofesi alias tidak berkeberatan menjadi kuli penggotong kanu dan ia yang meneruskan sisa sepertiga trail tersebut.

Hujan rintik-rintik yang turun hampir tak pernah berhenti. Belakangan Cecilia baru mengaku mengapa kami dilanda hujan terus menerus. Sebelum berangkat kemping, seorang sahabat kami sudah menasihati atau memberitahukan bahwa cuaca akan buruk atau hujan akan turun. "I don't mind," jawabnya sok jago :-). Pendayungan awal di Little Mc Craney Lake memang membuat kami sadar mengapa, konon, danau ini banyak ikannya. Berbagai jenis burung tampak dimana-mana dan dasar dari danau juga berupa lumpur, tidak seperti di Killarney yang berbatu cadas. Tak sempat memancing tentunya sebab kami ingin tiba lebih awal di sebuah pulau sejauh sekitar 6 km dari portage trail karena ada 2 campsite disitu. Dari jauh sudah kulihat tanda campsite yang pertama di pulau itu tapi ja'ul :-), sudah ada warna biru di sebelah kanannya. Ya, suatu tenda tak lama lagi kelihatan sudah terpasang disitu. Kami memutari pulau menuju ujung yang satunya. "Sia'el, kog udah ada kursi (lawn chair)," kataku kecewa. "Coba kita tanya ke campsite yang satunya," kataku lagi ke Cecilia. "Hi folks, is that lawn chair over there on the other campsite yours?," kataku kepada tiga anak yang sedang kemping disitu. "No, it's not, we just arrived," kata salah seorang. "Did you possibly see other canoeist before who may have put the chair as reservation sign?," tanyaku lagi. Mereka menggeleng dan kami memutuskan kembali kesana, mendarat dan mengambil risiko "berkelahi" :-). Nah, ketika kami mendarat dan memeriksa, ternyata sang kursi sudah reyot, tua dan bejat, jelas ditinggalkan orang sudah lama sekali. Melihat keadaan campsite itu, kemungkinan kamilah yang pertama kemping di awal musim panas ini karena jauhnya McCraney Lake dari mana-mana. Memang hanya 3 rombongan yang kemping di danau itu selama kami disana, padahal ada 10 sites di danau sepanjang sekitar 8 km dengan lebar maksimum 2 km.

Karena berfirasat hujan akan turun, terpal plastik kecil yang biasanya kami pakai untuk alas tenda, kami jadikan 'shelter' atau naungan. Selesai mempunyai tempat bernaung, kami mulai menyiapkan hidangan malam meski baru sekitar jam 5 sore. Cecilia mendapat penemuan baru, menanak nasi dengan kompor minyak yang belum lama kami beli ini. Biasanya, pada saat beras sudah menjadi aron dan air sudah kering, nasi aron itu kami liwet di atas api yang sekecil-kecil mungkin yang hanya bisa kami lakukan dengan kompor gas. Tetapi isteriku yang memang suka jenius :-), menemukan suatu piringan bekas dari salah satu perabot dapurnya, yang cocok atau pas sekali untuk dijadikan alas karena berlubang-lubang. Piring aluminium itu ia taruh di atas api kompor dan barulah panci ia taruh di atasnya. Api dikecilkan sebisanya dan memang 20 menit kemudian, wangi nasi matang yang tidak berbau gosong atau sama sekali tidak ada keraknya dihasilkan oleh penemuan barunya ini :-). Piring itu belakangan kami pakai juga untuk memanaskan roti 'pita' yang kami taruh di atasnya. Perfekto.

Nah, selesai makan malam berupa hidangan so'un tempe dan nasi baru matang, hujan mulai turun lagi. Tambah lama tambah deras dan gila, seperti dituang- tuang oleh raksasa dan raksesi dari langit dengan ember mereka. Disitulah kami duduk berpangkuan bergantian, di atas si lawn-chair reyot namun masih berfungsi, yang menjadi teman setiaku selama kemping kali ini :-). Tempat yang kami pilih untuk dinaungi sungguh strategis sebab air lewat atau turun dari mana-mana seperti sungai kecil, namun saung kami tetap kering. Mujizat ya :-). Sayang "mujizat" yang kami mohonkan setelah berjam-jam hujan deras seperti itu lewat doa rosario, tidak diberikan-Nya :-). Namun, sekitar jam 9 malam hujan dihentikan-Nya sebentar sekitar 5-10 menit agar kami sempat memasang tenda. Tenda selesai dipasang, pakaian kering selesai kami masukkan ke dalam tenda, termasuk kantong tidur (sleeping bag) dan Thermarest kami, hujan turun lagi seperti dituang-tuang kembali dan kali ini diiringi angin yang menderu-deru. Bunyi shelter kami diombang-ambingkan angin, geleger- geleger terdengar terus menerus. Sejam seperti itu, ketika hujan tidak begitu deras, kukeluar untuk menurunkan terpal plastik itu dan menaruhnya di atas canoe pack dan kedua ransel kami yang lainnya.

Tidurlah kami ceritanya di dalam keadaan seperti itu, tak pernah seumur hidup mengalami kemping di interior dengan hujan lebat sedemikian yang tidak berhenti sampai keesokan paginya dan sepanjang pagi. Mengambil risiko tidak akan ada beruang sinting yang mau berenang ke pulau untuk mencicipi makanan kami atau diri kami berdua yang sudah alot :-), saya tidak membuat tali untuk mengerek makanan ke atas dahan pohon. Life is a risk anyway :-). Ketika saya selesai menikmati hidangan pagiku berupa Indomie goreng dan Indocafe 'coffee mix' guna membantu memulihkan perekonomian Indonesia :-), Cecilia bangun. Hidangan yang sama kusiapkan untuk doi dan kami berdialog sedikit apakah mau pulang saja. :-) Di dalam beberapa detik, kami memutuskan untuk tetap tinggal meskipun katakan sehari lagi kami akan tetap "menderita" :-). Ternyata, keesokan harinya baru kami ketahui bahwa kelompok tiga anak di campsite yang satu lagi memutuskan untuk "pulang kampung", kapok rupanya dihujani sehari semalaman. "What a sucking experience it would be," kataku ke Cecilia. Yang terjadi adalah kenangan buruk, lebih baik kenangan buruk sekali, 2 hari 2 malam hujan tak berhenti-henti daripada pulang kapok di pagi itu. :-)

Ketabahan atau "iman" kami rupanya didengar Doi sebab mulai siang hari, awan yang mendung terus mulai bergeser perlahan-lahan, sedikit demi sedikit, dimulai dari saat-saat matahari bercumbu di belakang awan, bermain petak umpet, sesekali nongol dan kemudian menghilang. Akhirnya, menjelang sore, setelah Cecilia dua kali ke tengah danau untuk berusaha mujur dua kali, mendapat ikan dan kemping di udara cerah, matahari terus bersinar dan langit sama sekali tidak berawan. Memang Ibu Kartini benar :-), 'habis gelap terbitlah terang', setelah hujan pasti matahari akan kembali. Kesempatan itu kupakai untuk mencari kayu ke dalam hutan agar kami tidak "rugi" terlalu banyak di kempingan kali ini, tidak membakar kayu gratis atau membuat api unggun. Wadow susahnya membuat api unggun. Satu rombongan kemping lainnya di seberang pulau, kami amati tidak berhasil menyalakan kayu atau membuat api unggun karena semuanya serba basah. Dengan modal ranting-ranting seabrekan, kesabaran yang tiada batas, akhirnya api unggun kami mantep bernyala sampai jam 11 malam ketika kami hendak masuk ke peraduan alias tenda hesbats kami yang sudah ditest dan lulus gemilang alias tidak bocor sama sekali :-). Sambil menikmati api unggun, di bawah naungan bilyunan bintang di langit yang cerah, banyak hal-hal yang kulamuni tentunya. Karena judul tayangan ini bukan 'Lamunan Api Unggun' :-) baiklah lamunan itu kusimpan sendiri. Hanya satu hal yang membawa pesan bagi kami di malam itu, 'persistent pays'. Lewat ketabahan dan usahalah, manusia dapat berkesempatan menikmati hidup lagi. Sesudah semua godaan dan cobaan dan kesukaran dilalui, barulah kita mungkin untuk merasakan keindahan kasih-Nya. Akhir kata, kubagikan kata mutiara anak Kanada bagi Anda, 'there is a rainbow at the end of rain on Rain Lake :-). Semoga, salam dari Toronto, terutama kepada semua pencinta kemping dan naturalis di Paroki-Net.

4 Juli 1999
Home