Lamunan Bersepeda Ke 105

Menurut "ramalan Joyoboyo Y2K" alias peramal berkomputer, musim panas kali ini akan panas dan basah, hot and wet. Tapi entah kapan akan tibanya hari- hari yang panas sebab sudah di awal Juni, tetap saja temperatur di pagi hari masih single digit. Jadi sayang kepada paha dan betisku, pagi ini saya bersepeda bercelana panjang. Ketika mendekati tikungan di Don Mills Road seorang temanku konselor tulen di suatu biro konseling, sedang menunggu bis. "Hi J," jeritku dari agak jauh supaya ia mengenaliku. Maklum kepala berhelm, telinga berselendang alias kututupi dengan 'ear cover' khusus untuk bersepeda, mungkin ia tidak mengenaliku. Namun dengan cepat ia menyapa balik. J selain anak bae, cukup banyak pahalanya di dalam hidupku. Ialah yang memperkenalkanku kepada paguyuban Parent Support Group ketika anak sulungku hampir menjadi si "anak yang hilang". Berkat doa-doa J dan Anda semua, esok hari saya dan Cecilia akan hadir di upacara pemberian ijazah bagi lulusan Ryerson Poly U. Setelah bersekolah hampir 20 tahun akhirnya ia lulus juga. Itulah yang mulai kulamunkan di pagi ini sambil bersepeda di hari yang agak mendung. Kalau kehidupan bisa diulang lagi, amit-amit memang mempunyai anak yang bergajul. Tetapi 'come to think of it', anak yang awur-awuran dapat membuat kita, si ortu, menjadi manusia yang lebih oke. Tentu kalau kita tidak keburu sinting karena menjadi THP kelas berat. Kita dipicu atau harus belajar lebih keras untuk menjadi ortu yang 'above average'. Kita akan lebih mengerti dinamikanya kehidupan rutang dan semoga akibatnya lebih merasa compassionate kepada para ortu yang hidupnya terpuruk karena pilihan buruk anak mereka. Itulah sebabnya sampai hari ini saya masih tetap aktif mendampingi ortu di paguyuban Parent Support Group tersebut. Semoga tidak ada satupun di antara Anda butuh masuk.

Ja'ul, kataku dalam hati. Kemarin kupenuhi sepenuh-penuhnya tangki bensinku karena harga bensin, "cuma" 72.5 sen. Soalnya kubandingkan dengan sekitar 80 sen ketika daku baru balik dari tetirah di Amrik 2 mingguan. Kan murah sekali. Eh eh eh, pagi ini 71.5 sen dan sorenya 70 sen, siael. Itulah begonya harga bensin yang turun naik, lebih sering kita merasa menjadi 'loser' kalau terpaksa harus membeli bensin ketika harganya sedang melonjak. Demikian pula, bila harga masih turun dibandingkan ketika kita mengisi setangki, kita merasa 'pissed-off' lagi, You can never win :-). Yang asyik memang beli bensin di Melayu, sama terus. Yang perlu diperhatikan cuma, dimana kita mampir untuk mengisi bensin tsb. Apakah di daerah yang rawan dan penuh preman atau di kawasan yang aman. Hmmm, memang ada pilihan, mau "dirampok" tukang bensin a la Kanada, atau ditodong di pompa Pertamina. :-) Tiada yang aman memang hidup di dunia. Melamunkan bensin, saya jadi ingat kemarin ketika membaca majalah Maclean di ruang tunggu Lab MDS. Bang Jeha dipanggil "calo darah" karena seorang pasien, calon recipient bone-marrow sudah cocok 4 dari 6 antigennya ('genetic marker') denganku. Bila ia mujur dan terjadi perfect match, ia akan mendapat sumsum dari calkon seks Anda :-) sehingga ia bisa esek-esek lagi. Nah, di majalah itu, dimuat analisis dari mobil modern Y2K+1 yang serba gilak. Bukan saja ada GPS-nya, Global Positioning System sehingga kita tahu sedang ada dimana di dunia ini, tetapi juga dilengkapi dengan mesin fax, komputer tentunya plus printer dan segala macam peralatan lainnya. Console musik dari mulai kaset ke CD ke MP3. Pokoke, mobil jaman kini sangat berisiko disupirinya. Seorang propesor sepikologi dari Queen's U menambahkan dengan analisis para pengemudi jaman kini, para ABG yang suka nyentrik. Ga heran beberapa hari lalu, 5 penumpang muda amblas di Highway 69 dekat Pointe Au Baril, kota dekat cagar alam Grundy Lake yang setiap tahun beberapa kali kukunjungi. Supir yang masih berusia 20 tahun itu, menyupir jam 2:30 pagi dan dianggap atau lengah atau mengalami distraction sehingga ia menabrak frontal satu mobil di depannya. Naik kapal terbang lebih aman dari di jalan raya memang. Buktinya lagi, satu prenku yang belum lama ini kematian ibunya, tadi bercerita suaminya ditabrak orang. Masih untung cuma mobilnya yang ringsek.

Jalanan menurun dengan "tikungan maut" sudah tampak di mukaku, yakni belokan ke kampus Seneca College di Don Mills Road di utara Finch Avenue. Kutersenyum mengingat Bang Jeha Anda amblas tulang selangkanya disitu. Sudah beberapa kali saya menikung masuk ke kampus Seneca itu, mengulangi peristiwa ogut jadi ngaso beberapa bulan :-). Ya, itu caranya mengatasi trauma. Memang saya tidak berbelok sampai pedalku bergesekan dengan aspal. Udah tahu diri dong :-). Mengapa saya menjadi terkenang lagi? Karena di hari Minggu kemarin, ketika bersepeda di Don Valley Parkway dalam rangka Ride For Heart, kami berjumpa dengan si M warga milis Serviam yang jalan kaki ngedorong sepedanya. Bukan karena bannya kempes atau sepedanya rusak, melainkan karena jalanan dekat tikungan Bayview itu menurun curam. Ketika Cecilia bertanya kepadanya, betul saja dugaanku, ia mengalami trauma ketika jatuh dari sepedanya di turunan. Rupanya tayangan sepikologiku masih kurang banyak atau perlu lebih sering kutulis. Mungkin sehabis Kiat Menghadapi Stress, saya perlu membuat serial Kiat Bersepeda agar tidak sampai trauma :-). Mana asyik M "naik sepeda" sambil jalan kaki :-). Ga pa pa katanya, yang penting udah bersepeda (lagi) di Gardiner Expressway dan Don Valley. Ya, memang asoi banget naik sepeda di kedua jalan raya itu, hanya orang lain meninggi PD-nya, dikau kog masih tetap traumatis. Semoga tahun depan saya akan melihatmu lepas tangan bersepeda di turunan Bayview :-). Sampai lamunan mendatang, bai bai lam lekom.

Home Next Previous