Lamunan Bersepeda Ke 109

."Father's prayer unanswered," bunyi judul berita utama di koran Toronto Sun yang kulirik dari kotak koran di simpang Don Mills dan Sheppard pagi ini. Tidak salah lagi, berita mengenai ditemukannya anak perempuan 12 tahun yang kemarin dulu piknik bersama ayahnya di Father's Day ke Heart Lake di Brampton. Dari judulnya Anda sudah dapat menduga, ya, anak itu mati tenggelam dan mayatnya baru ditemukan kemarin. Bertambahlah lagi warga THP di kota itu. Tergantung bagaimana hubungan Pak Khawaja, ayah si puteri, dengan Tuhannya, doanya yang tak terjawab dapat diteruskan dengan pertanyaan WHY? "Mengapa Engkau memberikan aku "hadiah Father's Day" seperti itu, puteriku yang cantik manis jelita (dan segala litani kehebatan lainnya) Dikau ambil?" Saya tak mengenalnya dan cuma membaca sedikit berita koran sehingga tidak dapat melamunkan lagi, bagaimana perasaan hati sang ayah yang di Hari Ayah harus kehilangan puterinya. Yang saya dapat lamunkan adalah, bahwa sejak anak-anak masih bayi, saya sudah bertekad agar mereka bisa berenang. Tak usahlah seasyik bapaknya, belajar di rawa-rawa Kemayoran :-). Berenang penting sekali untuk manusia di dunia sebab bumi kita 71% terdiri dari air. Jadi sejak mereka masih kecil, saya sudah mengekspose-nya kepada air supaya tidak takut. Berapa banyak orang yang takut air alias ga mau mandi di danau, apalagi di kali Ciliwung :-). Bukan itu saja, karena sintingnya kami suami isteri, sekali kucoba satu teori dari buku yang baru kubaca. Yakni bayi yang baru lahir, mempunyai mekanisme untuk menutup saluran pernapasannya bila ia terbenam. Eksperimen dengan Toby di bak mandinya menunjang teori itu. :-) Ya, bila anak sudah kita biasakan dengan air, semestinya ia tidak akan takut dan semangat untuk berenang, apalagi di Danau Maninjau yach Uda Datuk AMI :-).

Satu lagi kebisaaan yang kubertekad agar anak-anakku menguasainya karena mereka akan tinggal di kota, adalah menyetir bo'il. Kasian soalnya para tetanggaku yang di musim dingin di bawah suhu -30C dengan angin 60 km/jam harus menunggu bis di udara terbuka karena tidak bisa nyupir. Syukurlah mereka sudah lolos ujian SIM dan tok tok tok, Alfa mempunyai bintang 5 alias tak pernah nabrak selama 5 tahun. Toby belum lama "dikerjain" orang. Ia sudah berbintang 3, tapi mendapat pelajaran pahit sehingga jadi 0 lagi. Ketika ia sedang melaju di bulan Januari lalu pada saat babenya pulang kampung, ia disalib dan menabrak pengendara itu. Di jalanan ia setuju bahwa ia yang salah dan merelakan mobilnya penyok dikit. Masih "untung" mobil van kami ga pa pa. Eh eh eh, sebulan kemudian, si naif yang memberikan data asuransi mobilnya tapi ga pergi ke collision centre, diudak perusahaan asuransi si pengemudi ja'ul itu. Ia melaporkan bahwa Toby-lah yang menabraknya dari belakang. Tak ada saksi, alamat kesalahan sering setengah alias 50-50. Akibatnya asuransi kami naik 700$ setahunnya karena pengalaman mengemudi Toby jadi 0 tahun lagi. Masih untung, could be worst. Tadi temanku di kantor lecek wajahnya. Ia bertanya, dimana ada bengkel mobil. Ia baru memperoleh SIM sebulanan, baru mulai mengemudi semingguan dan menabrak mobil orang. Dengan penuh simpati kuajarkan "how to behave next time" bila mengalami kecelakaan lagi. Yang lebih penting, kukatakan untuk berusaha menelepon pengemudi yang ditabrak doi, supaya mau "damai" azha. Kata doi, mobil lawan cuma penyok dikit. Soalnya, kalau menjadi urusan asuransi, bintangnya dari 0 akan menjadi minus alias ia dimasukkan ke dalam kategori 'risky driver' dengan premi selangit atau ribu-ribuan dollar. Urusan tabrakan bo'il memang membawa pusing.

Karena obrolan di jam makan, satu temanku lagi bercerita bahwa mobil iparnya ditabrak di tempat parkir. Si penabrak, menungguinya sampai 2 jam, belum nongol sang ipar, lalu meninggalkan nama dan nomor telepon. Kukomentari, "How come, that guy is a rare breed." Ya, kata temanku, ia rela membayar ongkos yang sampai 1800 $ karena ia pernah "dikerjain". Mobilnya ditabrak di tempat parkir dan sang penabrak kabur. Tabrak lari ini adalah suatu kejahatan kriminil di kampungku, en toh, umum orang melakukannya. Karena ia menjadi THP tapi lalu bertekad, tidak akan mau hal yang dialaminya, terjadi terhadap orang lain, ia menjadi berperilaku seperti malaikat. Itulah contoh atau variasi dari "the gift of suffering". Orang menjadi berbela-rasa, compassionate karena pernah senasib sepenanggungan. Itu juga yang menjadi sumber kekuatan cem-macem support group, dari paguyuban alcoholic anonymous sampai ke 'bereavement support group'. Manusia yang pernah THP dan menjadi oke, sering lalu mendapat hikmahnya dan membawa berkah bagi manusia lainnya.

Suatu artikel dari Time edisi 18 Juni yang baru kubaca 'Blind to Failure' memenuhi lamunanku sepanjang perjalanan pulang. Seorang buta beneran, lebih gaswats dari Gus Dur bernama Erik Weihenmayer anak Amrik, baru saja berhasil "menaklukkan" Puncak Himalaya. Bukan itu saja, ia menjadi inspirasi bagi para anggota tim lainnya sehingga mereka mencapai rekor di dalam jumlah anggota satu tim yang berhasil mencapai puncak, Saya memang belum sempat mendaki Himalaya :-), paling baca bukunya, menonton filmnya dan mendengar ceramah dari seorang pendaki. Jangankan mendaki, bisa nyampe ke base camp-nya azha udah suatu prestasi luar biasa. Bila Anda pernah membaca betapa lainnya mendaki Pangrango Gede dengan Himalaya, Anda manggut seratus kali. Satu hal yang menarik mengenal siapa si Erik lewat artikel di atas adalah, ia sudah tidak THP sama sekali, menjadi buta selama 20 tahun sejak ia berumur 13 tahun. Ia sudah menerima kebutaannya dan memanfaatkan banget segala macam "karunia", 'the gift of suffering' pada saat ia mulai buta. Telah terjadi 'paradigm shift' terhadap orang semacam dia. Itu yang membedakannya dengan orang buta atau orang cacat yang lain yang menjadi THP. Meskipun Anda tidak suka manjet gunung, kuanjurkan Anda membaca artikel dan pinjam dari perpustakaan kalu ga mau bemodal :-). Satu komentarnya di akhir artikel akan kukutip sebagai akhir tayangan ini. Dengan segala kesuksesan dan ketenaran sekejap yang diperolehnya memang ia merasa bahwa pendakian Puncak Himalaya itu adalah 'one summit of an experience'. Tapi ia teringat ketika berjalan bersama anaknya, Emma yang digendongnya dan melilitkan jarinya di jarinya. "That was a summit too," katanya. "You just have to know where to look." Sampai jumpa di lamunan mendatang, bai bai lam lekom.

Home Next Previous