Lamunan Bersepeda Ke 110

"How was your week-end?," begitu pertanyaan standard di Amerika Utara ini dan setiap Senin diucapkan oleh beberapa puluh juta orang :-). Sekitar sejuta yang tinggal di Toronto dapat menjawabnya hari ini dengan "Excellent!" :-). Ya, kapan lagi bisa ngeliat orang telanjang bulet di jalanan, kecuali di hari Minggu kemarin, Gay Pride Day Parade di Toruntung. Sambil mengenjot sepeda di hari ini dan memakai baju baru untuk bersepeda yang kubeli di Mountain Equipment Co-op kemarin, Bang Jeha melamunkan ikut sertanya ia di dalam parade tersebut. Tentu saja bukan sebagai peserta tetapi penonton :-). Dari judulnya Anda sudah tahu, pawai itu dilakukan oleh para warga lesbi, homo maupun bi-sexual di Toronto dan sekitarnya. Ada sekitar 150 paguyuban yang ikut, termasuk para supporter atau pendukung mereka seperti The Anglican Church, Church of The Holy Redeemer, maupun kelompok ortu yang anak-anaknya homo/lesbi.

Tadinya saya dan Cecilia merencanakan bersepeda ke downtown, sekalian syoping dulu di toko barang-barang kemping di atas. Untung isteriku pinter, katanya, "Langsung naik subway azha Yang." Not a bad idea, kataku dan pergilah kami naik TTC, PPD-nya kota Toronto. Untung banget ga naek sepeda prens sebab penyok ringsek sepedaku dipakai melawan 800 ribu penonton di sepanjang Yonge Street, antara Bloor dan Dundas itu. Sudah lama sekali Bang Jeha Anda tidak berdesak-desakan dengan sesamanya manusia, sedemikian sehingga susu-susu bisa ketemu pundak dan untunglah isteriku kusuruh jalan di depan :-). Mendingnya di Toronto ini, karena panasnya tidak segila di Betawi, tidak sampai bau bandot yang tercium seperti bila kita naik angkot bersama para bandot yang baunya ga kalah ama kambing :-). Satu pasutri yang otaknya di dengkul, ikut berdesakan sambil menggendong bayinya yang masih merah di depan susu si ibu :-). "Gila banget," kata Cecilia melihat mereka nekad menonton pawai.

Ketika kami masuk di Yonge Street dan Dundas, setelah berjalan kaki cukup jauh dari toko MEC di King Street dan Spadina, daku tersenyum. Terlihat satu spanduk sebesar alaihim yang dipegang oleh dua sejoli Kristen fundamentalis. Di spanduk itu antara lain tertulis, "Only Jesus can forgive your sins." Seperti kusinggung di atas, kulihat ada seorang pastor Anglikan yang ikut di dalam pawai dan sayang tak kulihat gimana pada saat ia melihat rombongan Kristen fundamentalis itu. Apakah mereka saling menyitir ayat :-), walahualam. Inilah istimewanya kota tempat tinggal kita prens di Serviam, pikiran dan iman boleh berlain-lainan, tapi tak perlu kita sampai bunuh-bunuhan, seperti kemungkinan mulai terjadi lagi di Pontianak :-(. Cem-macem perasaan hatiku melihat parade kemarin. Ada gelinya, ada lucunya, banyak kasihannya melihat ribuan warga THP itu yang dalam semingguan ini bisa berbangga, ditonton ditepoki dan tidak disate dan disalib seperti 100 tahun yang lalu. Kemajuan kata Anda? Kemunduran peradaban dan moral, kata temanku para fundamentalis. "Yang, bagaimana kalau kau lihat anakmu di atas truk itu?", tanyaku ke Cecilia. "Ya sedih banget," katanya. Kuteruskan lamunanku sambil membiarkan Anda sendiri melamun, bagaimana kalau anakmu ikut pawai Gay Pride Day.

Sambil terus mengenjot, secara hati-hati kupindahkan persnelingku ke gigi yang lebih kecil atau high-gear. Sepedaku semakin melaju. Namun ia sedang tak sehat. Sudah sebulanan ini, sesekali sang rantai meloncat dari gigi terakhir itu dan masuk ke bagian antara gigi dan rangka. Terakhir hal itu terjadi, tanganku menjadi hitam, penuh dengan gemuk ketika berkutet melepaskan rantai yang terjepit. Maklum aku tak punya Bang Usman, montir sepedaku di Betawi yang bisa membetulkan cem-macem kerusakan. Oleh karena itu, sebelum kucabut kutanya kepada temanku si J, suhuku urusan bersepeda di kota ini. Memang aku salut kepadanya sebab pertama kalinya ia bersepeda di tahun ini, ia genjot sepedanya 150 km, tanpa kondor :-). J lalu mengajarkanku caranya meng-adjust persnelling canggih itu, Shimano derailleur, agar ia tidak melompat keluar lagi dari giginya. Sudah kupraktekkan teorinya dan mujarab banget. Sekarang daku dapat melakukan 'tune-up' sepeda yang ongkosnya di Toronto ini bangsanya 30-40$. Pantes si J agak heran ketika kutanya, "How often do you tune-up your bike?" Tentu ia kerjakan sendiri dan kalau perlu azha. Sepeda yang bagus tak perlu di-tune-up segala, maklum mesinnya buatan Oom Han :-). Besok akan kuberi ia 'high five' alias salaman a la anak Kanada sebab manjur banget ilmu yang diturunkannya. Ga percuma aku mempunyai suhu bersepeda kaya si J :-). Sampai lamunan berikutnya, salam dari kota penuh THP yang masih bangga sekhalei :-).

Home Next Previous